04 - Sosok

9.8K 1.9K 765
                                    

Halo. Selamat siang!

Alhamdulillah bisa update bab baru.

Apa kabar?

Guys. Stay safe and healthy, ya. Saya berdoa semoga kita semua selamat dari wabah Covid-19. Dan dijauhkan dari musibah global ini. Jaga kebersihan dan selalu cuci tangan pakai desinfektan.

Nih ada lagu yang cocok sama chapter ini. Judulnya Mariposa penyanyinya Peach Tree Rascals.

Selamat membaca. 🙂

***

Chapter 04

[Sydney Vancouver]

Demi Tuhan, hari ini gue sudah niat untuk nggak datang ke Remember Me. Udah antisipasi juga takut Lexi nyamperin gue ke rumah lagi karena dia udah tahu di mana alamat rumah gue. Tapi, sayangnya ada orang dari Bekasi yang pekan lalu udah buat janji mau datang ke Remember Me dalam rangka ingin beli madu untuk anaknya yang sakit. Juga, hari ini jadwal pemasok bunga segar untuk Honi akan datang dengan mobil bok.

Akhirnya, agak siangan gue nekat berangkat ke sana dengan harapan Lexi udah nggak ada di sana. Tapi, begitu gue sampai, cewek itu sedang duduk di undakan depan pintu sambil makan satu plastik sempolan. Masih memakai pakaian yang sama. Entah dia mandi di mana karena rambutnya masih setengah basah dan wajahnya terlihat segar dengan lipstik merah. Bodo amat, gue nggak mau tahu juga. Pakaiannya masih sama seperti kemarin. Gue nyaris kesal. Namun sempolan yang mengingatkan gue sama seseorang lantas berhasil meredam. Apalagi cara dia makan semenikmati itu.

"Pagi, Bos," sapanya dengan santai.

Gue tidak meladeninya dan langsung saja ke arah pintu membuka gembok.

Di saat yang sama, mobil bok yang bawa bunga datang dan segera mengambil posisi di lot parkir.

Gue masuk ke dalam untuk meletakkan tas di dalam kamar. Buku-buku di rak sepi tidak ada kelakar. Lalu gue keluar untuk menghampiri mobil bok itu. Lexi mengikuti gue tanpa diminta. Dia bahkan berdiri di sebelah gue ketika gue sedang berbincang dengan kondektur bernama Mas Dion, sekaligus menghitung totalan.

"Hari ini cuma ada aster, snapdragon, sama dandelion. Petani bunga lagi dapat orderan banyak dari banyak klien. Jadi mungkin jumlah yang gue antar hari ini nggak sebanyak biasanya. Ini cuma ada sembilan dus," kata Mas Dion sambil menunjukkan kertas yang dijepit papan dada.

"Jadi harganya beda dong?"

"Minus tiga puluh persen dari biasanya," jawabnya sambil membetulkan topi.

Gue mengangguk. Lalu mengecek tabel-tabel di kertas itu. "Ya udah, masuk dulu aja deh, Mas. Duitnya di dalem."

"Oke. Bongkar barang dulu."

Lalu kami mengeluarkan semua kardus dari dalam bok. Lexi juga ikutan bongkar barang, lagi-lagi tanpa gue suruh. Setelah sembilan kardus berisi tiga jenis bunga segar lengkap dengan tangkai-tangkainya dipindah ke pinggiran toko, kami masuk. Bunga itu akan tetap segar karena pangkal tangkainya terendam air. Dan gue nggak mungkin langsung kasih ke Honi karena ada banyak orang. Mereka bahkan nggak ada yang tahu selama ini ada pasokan bunga ke Remember Me itu buat apa.

Mas Dion dan sopirnya duduk di sofa. Gue menyalakan AC agar ruangan lebih adem.

"Mau kopi atau minuman dingin, Mas-mas?" tanya Lexi ke Mas Dion dan sopir.

Uh. Lexi. Gue nggak tahu harus gimana bilangnya biar dia berhenti keliaran di sekitar gue.

"Yang seger-seger. Gerah nih," jawab sopir.

Under Your SpellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang