5. Kissmark

907 57 0
                                    

Dugaanku salah, ia tidak melakukan apapun kecuali memberikan tanda kemerahan di leherku. Sial, jika satu saja masih tidak apa. Ini sebanyak 3 dan ditempat yang berbeda beda.

Jimin menatapku.

Kurasa aku tahu kenapa ibuku menyukai Jimin dulu. Ya karena Jimin berbeda. Jimin itu misterius bahkan sangat.

Setelah adegan yang sedikit panas itu. Jimin mengantarku pulang. Beruntung hari masih senja. Ku langkahkan kaki keluar dari dalam lift. Ku lihat Paman Kim juga sudah akan pulang.

Tepat saat aku akan masuk kedalam kamar. Ibu menahan tanganku dan menarik syal yang di sematkan oleh Jimin tadi.

"Siapa yang melakukannya?" Aku tidak tahu ibu akan semarah ini.

Aku masih diam. Aku tidak sanggup mengatakannya pada Ibu.

"Jawab aku, Hee. Siapa yang melakukannya?!" Ibu marah.

Aku masih diam. "Sudah ibu katakan jauhi Jimin. Apa kau tuli, huh?!" Aku mengangkat kepala ku.

"Kenapa ibu memintaku menjauhinya? Bahkan ibu tidak memberitahu alasannya padaku." Jawabku akhirnya. Namun ibu diam saja, bahkan meninggalkan ku yang berdiri di ruang tengah sendirian.

Jam dinding yang berada diatas kepala ku bergerak seirama dengan detak jantungku. Sinar pedar cahaya bulan di malam ini cukup menerangi kamarku. Bukan tidak ingin menyalakan lampu, hanya saja aku malas berjalan kesana. Ketempat saklar lampu.

Entah kenapa pikiranku kesana kemari, memikirkan banyak hal. Mulai Seulgi yang marah, hingga Ibu yang memintaku ke menjauhi Jimin. Bahkan ini belum seminggu kematian ayahku.

Mataku memejam bersamaan dengan hembusan angin malam yang menyeruak masuk kedalam kamarku.

Hingga esok hari, ku buka mataku. Cahaya matahari sudah menggantikan cahaya bulan yang semalam menerangiku. Aku masih berada di atas tempat tidur, lengkap dengan selimut tebal yang menutupi tubuhku. Telingaku sayup sayup mendengar ibu yang tengah berbicara dengan seseorang. Bahkan cara bicaranyapun sangat kasar.

Perlahan ku turunkan kakiku dan berdiri di sisi ranjang. Membenarkan ikat rambutku dan berjalan keluar kamar.

Tepat saat ku buka pintu kamarku, aku melihat Jimin yang tengah di marahi ibuku. Aku tidak tahu pasti kenapa ibu memarahi Jimin. Namun yang ku tangkap Jimin berkali-kali meminta maaf. Dan mengatakan bahwa ia baru ingat separuh dari ingatannya. Dan itu artinya Jimin akan mengingatku dan kemungkinan besar mengingat ibuku.

Dan itu artinya kesempatanku akan berakhir. Dan setelah Jimin pulih, aku tidak ada kesempatan untuk bersamanya lagi.

Jimin menyadari kehadiranku. Aku hanya menatapnya dingin. Entah kenapa mendengar ingatannya kembali, membuatku kesal. Karena itu artinya kemungkinan besar ia bisa saja kembali bersama ibuku.

"Sekarang pergilah, jangan temui So Hee lagi." Ibu mengusirnya.

"Izinkan aku menemuinya sebelum aku menikah bulan depan." Aku terkejut, bahkan ibuku juga. Ini yang mungkin di khawatirkan ibu.

"Tidak perlu, sejak lama kau tidak serius mendekati putriku. Kau hanya mendekatinya karena ingin ingatanmu kembali." Sahut ibuku. Aku lantas kembali menuntup pintu, dan itu sangat keras. Kurasa Ibu dan Jimin tahu aku marah.

Sial!

Disaat aku sudah bahagia karena kembali bertemu dengannya. Aku harus merasakan sakit secara bersamaan.

Tuhan, apa garis hidupku seperti ini?

Kulangkahkan kaki ku ke kamar mandi, mengisi bak mandiku dengan air hangat. Berendam adalah pilihanku. Aku berusaha menghilangkan bekas kecupan pria brengsek itu. Kurang aja memang. Untuk apa memberiku tanda ini jika ia akan menikah bulan depan?

Between Us || Park Jimin[On GOING] [Slow UPDATE] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang