Gunni Dirganta Putra, anak lelaki pertama pasangan Gunawan Sapto dan Nilam Sari, nama Gunni adalah singkatan dari Gunawan dan Nilam. Ia lahir di bulan ke enam pernikahan orang tuanya. Dirga kecil dirawat dan dibesarkan dengan penuh kasih sayang oleh kedua orang tuanya, namun entah kenapa, ia tak merasa dekat dan menyayangi mereka.
Beruntung saat umur tiga tahun, ibunya melahirkan adik laki-laki bernama Tori Bagasta Putra, lagi-lagi nama Tori pun singkatan nama belakang kedua orangtuanya. Sapto-Sari. Perhatian kedua orangtuanya langsung teralihkan kepada adiknya. Dirga tak merasa iri sedikitpun, malah bersyukur. Papa mamanya tak lagi sibuk mempertanyakan sikap dingin Dirga kepada mereka.
Dirga tumbuh menjadi anak mandiri, sejak umur 5 tahun ia sudah bisa mengurus dirinya sendiri. Mandi, berpakaian, makan kecuali untuk cebok. Dia enggan tubuhnya sering disentuh oleh orang lain walau itu mamanya. Bahkan ia tak menyukai papanya padahal mereka tak pernah bersikap buruk padanya.
Ketika berumur 10 tahun, ia masuk ke ruang kerja sang papa, niatnya hanya ingin mengambil buku buat di baca karena bosan di ganggu adik dan ibunya. Namun niat awal yang ingin mencari buku teralihkan saat melihat foto anak perempuan kecil dengan wajah bulat dan senyum yang lucu terletak di figura di samping foto keluarga mereka diatas meja kerja ayahnya.
Dirga kecil penasaran dengan anak perempuan itu, lalu mengambil figura dan memperhatikannya dengan lekat. Anak kecil dengan pipi tembam, berkulit kuning langsat rambut hitam lebat sebahu dengan poni rata membuat ia terlihat menggemaskan. Mungkin umurnya 4 atau 5 tahun pikir Dirga.
Karena penasaran, setelah menaruh figura tersebut, Dirga malah memeriksa laci meja kerja ayahnya, dilaci ketiga, dia menemukan album foto dan sebuah amplop besar berwarna coklat serta foto yang terdiri dari Papanya, seorang wanita dan anak kecil berumur 3 tahun yang Dirga duga anak yang di figura tersebut.
Dirga menduga, ada sesuatu yang disembunyikan orang tuanya. Lalu perhatian nya teralihkan ke album foto, ia membuka album tersebut dan terkejut saat melihat foto anak perempuan itu. Dari bayi hingga yang terakhir foto dengan baju seragam SMP. Sepertinya foto itu di ambil sembunyi-sembunyi, karena semua hasil foto tersebut terlihat candid.
'Kanaya Sabitha Gunma (Kaya)' nama yang tertera di dalam album foto tersebut, lalu di bawahnya tertulis tempat, tanggal dan tahun lahir, rupanya anak perempuan itu lebih tua darinya. Lalu Dirga membuka amplop coklat, didalamnya berisi akta cerai, foto-foto lama pernikahan Papanya dengan seorang wanita bernama Maya Astuti, akta cerai itu berselang beberapa Minggu sebelum orangtuanya menikah.
Dirga hanya anak kecil berumur 10 tahun. Kenyataan ini cukup membingungkan. Ia tak bisa mencerna jelas maksud dari temuan hari ini namun ia tahu, ada yang salah. Kejanggalan demi kejanggalan itu terekam di otaknya yang cerdas, ia yang lahir saat 6 bulan pernikahan kedua orang tuanya, akta cerai dan foto anak perempuan.
Fakta yang ia sadari dan simpulkan sendiri saat berumur 12 tahun. Karena setelah kejadian itu, Dirga rutin mengunjungi ruang kerja Papanya diam-diam, hanya untuk melihat foto anak perempuan yang mencuri perhatiannya sejak pertama kali melihat. Foto itu selalu bertambah, dan anak perempuan lucu itu telah tumbuh menjadi remaja yang cantik.
Hingga akhirnya saat berumur 17 tahun, Dirga yang saat itu sudah kelas tiga SMA, sedang menjenguk Papanya yang masuk rumah sakit sejak siang tadi, setelah pulang sekolah. Dirga tetap tumbuh menjadi anak yang dingin kepada orangtua. Kenyataan yang sudah ia pahami diusianya sekarang membuatnya membenci diri sendiri dan keluarganya.
Mungkin inilah balasan Tuhan atas kejahatan kedua orang tuanya, anak pertama mereka malah dingin dan membenci mereka. Sejak SD hingga SMA Dirga sekolah di sekolah negeri, otak cerdasnya ia tutupi dengan tetap menjadi murid biasa dikelasnya. Ia tak ingin dibanggakan orangtuanya, bahkan sang Papa hanya membayar uang sekolah dan kelengkapan belajarnya, ia tak pernah sedikitpun menggunakan fasilitas mewah dari orang tuanya.
Berjalan kaki ke sekolah, bahkan membawa bekal untuk makan siang pun ia tak malu, Dirga sadar diri, bahwa ada keluarga lain Papa yang hidupnya terlantar bahkan mungkin kekurangan. Ia malu berbangga dan hidup mewah sementara gadis yang di foto itu hidup kesusahan bersama ibunya.
