Kemarin ada yang bahas soal mahram ibu susuan, jadi aku agak ubah dikit di part 24.
Gak aku edit, abaikan typonya . 😁
Oke, selamat membaca.
______________________________"Gun, mama kamu gak ngirimin makan siang hari ini?"
Lagi dan lagi, Tasya datang menghampiri kubikelnya dengan tak tahu malu. Dirga tahu bahwa wanita itu sengaja melakukan itu. Membuat dirinya lama-lama menyerah hingga mau menerima dia menjadi kekasihnya.
Bukan Dirga kepedean, tapi memang itu yang diucap Tasya saat Dirga meminta dia untuk tak mengganggu dirinya.
"Aku suka kamu, udah lama. Jadi aku gak akan nyerah deketin kamu sampai kamu mau nerima aku Gun."
Baru kali ini Dirga di dekati oleh wanita agresif seperti Tasya. Ia merasa tak suka tentu saja. Dan tak pernah sedikitpun dia menunjukkan sikap menerima perlakuan wanita itu.
Penolakan secara langsung sudah ia lakukan, tapi tak mempan. Apalagi kini Tasya mendekati mamanya, yang kondisinya masih kacau dan kurang baik pasca meninggalnya papa. Tasya dengan tak tahu malu sering berkunjung kerumahnya, membawakan makan malam, agar bisa makan malam bersama keluarganya. Bahkan dia sering menghubungi mama. Memberi perhatian yang terlalu dibuat-buat guna mendekati dirinya.
Hingga beberapa hari lalu, saat mamanya mengabarinya bahwa ia mengirim bekal makan siang untuk dirinya dan Tasya, wanita itu semakin besar kepala, merasa Mama Dirga mendukung niatnya, padahal sang mama hanya berniat membalas semua perlakuannya. Tak lebih, karena sudah jelas tampak di wajah kedua anaknya bahwa mereka tak suka dengan keberadaan Tasya di keluarga mereka.
"Gunnn..." Panggil Tasya sedikit manja, membuat rekan seruangan Dirga memandang mereka.
Pandangan yang tepatnya tertuju pada Tasya, atasan tertinggi di divisi mereka. Wanita itu seolah sengaja menjatuhkan wibawa dirinya demi mendapat perhatian salah satu bawahannya. Yang nyatanya terlihat menolak dari awal hingga sekarang. Dan itu memperburuk citra Tasya di perusahaan ini, karyawan tak menaruh hormat kepadanya, semua yang dilakukan karyawan divisi ini kepada hanya sebatas formalitas.
Dan citra buruk Tasya akhirnya sampai di telinga direktur utama, Rudyanto Salam ayah Tasya. Semua rumor buruk yang mengatakan Tasya tak profesional, menggunakan kekuasaan nya sebagai direktur operasional untuk seenaknya menunjuk Gunni karyawan dan teman se universitas nya dulu untuk mengerjakan pekerjaan yang sebenarnya bukan kapasitas nya. Beberapa kali manager IT mengeluhkan itu kepada nya, karena Gunni karyawan baru, tak layak dibebankan tugas yang sebenarnya harus di kerjakan karyawan senior lainnya.
"Ibu Tasya, apa ibu tidak malu dipandangi oleh karyawan disekitar ibu?" Dirga sudah geram dan jengah melihat sikap Tasya yang semakin berlebih.
"Saya sedang bekerja Bu, bukan main-main jadi tolong hargai saya yang sedang bekerja disini. Apa pantas disaat jam kerja ibu kesini untuk membicarakan hal-hal tak penting seperti tadi? Ibu atasan disini, tolong beri contoh yang baik bagi karyawan-karyawan ibu.
Dan tolong jangan tutup telinga ibu, karena penilaian hampir semua karyawan disini tak ada yang baik mengenai ibu. Kalau ibu tidak percaya, coba ibu keluar menyamar atau apalah, agar ibu tahu seperti apa ibu di mata karyawan disini. Saya harap ini terakhir kalinya ibu bersikap tak profesional seperti ini." Dirga melangkah meninggalkan kubikelnya.
Karyawan lain yang mendengar ucapan Dirga terdiam. Mereka tak menyangka karyawan baru itu seberani ini mengungkapkan pendapatnya. Mungkin karena mereka teman sebelumnya, maka Dirga bisa sesantai itu mengucapkan nya. Padahal mereka hanya bisa bercerita diam-diam, karena tak ingin di pecat.
Dirga melangkah keluar dari divisinya, sejak beberapa Minggu lalu setelah 'pengusiran' Kaya dari rumahnya, pikirannya kacau. Dirga masih tak menerima keputusan sepihak Kaya, tapi dia bisa apa. Ditambah sejak saat itu ia juga sengaja menjauhi Kaya, dan situasi itu dimanfaatkan dengan baik oleh Tasya.
Dirga memegang erat surat yang di ketiknya itu, keputusan nya sudah bulat. Walau belum setahun ia disini tapi Dirga sudah tak tahan, bukan kerjaannya yang buat ia tak betah, tapi sikap direkturnya itu yang membuat ia harus mengambil keputusan ini. Perlahan diketuk nya pintu divisi HRD, Dirga sudah bulat akan menyerahkan surat pengunduran dirinya itu.
*****
"Hai pah." Tanpa mengetuk pintu Tasya masuk keruangan papa nya.
Anak tunggalnya ini memang tak pernah mengerti sopan santun. Salah dirinya yang memang terlalu memanjakan Tasya, hingga tumbuh menjadi anak yang cuek, egois dan manja seperti ini.
"Sudah tahu kenapa papa memanggil kamu kesini?" Tanya Pak Rudyanto.
"Enggak, kenapa pa? Kerjaan di divisi aku bagus dan lancar semua, jadi bukan masalah kerjaan pastinya." Jawab Tasya cuek.
Rudyanto melemparkan surat pengunduran diri Dirga ke hadapan Tasya. Yang langsung diambil nya dan dibaca. Sontak wajah kaget Tasya terpampang jelas disana.
"Kenapa Gunni mengundurkan diri pa? Apa gajinya kurang? Kita naikin aja. Jangan di setujui pa."
"Kamu beneran gak tahu alasan temen kamu itu mengundurkan diri, atau pura-pura gak tau dan peduli?" Pancing pak Rudyanto.
"Sudah beberapa bulan belakangan ini banyak rumor buruk tentang kamu beredar, dan tak lama beberapa manajer datang mengeluhkan sikap tak profesional kamu sebagai direktur operasional dan jaringan. Hingga akhirnya salah satu karyawan lulusan terbaik yang di incar perusahaan asing memilih mengundurkan diri, apa kamu masih tak tahu mengapa?" Lanjutnya?
"Pa.."
"Gunni Dirganta Putra mengundurkan diri karena sudah tak betah dengan sikap kamu yang selalu menganggu dirinya tanpa melihat waktu. Bahkan beberapa kali kamu memaksa dia dinas luar, padahal manajer bagian sudah menunjuk karyawan lain untuk itu. Kamu sudah menyalah gunakan wewenang kamu Tasya. Dan itu hanya untuk kepentingan pribadi. Apa kamu gak mikirin kehormatan kamu sebagai atasan dan wanita Tasya? Dan tidak memikirkan kehormatan papa yang sengaja menaruh kamu di bagian itu karena kamu meminta dan berjanji akan bertanggung jawab atas kerjaan kamu?
Hanya karena perasaan pribadi kamu melupakan semuanya dan mencoreng nama baik papa di perusahaan ini. Rapat pemegang saham kemarin papa dipermalukan habis-habisan oleh kelakuan kamu. Dan ini puncaknya, kamu dipecat dari jabatan direktur operasional dan jaringan." Rudyanto mengepal kan tangannya karena emosinya sudah diambang batas.
Sedang Tasya mendengar hal tersebut langsung terdiam. Dia tak menyangka akan seperti ini nasibnya. Dia merasa sebagai anak dari direktur utama maka posisinya aman, sehingga bebas berlaku seenaknya, nyatanya dia lupa bahwa saham perusahaan ini dimiliki oleh orang lain juga.
"Pa, kenapa begini? Tasya kerja apa jadinya? Tasya gak mau jadi karyawan pa apalagi jadi pengangguran. Tolong kembalikan jabatan Tasya, Tasya janji bakalan kerja dengan baik." Mohonnya, wajah angkuh dan cuek Tasya berganti memelas.
Dia tak ingin menahan malu saat berkumpul dengan teman-teman sosialitanya, jika mereka tahu bahwa dirinya dipecat, apalagi jika harus memulai karir jadi bawahan. Ia tak sudi.
"Tolong jangan pecat Tasya pa. Beri Tasya kesempatan terakhir." Pintanya lagi, tapi wajah pak Rudyatmo sudah datar menanggapi permintaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Janji
General FictionSetelah lebih dari 15 tahun hidup berdua dengan bunda setelah ayah menceraikan dan mencampakkan mereka atas nama cinta dengan wanita itu. Kaya dipertemukan lagi dengan mereka, keluarga baru ayahnya tepat di saat bunda pergi meninggalkan dirinya untu...