9 : Masa Lalu

15.1K 1K 5
                                    

Selesai makan, Kaya menghabiskan waktunya menonton tv, sambil menunggu rasa kantuk. Dirga ikut duduk di sofa depan tv setelah merapikan meja makan dan mencuci piring.

"Sedekat apa kalian sebelumnya, sampai dia terobsesi pingin begitu sama kamu?" Tanya Kaya penasaran.

Dirga menatap Kaya yang memandang kearahnya.

"Hanya deket sebatas teman biasa."

"Masa? Kok sikap yang ditunjukin Tasya berbeda jika dikategorikan hanya 'sebatas temen biasa'. " Kedua tangan Kaya ikut bergerak memberi isyarat dalam tanda kutip.

"Dianya aja yang baper, padahal akunya biasa." Tegas Dirga sambil menghela nafas.

Yah, Dirga hanya bersikap biasa kepada atasannya itu saat dulu mereka sama-sama kuliah. Niatnya tulus membantu dan ingin berteman, nyatanya sekarang dia menyesali niat baiknya untuk berteman dengan Tasya dulu. Andai ia bisa memutar waktu, akan ia abaikan saja gadis itu.

"Awal ketemu, aku hanya kasian liat dia gak punya teman di kelas. Karena sama-sama dari Indonesia, aku ngajak dia kenalan dan berteman. Kami beda jurusan, tapi beberapa kali bertemu di mata kuliah umum yang ternyata dia harus ngulang. Aku hanya sebatas membantu dia menjelaskan materi karena dia agak susah paham materi dari dosen dan kadang bantu ngerjain tugas." Jelas Dirga

"Hanya sebatas itu? Masa?" Lagi-lagi Kaya tak yakin dengan penjelasan Dirga, karena sikap berlebihan yang Tasya tunjukkan di kantor, membuat ia merasa lelaki di hadapannya ini pernah melakukan sesuatu yang lebih, mungkin.

"Apa kalian saling mengunjungi tempat tinggal, atau sering janjian kemana gitu untuk mengerjakan tugas atau menjelaskan materi, atau pernah jalan bareng mungkin?" Lanjut Kaya bertanya.

"Gak, aku bukan cowok kayak gitu, apalagi jadi tukang PHP Key, aku hanya bantu dia seperti jelasin materi atau ngerjain tugas itupun di kelas atau di perpustakaan. Kami gak pernah bertemu di luar itu. Di kampus juga kalo kita ketemu cuma say hi aja.

Abis itu aku pergi, gak pernah mau barengan sama dia, takut dianya baper, eh taunya baper beneran. Tapi ya aku sadar sih kalo dia emang kayak caper ke aku dulu, bukan cuma dia sih ada beberapa mahasiswi Indonesia lain bahkan mahasiswi luar juga." Kalimat terakhir sengaja Dirga tambahkan untuk pamer ke Kaya.

Sayangnya Kaya abai dengan kalimat itu karena terlalu fokus dengan pertanyaan dikepalanya.

"Bener begitu? Jadi emang atasan kamu itu kebawa perasaan sendiri aja ya. Lalu kok bisa kalian masuk kantor sama-sama?"

"Iya gitu, sejak sikap dia mulai aneh, aku mulai menjauhi dia Key, dianya aja yang lebay. Karena aku yang awalnya nyapa dia dan ngajak berteman, kege'eran kali. Dulu itu dia entah sengaja atau enggak, cerita masalah perusahaan ayahnya, hingga akhirnya aku tahu ada lowongan buat lulusan jurusan aku. Aku lalu cari informasi nya di website dan masukin lamaran. Lalu sikap dia makin aneh saat aku melamar tanpa sepengetahuan dia dan keterima di perusahaan ayahnya, makanya kemarin aku tegaskan kayak gitu." Jelas Dirga panjang lebar.

Dirga memutuskan beranjak ke dapur mengambil minuman untuk membasahi tenggorokan nya yang kering karena banyak bicara. Obrolan panjang mereka untuk pertama kalinya.

Kaya manggut-manggut mendengar penjelasan Dirga, "Tasya putri tunggal pak Rudyatmo Ga, biasanya ya anak tunggal itu dibesarkan dengan berlebihan kasih sayang oleh orangtuanya, makanya dia tumbuh jadi anak keras kepala dan manja, apalagi orang tuanya kaya raya begitu. Nasib kamu aja yang apes niat buat cari teman, malah dapetin fans fanatik." Goda Kaya tertawa.

Dirga yang sedang di dapur mengangguk kan kepala nya menyetujui omongan Kaya, teman yang sekarang jadi atasannya itu, dibesarkan dengan cara yang berlebihan, jadi wajar jika sikapnya juga sering berlebihan, sayangnya kenapa harus Dirga yang menerima nasib buruk menghadapi sikap berlebihan Tasya itu.

Tak lama setelah Dirga duduk kembali di sofa depan tv dan akan menanggapi ucapan Kaya tiba-tiba hp Dirga berdering, nama Ny.Nilam tertera saat Kaya tak sengaja meliriknya. Ia kira Tasya yang menghubungi Dirga, mengingat mereka banyak membicarakan nya sejak tadi. Kaya tersenyum kecil mengingat pikiran konyolnya sesaat tadi.

Dirga hanya menatap hpnya yang berdering, berat rasanya kembali berhubungan dengan keluarganya. Ingin ia mengatakan mantan, tapi tak mungkin, karena tak akan ada ikatan darah yang terputus hanya karena masa lalu. Kecuali..

Tanpa sengaja Dirga memandangi Kaya yang terlihat tak nyaman saat mendengar hp nya berdering. Dirga memandang Kaya karena merasa bersalah, sempat memikirkan masalah pribadi gadis itu dan bundanya dulu, namun sepertinya Kaya menganggapi dengan berbeda. Karena gadis itu mengangguk padanya.

Dirga memutuskan untuk mengangkat telepon saat ia sudah memasuki kamarnya, sedang Kaya menjalankan tugasnya. Mematikan seluruh lampu utama sebelum memutuskan masuk ke dalam kamar, beristirahat. Ia cukup lelah hari ini.

"Halo nak."

"Iya."

"Apa kabar? Kapan pulang ke Indonesia? Mama, papa dan adikmu rindu."

Dirga tertawa, yah memang lelaki itu masih mengaktifkan kartu seluler  Indonesianya di aplikasi WhatsApp walaupun saat kuliah di Australia dulu. Namun kartu itu tak pernah dipakainya mengingat pulsa yang keluar cukup besar jika diaktifkan disana. Jadi dia hanya mengisi pulsa cukup banyak agar bisa mengaktifkan kartu itu selama empat tahun.

Ditempat lain, Kaya kembali tersadar setelah obrolan panjang tadi. Bahwa yang tinggal bersamanya adalah anak dari sepasang orang tua yang menyakiti dia dan ibunya puluhan tahun lalu. Baru dua hari bertemu saja sudah membuat Kaya terlena, apalagi setelah sekian lama sendirian ia akhirnya memiliki 'teman' dirumah ini.

Namun pikiran waras Kaya cukup bijak memenangkan kegundahan hatinya. Tak baik jika melimpahkan kesalahan orang tua kepada anak mereka yang tak tahu apa-apa dan tak bersalah tentunya. Setelah pikirannya ikut tenang, matanya pun ikut menutup dengan tenang, mengistirahatkan tubuhnya yang terasa berbeda semenjak kembalinya Dirga di kehidupannya.

JanjiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang