20 - Mempesona

10.1K 2.1K 12.7K
                                    

Hai, selamat siang. Iya ini update.

Apa kabar?

Bagaimana bab kemarin? Greget?

Saya tahu 15K berat buat kalian. 13K is enough.

Um, saya lagi agak males bikin author note panjang-panjang. Langsung baca saja, ya. Jangan lupa komentar dan votenya.

Bab ini, mengejutkan.

Saya mau tembusin 10K komentar di bab ini. Patokannya gitu aja. Nggak yang tepat 10K bakal diunggah. Intinya kalau udah lewat 10K pasti nggak akan lama bab selanjutnya diunggah. Entah satu atau dua hari setelahnya. Ngerti ya?

Lagunya Lovely by Billie Eilish ft. Khalid.

Ready? Bab ini uwaw.

Bantu saya temukan typo.

Selamat membaca.

***

********

********

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

BAB 20

[Sahnaz]

Aku tertidur seperti mati dan menyesal karena ketika terbangun aku masih di rumah yang sama.

Saat kau kehilangan seluruh keluargamu dalam satu malam, tidak ada hal lain yang melintas di pikiranmu selain melakukan apa pun agar bisa menyusulnya. Aku bahkan tidak bisa membayangkan bagaimana hidupku setelah ini atau apakah satu napas dan detak yang lainnya akan memiliki arti lagi.

Rasanya diutarakan atau dijelaskan dengan bahasa apa pun, rasa sakit, hancur, hampa, kehilangan, duka, dan rasa-ingin-mati-juga di dalam diriku tak bisa dijelaskan lagi. Tidak ada telinga yang mampu mengerti. Atau pun hati yang sepadan untuk merengkuh luka seberat ini.

Aku takut. Dunia sudah tak aman lagi. Aku percaya dengan sebuah kehancuran dunia, tapi bukan yang seperti ini.

Sebenarnya apa yang sedang terjadi? Apa makhluk-makhluk itu? Kenapa di dunia yang sudah semodern ini masih ada eksistensi dari makhluk yang dalam hitungan ilmiah seharusnya tidak ada? Apakah ini tidak bisa diprediksi oleh siapa pun seperti pandemi dua tahun yang lalu?

Kilasan itu tayang kembali di dalam kepalaku. Tragedi mengerikan dan suara jeritan keluargaku semalam. Seketika menggugah duka yang tak bisa dibendung. Air mataku mengalir tapi cepat-cepat kuseka. Menangis tak akan menghidupkan mereka lagi.

Sekarang aku harus berkeluh pada siapa? Aku benci ketika menceritakan pada orang lain bahwa aku merasa sendiri, merasa sepi untuk saat ini, lalu mereka yang kuceritakan akan mulai mengabsen nama-nama orang dalam hidupku yang harusnya bisa aku percayai untuk berkeluh, ketika pada kenyataanya, I really am alone right now.

Perasaan sakit ini, aku tahu. Aku tahu aku tak akan pernah bisa melupakannya begitu saja, namun aku juga tak bisa terus-terusan seperti ini. Perasaan yang seperti mendorong aku untuk menyerah saja, tapi di saat yang sama aku tahu aku tak akan bisa untuk sekadar melempar ingatan tragedi itu layaknya napas yang terhela.

Under Your SpellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang