6. Imposible

685 57 2
                                    

Maafkan untuk Typo yang bertebaran
















Aku banyak melamun hari ini, bahkan sudah 3 dosen yang menegurku seharian ini. Aku tidak fokus dengan pelajaran, sejak pembicaraan ibu semalam aku bahkan tidak bisa tidur nyenyak.

'Jimin kakak tiriku'

Satu fakta yang masih belum bisa ku pahami dan kuterima dengan baik. Terlebih ia akan menikah bulan depan. Ingin rasanya aku mengumpat di hadapan pria itu. Benar-benar tidak bisa di percaya.

Dering ponselku mengalihkan perhatianku.

Tertera nama Jimin disana. Entah sejak kapan aku menyimpan nomor pria itu. Dengan berat hati yang ku buat buat, aku menekan tombol hijau itu.

"Hee."

Bahkan mendengar suaranya saja aku tidak sanggup. Aku membasahi tenggorokanku.

"Ada apa?" Masih saja, egoku jauh lebih menguasi di bandingkan perasaanku.

"bisa bertemu?" Tanyanya. Ya Tuhan, Jimin. Kau semakin membuatku tidak bisa melupakanmu.

Aku menyeka airmataku yang sudah jatuh sejak semenit yang lalu.

"Bisa, akan ku kirimkan alamatnya." Jawabku dan segera mematikan sambungan telfon. Aku tidak ingin Jimin  mendengar tangisan ku. Aku tidak ingin terlihat lemah dihadapannya. Karena ia sudah pernah melihat sebelumnya.

Aku lantas mengirimkan alamat cafe yang akan ku gunakan untuk menemui Jimin.

Setelah aku merasa tenang, aku segera bergegas mencari taxi dan pergi ke tempat itu.

Disinilah aku, berhadapan dengan Jimin yang sama tengah menatapku.

"Maafkan aku." Katanya. Aku mengangkat sebelah alis ku.

"itu untukmu, datanglah kepernikahanku." Sambungnya.

Dasar pria gila.

Dia menemuiku hanya untuk memberikan undangan pernikahannya saja?

"Ibu memintaku agar kau dan ibu Jung datang ke pernikahanku." Jimin sudah mulai ingat semuanya. Itu yang kurasakan.

"Tidak perlu. Aku dan ibu sangat sibuk. Jika kau ingin memperkenalkan istrimu, datanglah saja kerumah. Rumah kami terbuka untuk keluarga baru ayahku." Ujarku menekankan kata 'keluarga ayahku.'

Jimin hanya menatap dan tersenyum tipis.

Aku benar-benar sudah muak. Baru seminggu bertemu, sudah mendengar Jimin akan menikah dua minggu lagi. Dan tepatnya di bulan depan ini. Sial!

Aku beranjak namun tepat saat ingin ku melangkah pergi, tanganku kembali ditahan olehnya.

"Boleh memelukmu, Hee?" Permintaan macam apa ini? Apa dia tidak lihat banyak orang? Sialan, memang Jimin. Aku tidak menjawab. Namun tetap saja, Jimin adalah Jimin. Aku masih hafal tabiatnya sejak dulu, sebelum mengalami kecelakaan.

"Maafkan aku yang tidak hadir di pemakaman ayah." Ujarnya seraya memelukku. Ada atau tidak adanya dirimu tidak mengubah semuanya, Jimin. Lagi, lagi, aku hanya bisa diam. Masih enggan mengatakan apapun.
"Ku antar pulang ya?" Inginku menolak. Namun apalah daya dia sudah menarik tangan kananku.

Disepanjang jalan, aku hanya diam. Aku benar-benar masih tidak percaya.

Hidupku memang rumit, bertemu Jimin kembali semakin membuatku tidak bisa hidup tenang. Andaikan saja waktu itu aku tidak memeluknya dan langsung meninggalkannya mungkin semua ini tidak akan terjadi. Itu andaikan saja.

Between Us || Park Jimin[On GOING] [Slow UPDATE] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang