Aku melangkah gontai menyusuri jalan trotoar. Hari sudah gelap, kurasa sekarang sudah pukul 8 malam. Aku memang tidak langsung pulang kerumah, aku masih terlalu syok dengan apa yang terjadi tadi sore saat bersama Seulgi.
Kebiasaanku jika aku tidak ingin pulang kerumah. Disinilah, di sebuah taman yang tidak jauh dari apartemenku.
Dapat kurasakan, ponselku yang berkali-kali berbunyi. Aku memang sengaja tidak melihat ataupun mengangkat panggilan itu. Takut jika Seulgi yang menghubungiku. Aku benar-benar belum ingin menemuinya. Dapatku rasakan bangku ini bergoyang pelan. Ada orang disebelahku.
Ia menyodorkan sehelai sapu tangan kearahku. Dan aku menerimanya.
"Terimakasih." Kataku.
"Sama sama."
Jimin.
Aku mulai hafal bau tubuh pria itu. Ah, tidak, maksudku parfum yang dikenakan pria itu.
Kami hanya diam, Jimin membiarkanku menangis. Lagi. Aku menangis sejadi jadinya. Mungkin Jimin merasa aku butuh sandaran, makanya ia memelukku. Dan itu sangat nyaman. Sekali. Bahunya memang tidak selebar milik Jin BTS, tapi ini cukup untukku meletakkan daguku.
"kau bisa menceritakannya padaku, jika kau ingin bercerita." Tangannya mengusap rambut panjangku.
"apa yang akan Oppa lakukan jika sahabatmu mengambil ciuman pertamamu?" Kurasa Jimin tahu arah pembicaraanku.
Ia melepaskan pelukan, dan mengusap airmataku. Ya Tuhan, senyumnya. Jimin, jantungku bisa keluar jika kau tersenyum seperti itu.
"Apa dia melakukannya?" Jimin mengusap pelan pipi kiriku dengan ibu jari kanannya. Sampai sampai aku memejamkan mata, sangking nyamannya. Aku menganggukkan kepala pelan.
Dia hanya diam dan menatap kedua mataku. Entah dorong darimana, Jimin sudah menarik pelan kepalaku guna ia mencium lembut bibirku. Aku memejamkan mata kala melihatnya juga memejamkan mata. Ini benar-benar ciuman yang sebenarnya. Jimin tidak terburu-buru. Bahkan ia melakukannya dengan sangat pelan. Hingga aku harus memukul bahunya sebab nafasku sudah menipis. Ibu jarinya mengusap pelan bibirku. Kurasa ia ingin melakukannya lagi. Tapi ia menahannya. Ya Tuhan, Jimin.
Aku sampai tidak bisa berkata-kata.
Sekarang aku sudah berada di depan pintu apartemen, Jimin mengantarkan ku sampai depan apartemen. Tepat saat aku membuka pintu, Ibuku sudah berada di depan pintu. Ibu melirik Jimin sekilas sebelum menatapku.
"Kau darimana saja, Hee-ya?" Tanya ibuku. Aku hanya diam tidak menjawab. "Maaf bi, tadi So Hee kuajak makan dulu." Ibu menatap Jimin sekilas. Kurasa Ibu percaya dengan bualan Jimin.
Aku masuk kedalam, setelah Jimin berpamitan. Dan tepat saat aku akan masuk kedalam kamar, ibu berucap membuatku menghentikan langkah.
"Jauhi Jimin, Hee." Aku tidak merespon apapun. Dapat ku dengar ibu pergi menuju kamarnya.
Aku hanya diam, dan berdiri mematung di hadapan pintu kamarku. Apa yang sebenarnya ibu sembunyikan dariku?
Pagi ini, aku tidak pergi ke Universitas. Bukan tidak ingin ikut pelajaran. Hanya saja aku sedang tidak ingin bertemu dengan siapapun.
Aku masih saja di atas tempat tidur, cuaca pagi ini cukup dingin.
Tiba-tiba aku mengingat Jimin yang menciumku. Ya Tuhan.
Hei, So hee, ini masih pagi.
Hingga deringan ponselku harus membuatku menolehkan kepala.
"Ayah?" Tidak biasanya ayah menghubungiku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Between Us || Park Jimin[On GOING] [Slow UPDATE]
ספרות חובביםON GOING||| Dia pria yang telah lancangnya datang di kehidupan ku dan hingga sekarang itu sangat mengganggu ku. Ditambah lagi dengan sahabatku yang menyukaiku. Story by MinjiReni Cover by MinjiReni Copyright©Minjireni2020 Date 13 maret 2020 Finis...