"Nanda, ada yang nyebarin foto dan berita buruk tentang keluarga lo"
Nanda terkejut, mata nya melebar bahkan ia seperti menahan kesal dengan mengigit bibir bawahnya, "Dimana?"
"Di mading"
Nanda langsung berlari menuju mading yang terletak lumayan jauh dari lapangan basket. Sambil berlari, Gadis itu mengusap setetes air bening yang mulai menetes di pelipisnya. Di depan mading, ia melihat segerombol orang yang menutupi mading. Saat siswa lain mendengar langkah kaki seseorang berjalan di belakang mereka, mereka langsung menyingkir dan memberi jalan. Semua siswa langsung menatap Nanda yang masih mengatur nafasnya dan menatap sebuah poster yang tertempel di mading. Di poster tersebut, ada sebuah foto seorang gadis yang tengah menaiki sepeda. Bukan gadis itu yang membawa sepeda nya, tetapi dibonceng oleh seseorang.
Anehnya, yang terlihat dalam foto tersebut hanya gadis itu tidak dengan orang yang membawa sepeda nya. Bahkan foto itu diberi keterangan:
Keluarga salah satu siswa diketahui gulung tikar dan tinggal di jalanan. Sehingga siswa tersebut terpaksa menaiki sepeda untuk sampai ke sekolah. Miris, yang biasanya menaiki mobil mewah sekarang menaiki sepeda tidak layak pakai.
From: TsyNyr
Nanda menggerutu dan sempat tak percaya pada yang ia baca. Bersumpah akan mendatangi orang yang menyebar berita yang membawa nama keluarganya. Dada nya bergemuruh, otaknya berputar mengingat memori tadi pagi. Adakah orang yang melihatnya menaiki sepeda selain Aditya?
Yang paling bikin gadis itu marah, orang itu menyebarkan berita tanpa menelusuri lebih lanjut mengenai kebenarannya. Menyebut bahwa keluarga nya gulung tikar dan tinggal di jalanan. Harga diri keluarga nya seperti sudah di injak-injak. Tidak hanya itu, disitu juga tertulis bahwa sepeda yang membawa ia ke sekolah sudah tidak layak pakai. Biar bagaimanapun, sepeda itu adalah sepeda kesayangannya. Ia selalu memakai sepeda itu beberapa tahun yang lalu, dan akhirnya tergantikan karena orang tua nya membelikan mobil baru.
"Nanda....."
Anna, Dhian, Lily, Dwi, Aziah, dan Febby berlari menghampiri Nanda.
Nanda menatap satu per satu temannya yang sedari tadi sudah melihat berita yang tertempel di mading itu.
"Siapa yang nyebarin berita ini?!"
Teman-teman nya hanya bisa menundukkan wajahnya dalam-dalam tak berani menatap mata Nanda. Tetapi, salah satu dari mereka dengan gugup mengangkat wajahnya dan mencoba memberitahu gadis itu.
"Inisial yang ada di bawah keterangan adalah nama lengkap penyebar berita"
Nanda langsung melihat inisial yang tertera di bawah keterangan.
TsyNyr
"TsyNyr?" Gadis itu berpikir sejenak. Mencoba mengingat siapa di sekolah ini yang mempunyai nama lengkap yang cocok dengan inisial tersebut.
"Tasya Nayara?" Gumam Nanda. Ia merobek kertas itu dan mengenggamnya. Lalu Gadis itu berlari menjauh dari papan mading.
"Nandaa!!"
Lily berteriak. Tetapi, teriakan Lily tak berarti pada Nanda yang terlihat sudah menjauh bahkan saat ini ia sudah tak terlihat.
Kaki nya membawa pada sebuah kelas. Suasana kelas mendadak menjadi ricuh dengan kedatangan Nanda yang terdengar sangat langka. Ia menghampiri seorang gadis yang tengah duduk di bangku paling depan dengan earphone yang terpasang di telinga nya.
Brukk!
Dengan keras, Nanda memukul meja sambil menyimpan poster itu di atas meja. Gadis di depannya terlihat terkejut dengan memasang wajah bingung, kedua alisnya mengerut. "Lo gak punya sopan santun? Masuk ke kelas orang terus main mukul meja gitu?!"
"Yang gak punya sopan santun disini siapa, Hah? Lo kali!" Jari panjang Nanda tertunjuk tepat di depan wajah Tasya. Terlihat jelas bahwa gadis itu tengah marah saat ini. Muka nya memerah bahkan menatap Tasya seperti mangsa yang akan ia bunuh.
Tasya menyingkirkan tangan Nanda dari depan wajahnya. "Lo gila?!"
"Lo yang gila! Sebenernya selama ini gue salah apa sih sama lo sampe lo kayaknya benci banget sama gue?!"
Nanda tak perduli pada beberapa pasang mata yang kini menatapnya.
"Salah lo? Banyak, lo kecentilan, so merasa paling bener padahal aslinya busuk! Merasa paling berkuasa cuma karena lo sama temen-temen lo menang program gak penting itu!" Tasya sudah tidak bisa menahan emosinya. Sepertinya semua unek-unek yang ia rasakan pada Nanda akan membludak hari ini.
"Kalo kalah ngaku aja kalah gak usah pake ngatain program gak penting! Lo gak tau seberapa pentingnya program itu buat para guru sampe mereka bergadang semalaman mikirin itu?!"
"Jadi tujuan lo kesini cuma mau ngomongin itu?"
Nanda mengambil poster yang ada di atas meja dan menunjukkan poster itu tepat di depan wajah Tasya "Apa Maksud lo nyebarin berita gini?!"
"Punya bukti apa lo sampe berani nuduh gue yang nyebarin berita itu?!" Tasya masih berusaha mengelak.
"Lo pikir gue gak tau sama nama inisial ini?!" Tangan nya tertunjuk pada inisial nama yang tertera di bawah, "Di sekolah ini yang punya nama lengkap yang sesuai sama inisial ini cuma lo! Lo gagal! Gak usah so misterius pake inisial nama segala, harusnya kalo lo emang gak mau gue dan semua orang tau siapa yang nyebarin berita gak bener ini gak usah cantumin nama atau inisial! Kalo punya otak dangkal bagi-bagi ke orang, jangan di ambil semuanya sendiri!"
Tasya benar-benar tak percaya kenapa Nanda bisa secepat ini mengetahui siapa yang menyebarkan berita ini. Ia kira, Nanda tidak akan langsung menuduh dirinya dalang dibalik semuanya karena di sekolah nya inisial seperti itu mungkin bukan hanya dirinya. Ia tampak gelagapan dan menatap satu persatu siswa yang memperhatikan perkelahian mereka. Tasya melemparkan pandangan pada Aditya yang duduk disampingnya. Pemuda itu masih dengan santainya main game di ponselnya walaupun keadaan di sekitarnya sangat gaduh.
"Kenapa lo diem? Ngerasa salah?!"
"Tapi bener kan, kalo keluarga lo jatuh miskin? Buktinya yang dulu pake mobil mewah sekarang pake sepeda butut!"
"Jaga omongan lo ya, jangan asal nyebarin berita kalo gak tau kebenarannya takutnya jadi lo yang malu kalo sampe berita yang lo sebarin ternyata salah!" Nanda menatap Aditya yang dari tadi hanya diam. Seperti berada dalam dimensi nya sendiri dan tidak mendengar atau melihat apapun di sekitarnya.
Ada rasa kecewa di hati Nanda. Tentang sikap Aditya yang hanya diam. Padahal ia tau, tadi pagi Aditya bersamanya menaiki sepeda. Ia tidak meminta pembelaan pada pemuda itu. Tidak, tentu saja tidak! Ia hanya ingin pemuda itu membuka mulutnya dan mengatakan bahwa tadi pagi ia juga ada disana. Membonceng nya menaiki sepeda.
"Apa ini cara ngucapin terima kasih?!" Nanda masih setia menatap Aditya. Bahkan mata nya, sudah mulai panas dan akan mengeluarkan cairan bening yang dari tadi ia tahan.
"Maksud lo apa?!" Tasya kebingungan.
"Kak Aditya bareng sama gue ke sekolah, Pake sepeda gue! Tapi kenapa Tasya cuma nyebarin foto gue doang? Itu gak adil, kalo lo emang niat nyebarin foto orang yang naik sepeda itu, lo juga harus nyebarin foto Kak Aditya juga dong! Apa karena Kak Aditya sahabat lo jadi lo gak berani?"
Mata Nanda kali ini menatap Aditya lagi, " Kak, lo mau diem aja ngeliat gue diginiin sama yang lain? Padahal lo juga tadi naik dan numpang sama sepeda gue?!"
Hening. Tidak ada jawaban. Aditya masih memainkan game di ponselnya dengan wajah datar.
"Kak...."
Kedua kalinya Nanda memanggil pemuda itu tetapi tetap tak ada jawaban.
"Biar lo semua percaya, keluarga gue akan buat pernyataan ke publik kalo keluarga gue baik-baik aja dan gak bangkrut bahkan tidur di jalanan kaya yang Tasya sebar!"
Sebelum Nanda melangkah keluar dari kelas ia menyempatkan untuk mengatakan pada Aditya "Cuma pengecut yang sembunyi di balik kebenaran"
Lily, Anna, Dwi, Aziah, Dhian, dan Febby hanya bisa menjadi patung. Tidak tau harus berbuat apa karena mereka tidak tau detail kejadian nya.
Langkah Nanda yang keras membuat suasana kelas menjadi ricuh. Tasya kali ini menatap Aditya, menunggu penjelasan dari pemuda itu.
#Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Mellifluous Ineffable {REVISI}
Romance{UPDATE MINGGU} Ketika sebuah pertemuan mengubah semuanya. Harusnya kamu tak ada waktu itu.