Saat memasuki lobi rumah sakit ia melihat seorang gadis berlari kecil memasuki rumah rumah sakit yang sama, ia menatap lekat gadis itu, hingga ia hilang menuju ruang ICU. Ia pun melangkah menuju arah yang sama karena papanya masih berada di IGD yang terletak tak jauh dari ICU.
Dirga memandang papa nya yang terlihat lemah, dengan selang infus dan kelelahan akibat pemeriksaan intensif dari dokter. Senyum sang papa dari atas kursi roda menyambut kedatangan Dirga, yang akan di pindahkan ke ruang perawatan.
Terdapat sang Mama dan Tori adiknya yang bersiap mendorong kursi roda.
Saat mereka keluar dari IGD, gadis yang tadi Dirga lihat keluar dari ICU dan wajah sedih penuh air mata. Hingga sapaan papa meyakinkan Dirga bahwa ia tak salah mengenali gadis itu."Kaya.." Panggil Papa.
Gadis itu terkejut mendengar suara lelaki yang memanggil nya. Ia menghapus air mata di pipi dan menatap pemilik suara dengan tatapan marah dan kecewa. Ekspresi sedih Kaya berubah menjadi datar dan penuh emosi.
"Pak Gunawan dan Ibu Nilam, apa kabar?" Sapa Kaya, kepada sepasang suami istri yang telah menyakiti ia dan bundanya sedemikian rupa.
"Kamu kenapa disini nak? Bunda sakit?" Tanya lelaki yang disapa pak Gunawan tadi.
"Apa urusan anda bertanya seperti itu!"
"Maafin ayah, maafin ayah Kay, ijinkan ayah bertemu bunda. Ayah mau minta maaf, ayah sakit." Pinta pak Gunawan mengiba, meraih simpati putri dan mantan istri yang dicampakkan nya dulu.
"Hahaha, minta maaf. Semudah itu ya anda mengatakan maaf setelah lebih dari 15 tahun anda menyakiti kami." Sinis Kaya.
"Jangan jadikan sakit anda yang baru seperti ini menjadi alat untuk meraih simpati dan maaf saya dan bunda, karena saya tidak akan memaafkan lelaki jahat seperti anda, yang bahkan sangat saya benci hingga detik ini. Namun sayangnya Tuhan masih baik dengan anda, dan keluarga anda." Kaya memandang Istri dan kedua putra pak Gunawan.
Ia tersenyum sinis melihat remaja lelaki yang menatap nya saat memasuki rumah sakit tadi. Lalu menatap ibu Nilam, perebut kebahagiaan bunda, yang terlihat pucat ketakutan, hingga melihat anak lelaki berpakaian SMP yang tampak bingung.
Saat pak Gunawan ingin mengucapkan sesuatu, terlihat brangkar didorong keluar ruang ICU, tempat Kaya keluar dengan penuh air mata tadi, diatasnya terdapat tubuh yang ditutupi kain putih. Wajah pak Gunawan langsung shock. Ia mencoba menepis kemungkinan buruk di pikirannya setelah melihat itu tadi.
"Tubuh ibu Maya, akan saya bawa keruang jenazah untuk dimandikan ya mbak. Mbak boleh langsung ikut saya masuk atau menunggu di depan. Ambulance sudah kami siapkan untuk mengantar jenazah kerumah duka." Ucap perawat yang mendorong brangkar jenazah Bundanya.
Seketika wajah Kaya berubah sendu, raut datar penuh emosi tadi seketika berubah menjadi hampa. Tampak kesedihan, marah, terluka dan kebencian terlukis diwajahnya.
"Anda sudah tahu kenyataan nya, sekarang saya permisi mau mengurus jenazah bunda saya." Kaya meninggalkan keluarga itu.
Pak Gunawan yang shock langsung meneteskan air mata pedih, rasa sedih dan penyesalan yang sayangnya sangat terlambat memenuhi pikirannya. Ia tak menyangka setelah sekian lama, ia akhirnya bisa bertemu dengan mantan istrinya dalam keadaan tak bernyawa bahkan ia belum sempat meminta maaf.
"Ijinkan papa ikut ke pemakaman bunda Kaya, papa menyesal, sangat menyesal." Ucap Pak Gunawan dengan air mata yang mengalir di wajahnya.
"Terserah anda, hanya saja saya minta jangan pernah anggota keluarga anda menginjakkan kaki di kediaman saya, saya tak sudi rumah saya dan bunda dikotori oleh kalian. Dan lagi, jangan meminta saya memanfaatkan anda sebelum anda mendapatkan maaf dari bunda. Setelah ini jangan ganggu hidup saya apapun yang terjadi." Kaya menjawab tanpa menatap mereka, pergi menyelesaikan administrasi agar bisa segera membawa jenazah bunda pulang.
Wajah emosi Kaya tadi seketika berubah, raut sedih, tangisan pilu keluar dari mulutnya dengan tubuh yang langsung luruh ke lantai rumah sakit. Tanpa sadar sepasang mata kembali mengikuti dan memperhatikan Kaya dari kejauhan. Bahkan matanya ikut mengeluarkan air mata, hatinya ikut sedih dan terasa sakit melihat kesedihan gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Janji
General FictionSetelah lebih dari 15 tahun hidup berdua dengan bunda setelah ayah menceraikan dan mencampakkan mereka atas nama cinta dengan wanita itu. Kaya dipertemukan lagi dengan mereka, keluarga baru ayahnya tepat di saat bunda pergi meninggalkan dirinya untu...