10. Heaven From Jimin

820 54 0
                                    

Terakhir Update sebelum hiatus di bulan ramadhan.

Oh ya, selama ramadhan aku bakal jarangin update part NC. Kalaupun Update part NC bakal tengah malam banget. Semoga aja.

Happy reading and Enjoy 💜💜😘

Maaf untuk typo yang bertebaran



























"Kenapa Oppa tidak menikah saja?" Itu pertamakali yang ku lontarkan saar ia mengatakan mengenai kekasihnya. Ia tersenyum dan menatapku.

Kami tengah berada di cafe yang ada di dalam area rumah sakit. Ibu dan Paman Kim memutuskan pulang. Dan aku, aku akan pulang dijemput Seulgi. Ibu menelfon gadis itu.

"Awalnya aku akan menikah, tapi karena Ibu meminta Jimin menikah lebih dulu jadi aku mengalah." Ya, andai saja kalau Jimin belum menikah dengan wanita itu. Kami akan lebih leluasa untuk pergi berjalan-jalan. "Jadi, itu yang menyebabkan Oppa terpaksa berakhir dengan kekasih mu?" Mulutku benar-benar tidak bisa diam.

"Ya, ia benar-benar kecewa padaku. Bahkan kedua orang tuanya tidak percaya dengan ibu. Andaikan saja ayah masih hidup, aku mungkin sudah menikah dengan Yura." Dia tersenyum miris.

Aku jadi kasihan.

Dering ponselku mengalihkan atensi.

Seulgi menelfonku.

"Ya? Ada apa?" Tanyaku ketus.

"Kau dimana?" Aku menghela nafas.

"Tunggu saja di lobi, aku akan kesana." Aku lantas mematikan sambungan dan menatap Hyunsik Oppa.

"Maaf, aku harus segera pergi. Lain kali kita berbicara." Apa yang kau katakan Sohee? Kau membuat masalah dengan Jimin. Ia menganggukkan kepala dan tersenyum. Aku lantas membungkuk badan sejenak dan pergi dari sana.

Tepat saat aku melangkah keluar dari dalam lift. Aku melihat Seulgi tengah berbicara dengan seseorang. Dan orang itu adalah Suran Eonni. Bahkan Seulgi nampak kesal dan berteriak pada Suran Eonni.

Seulgi pergi dari sana. Dan aku hanya menatap kepergiannya dari depan ruang ICU. Suran Eonni menatapku dan tersenyum. Astaga, aku takit sekarang.

Ia berjalan menghampiriku.

"Lama tidak bertemu." Aku mengangguk singkat.

"Apa yang kau lakukan disini?" Ia bertanya kepadaku. "Aku baru saja memeriksakan diri. Eonni sendiri?" Ia tersenyum kepadaku. Terlihat ramah.

"Menemui seseorang." Jawabnya singkat. Aku kembali menganggukkan kepala. "Kalau begitu aku duluan." Sahutnya lagi sebelum melewatiku.

Sedangkan aku hanya mematung di tempatku berdiri. Menatap kosong lantai bekas pijakan Suran Eonni.

Menemui seseorang? Siapa?

Pukul 12 siang, aku baru sampai di Apartemen. Dan Apartemen ku kosong lagi. Ibu pergi. Ibu hanya meninggalkan catatan di pintu kulkas.   Ibu mengatakan akan mengurus pernikahan dengan Paman Kim. Ya, ini salah satu wacana ibuku yang akan tersampaikan. Semoga Paman Kim orang yang tepat untuk ibu. Kuharap begitu.

Seulgi.

Gadis itu belum menghubungiku sejak tadi. Kurasa aku harus menghubunginya.

Dan tepat saat deringan ketiga. Aku mendengar suara aneh dari sana.

"Ash.... Hanah, kauh..." Sialan! Menjijikan!

Astaga telingaku.

Ku langkahkan kakiku menuju kamarku. Jimin belum menghubungiku sejak semalam. Kurasa ia sibuk dengan pekerjaannya. Dan perlahan mataku tertutup dan aku kembali tidur.

Dan tepat pukul 7 malam, aku baru bangun.

Mataku mengerjap sebab lampu kamarku yang ternyata sudah menyala sejal tadi. Kurasa ada yang menyalakan. Dan ku tolehkan kepala, kala suara knop pintu kamarku dan bergerak pelan.

Ada orang dirumah? Tapi siapa? Dan tepat saat aku akan beranjak, dia masuk dan tersenyum.

Jimin? Bagaimana ia tahu kata sandi apartemenku?

"Kau sudah bangun?" Tanyanya padaku. Ia membawa nampan sepiring makanan dan satu gelas air minum. Berjalan pelan mendekati ranjangku.

"Makanlah, ku dengar kau sakit." Ia meletakkan nampan keatas nakas, dan setelah itu membantuku.

Aku hanya diam dan masih tidak percaya dengan apa yang ada dihadapanku sekarang.

"Oh ya, ibu tidak akan pulang untuk beberapa hari. Dia bilang akan menginap dirumah temannya." Aku cukup terkejut saat Jimin menyebutkan kata ibu kepada ibuku tanpa canggung sekalipun.

Ah iya, dia anak tiri ibuku. Dan kakak tiriku. Aku benci kenyataan itu.

"makanlah. Aku suapi yah?" Ia menyodorkan satu suap makanan ke arah mulutku. Namun aku enggan membuka mulut. "Ayo, Hee. Kau harus makan. Atau kau akan tambah sakit." Katanya padaku.

Bahkan aku sudah sakit dari lama Jimin.

Aku lantas membuka mulut, dan mataku masih saja menatapnya. Apakah sebegitu rindunya aku? Ya Tuhan, aku benar-benar mencintai Jimin.

Ia tersenyum dan terus saja menyuapiku makanan itu. Dan tanpa ku sadari makanan dalam piring itu habis. Dan tangannya meraih gelas itu dan memintaku untuk meminum air itu.

"Kenapa kau terus menatapiku?" aku masih diam. Ya Tuhan, kenapa selalu saja seperti ini jika berada di dekat Jimin.

"Hee, kenapa kau diam saja Eoh? Ayolah katakan sesuatu. Aku bosan, jika akumph.."Aku mencium bibirnya. Aku sudah tidak tahan. Sejak tadi aku hanya menatap bibirnya. Aku sudah memejamkan mata sekarang. Aku tidak peduli dengan ekspresinya.

Kurasa Jimin memejamkan mata. Bahkan dapat kurasakan tangan kirinya sekarang sudah beralih kepinggangku. Tangan kanannya meletakkan tanganku agar mengalun ke lehernya. Ya Tuhan, jantungku sudah berdegup kencang sekarang.

Jimin melumat bibir bawah dan atasku secara pelan. Padahal aku hanya diam tadi. Dan tidak berniat berciuman seperti ini. Bahkan kurasakan tubuhku terdorong ke belakang. Dan kurasakan Jimin naik keatas ranjang dan berada di atasku sekarang.

Aku tidak yakin dengan apa yang akan ia lakukan.

Dia terus saja menciumku. Aku memukul bahunya karena aku kehabisan nafas. Aku menatap kedua manik matanya. Ya Tuhan, bahkan matanya kini sudah menggelap di penuhi nafsunya yang besar. Aku benar-benar membuat masalah. Tanganku turun ke rahang dan lehernya.

Dan tanpa takutnya aku, aku sedikit menarik kepala Jimin dan mencium dan menghisap pelan leher serta rahang bawahnya. Aku dapat mendengar suara desahannya. Kurasa aku akan membangunkan adik kecil Jimin jika begini.

Setelah puas dengan itu, aku lantas mengangkat kepalaku. Dapat ku lihat Jimin tersenyum miring dan menggigit nakal bibir bawahnya.

"Kau harus bertanggung jawab, Hee. Kau sudah membangunkannya." Sial! Kenapa harus mendesah.

Dan begitulah awal kami melakukan semuanya. Hingga kami sudah benar-benar naked dan ranjangku yang sudah berantakan. Beruntung ibu tidak dirumah. Jimin terus saja bergerak disana. Bahkan kurasa Jimin sudah sangat dalam. Astaga ini sakit sekali.

"Jimh-akuh.. Asta-gah, in-ih sakith seka-lih." Jimin menggenggam kedua tanganku. Dan terus membisikkan kata-kata semuanya akan baik-baik saja.

"Jiminh akuh ti-dakh kuath.." nafasku benar-benar tersengal sekarang.

"Iyah, terush sebuth namakuh, Hee." Sialan memang Jimin. Astaga ini sakit sekali. Kurasa ada yang mengalir dibawah sana.

Jimin terus menenangkan aku. Aku benar-benar tidak kuat, hingga tubuhku bergetar kuat. Kurasa aku akan datang dan Jimin juga. Ia memberi aba aba agar bersama dan setelah itu ia ambruk disebelahku.

"Aku akan sangat senang jika kau mengandung anakku." Ia mengecup pelipisku.

Ya Tuhan, aku melepas semuanya dengan Jimin. Aku memberikannya kepada Jimin.




























Hayo siapa yang udah terlanjur baca?🤭

Maaf yahhh 🙏🏻😘💜

Between Us || Park Jimin[On GOING] [Slow UPDATE] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang