Hai semua..
Kayaknya kemarin ada yang bahas soal ibu susuan ya
Jadi aku mau jelasin dikit nih, kalau Maya itu gak memberi ASI kok ke Kaya, gak percaya coba baca bab 24 disitu aku nulis memberi susu pertama kali bukan menyusui, jadi itu tandanya Kaya bukan anak ASI. Kasian Kaya, kok aku merasa jahat banget ya sama dia. 😢Orang tua kandung gak ada, baru bahagia sebentar eh, cinta pertama alias ayahnya selingkuh dan mendepak mereka. Sekali udah susah aja baru cari-cari, duhh kesel. Baru mau bahagia karena punya orang deket ehhh dapet cobaan lagi. Ya karena itu di part kemarin pingin ngasi yang manis-manis buat Kaya. Kasian Kaya friends, dia juga berhak bahagia. 😊
So, gak ada masalah ibu susuan lagi ya
Selamat membaca.
_____________________________________"Bisa jelasin ini ke aku?"
Dirga yang sedang duduk santai memandang gambar dirinya dan Kaya saat di kafe malam minggu lalu, foto itu diambil dengan angle yang bagus. Saat dia merapikan rambut Kaya yang terjatuh di depannya saat sedang makan.
"Woah, kirimin ke aku fotonya, bagus." Ucap Dirga santai.
"Bang, aku butuh penjelasan bukan jadi tukang ambil foto candid kalian." Tegas Tori.
Yah yang memergoki mereka malam Minggu kemarin itu Tori, saat itu dia sedang ngumpul dengan teman-temannya di kafe yang sama dengan Dirga.
"Menurut kamu?"
"Kalian saudara tiri bang, sedarah. Gak boleh sampai main perasaan. Aku juga suka sama kak Kaya tapi bukan jatuh cinta. Sedang abang udah sampai di tahap itu. Bahaya bang." Terang Tori, mengingat kan abangnya.
"Anak kecil kayak kamu tahu apa. Udah belajar yang rajin sana biar bisa masuk ke universitas bagus." Usir Dirga enggan memberi penjelasan.
"Aku akan kasi tau mama. Abang gak boleh kayak gini." Ancam Tori sambil keluar kamar dengan menahan emosi, ia agak kesal melihat reaksi abangnya yang tak peduli seperti ini.
"Terserah, jangan lupa kirimin ke aku foto-foto yang kamu ambil kemarin." Dirga tetap cuek dengan ancaman Tori, toh mamanya juga tak bisa apa-apa dengannya.
Dia tak suka diatur, oleh siapapun. Jadi dia tak takut dengan ancaman Tori. Karena disini dirinyalah yang memberi nafkah untuk keluarga ini.
"Apa benar foto itu nak?" Tanya ibu Nilam saat sedang berdua dengan Dirga dimeja makan.
Tori segera menghabiskan makan malam nya dengan cepat setelah memberitahukan apa yang ia lihat ke mamanya. Lalu masuk ke kamar. Ia takut terbawa emosi melihat ke cuekan dan sikap santai sang abang.
"Iya, saya sedang bersama Kaya malam itu. Dan kami yang berada di foto Tori tadi."
"Kamu tahukan dia kakak kamu." Ibu Nilam berkata pelan, takut menyinggung anaknya, karena ia paham karakter keras anak pertamanya itu.
"Tahu. Ada masalah?"
"Kedekatan kalian tak wajar nak. Mama gak pingin kamu jatuh pada kesalahan fatal."
"Mama jangan khawatir, saya tahu kok."
"Tapi nak, mama.."
"Saya sudah ngantuk, maaf saya tinggal ma." Dirga berdiri dari kursinya lalu pergi meninggalkan mamanya.
"Dirga.." Lirih ibu Nilam.
Ia sedih karena tak bisa dihormati anaknya, sehingga niat baiknya menasehati tadi malah tak dianggap bahkan diabaikan. Hatinya sakit melihat penolakan anaknya terus menerus itu.
Sementara dikamar, Dirga meremas rambutnya pelan. Dia tahu ini salah, tapi hati dan perasaannya tak bisa di bohongi. Yah, Dirga jatuh cinta kepada kakak tirinya itu. Sejak kapan? Entahlah. Mungkin saat pertama kali melihat Kaya dirumah sakit atau saat pertama kali melihat foto Kaya di meja kerja papanya. Dirga tak tahu pasti.
Dia bingung, ucapan Kaya saat mengusir nya dulu masih terngiang di telinganya, 'berhentilah menjadi anak durhaka Dirga.' Yah, Dirga sadar bahwa ia telah tumbuh menjadi anak durhaka yang tak menghormati orang tuanya. Ia ingin berubah dengan tak lagi berkata tak sopan kepada mamanya, tapi mengubah kebiasaan itu sangat sulit, karena itu ia melakukannya pelan-pelan. Dan memang sekarang ia bisa sedikit menghormati mamanya walau masih bersikap dingin.
Saat kacau begini Dirga lalu tanpa sadar membuka kasar laci meja belajar dikamar nya entah untuk mencari apa. Hingga akhirnya ia melihat sebuah kunci, kunci yang diserahkan papa saat mereka mengobrol berdua dulu. Dirga sempat melupakan kunci itu setelah menaruhnya didalam laci hingga hari ini.
Dirga berjalan keluar kamarnya menuju keruang kerja papa nya yang sudah lama tak di pakai. Ruangan yang berukuran 2x3m itu hanya berisi meja kerja beserta kursi sang papa yang dibawa dari rumah lama nya dan sebuah lemari cukup besar yang berisi buku-buku.
Pelan Dirga mencoba membuka semua laci di meja kerja itu, karena dia sudah lupa laci nomor berapa kotak yang papanya bilang itu tersimpan. Hingga akhirnya setelah beberapa kali mencoba ia menemukan kotak yang pernah dibicarakan papanya tersebut. Tak sabar Dirga langsung membuka kotak itu dengan kunci ditangannya. Setelah di buka kotak kayu berukir berukuran 25x15 cm itu berisi buku tabungan dan selembar kertas bertuliskan 'Untuk Gunni Dirganta Putra'. Dibalik kertas itu ternyata selain berisi buku tabungan juga amplop berisi kartu ATM yang masih tersegel, nominal yang tertera di buku tabungan itu membuat Dirga kaget, karena cukup banyak.
'Ini biaya pendidikan yang kamu tolak nak. Semuanya hak kamu, maafin papa yang menghadirkan kamu dengan cara yang tak baik ke dunia ini. Walau begitu papa tetap sangat bahagia menyambut kehadiranmu. Kamu jagoan pertama yang papa harapkan. Jaga diri baik-baik nak, papa sangat menyayangi mu.'
Setetes air mata mengalir di pipinya, yah Kaya benar, Dirga adalah anak durhaka, yang terus menerus menyakiti orang tuanya sejak kecil hingga dewasa. Seketika dinding tebal yang ia bangun roboh. Baru sekarang ia menyesal telah bersikap tak baik kepada orangtuanya.
"Maafin Dirga pa.. Maaf.." Ucapnya walau sadar ucapan ini sudah sangat terlambat.
Setelah beberapa saat terpekur menyesali sambil menenangkan diri, komitmen baru seketika hadir di benaknya, sejak saat ini ia berjanji untuk memperbaiki diri dengan berbakti kepada keluarganya, kepada ibu dan adiknya. Ia tak ingin menyesal kedua kali.
"Dirga janji akan jaga mama dan Tori buat papa, buat menebus kesalahan Dirga." Ucapnya kepada diri sendiri.
'Termasuk jika mama minta Dirga menjauhi Kaya.' Batin Dirga.
Dia menghela nafas, karena jujur inilah yang berat. Disaat hubungan mereka mulai membaik datang lagi cobaan baru. Seolah mengingatkan Dirga bahwa semua perasaan nya itu dosa, tak boleh di biarkan tumbuh apalagi berkembang.
Setelah itu ia melihat ada amplop putih yang bertuliskan 'Untuk Kanaya Sabitha' Dirga ingat papanya berpesan jika Kaya tak bersedia menemuinya sampai akhir ajalnya, maka Dirga diminta menyerahkan amplop itu ke Kaya. Tapi Kaya sudah bertemu dengan papanya bukan, jadi amplop ini sudah tak diperlukan lagi. Dirga yakin isi di amplop inilah salah satu alasan yang menyebabkan Kaya sempat berubah menjadi dingin dan mengusir nya dulu.
Tak di pungkiri tangan Dirga gatal ingin membuka amplop tersebut, mengetahui isinya. Tapi ia urungkan, karena mungkin isinya aib atau rahasia yang papanya tak ingin orang lain tahu selain Kaya. Dirga merapikan dan membawa kotak tersebut dan berniat membakar amplop putih untuk Kaya tersebut. Karena itulah pesan terakhir papa padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Janji
General FictionSetelah lebih dari 15 tahun hidup berdua dengan bunda setelah ayah menceraikan dan mencampakkan mereka atas nama cinta dengan wanita itu. Kaya dipertemukan lagi dengan mereka, keluarga baru ayahnya tepat di saat bunda pergi meninggalkan dirinya untu...