4. Not so smoothly

5.1K 787 15
                                    

Awalnya kupikir Jeno sudah sedikit berubah dan pergi jalan-jalan bersamaku seperti pasangan lainnya, ke pantai, nonton bioskop atau sekedar ke taman. Tapi yang sekarang terjadi 180 derajat berbeda dari apa yang aku perkirakan, dia membawaku ke toko video game, ya disinilah kami berada sekarang, dia sibuk berbicara dengan penjaga toko itu sedangkan dari tadi aku dicueki, dia bertanya-tanya tentang games terbaru, ekspresinya sangat excited, aku mau protes tapi tidak tega merusak kebahagiaannya, jadilah aku berputar-putar di toko itu melihat-lihat berbagai video game yang sama sekali tidak aku ketahui
Dia menghampiriku.

"Kau bosan?" tanyanya, mungkin dia melihat wajahku yang ditekuk.

"Sedikit..." jawabku bohong, tentu saja aku bosan, sangat bosan malah.

"Tunggu sebentar lagi ya..." ucapnya sambil mengusap rambutku pelan lalu kembali sibuk memilih-milih video game. Aku cuma bisa pasrah menunggunya.

Jam sudah menunjukkan pukul dua siang, sudah berlalu hampir satu jam sejak dia bilang padaku untuk menunggunya sebentar lagi, dia benar-benar maniak game sepertinya.

"Ayo, aku sudah selesai, kau lapar?" tanyanya, aku mengangguk, sejak tadi perutku memang keroncongan.

Kami pun pergi makan ke restoran tak jauh dari toko video game tadi, Jeno terus memandangku ketika makanan pesanan kami sedang dibuat, aku jadi salting dipandangi seperti itu.

Kenapa kau terus memandangku?" tanyaku tanpa memandang kearahnya.

"Memangnya tidak boleh?" dia malah balik bertanya.

"Ya boleh sih..." aku jadi bingung sendiri.

"Maaf ya aku tahu kau tadi pasti sangat bosan menungguku..." ucapnya tiba-tiba membuatku terkejut. Tumben dia peka
Aku cuma nyengir, tebakannya sama sekali tidak salah "Aku bukan tipe orang yang tahu tempat mana yang bagus untuk kukunjungi bersama pacarku, maaf kalau kau kecewa..."

Aku tersenyum maklum "Tidak masalah..."

"Kau mau pergi kemana? Terserah kau, pokoknya setelah kita makan kita langsung kesana..."

Aku berpikir sejenak "Aku mau ke taman dekat sungai Han..." aku selalu bermimpi mengunjungi taman itu bersama Jeno sejak pertama kali aku menyukainya, sepertinya mimpiku itu akan jadi kenyataan.

"Baiklah, setelah makan kita kesana..."
Makanan yang kami pesan pun datang, tanpa banyak bicara kami langsung menyantapnya, kami asyik dengan makanan masing-masing. "Hey kau lupa, tujuan kita pergi kan untuk merayakan kemenanganmu..." ucapku ketika dia sibuk mengunyah.

Dia cuma melirikku sebentar. "Lalu kau mau apa?"

"Bersulang..." ucapku sambil mengangkat gelas minumanku, dia nyengir kecil lalu ikut mengangkat gelasnya.

"Untuk kemenangan tim sepak bola Hanyang high school hari ini dan seterusnya..." ucapku mendekatkan gelasku ke gelas Jeno. Kami pun bersulang.

Aku terus memotret apapun yang bagus di taman itu, anak-anak yang asyik bermain sampai sepasang kekasih yang sedang bermesraan semuanya aku potret, Jeno seperti biasa malah asyik dengan gamenya, lagi-lagi aku dicueki, padahal di sekitar kami banyak pasangan yang sedang asyik pacaran, dia sama sekali tidak terganggu, aku benar-benar gemas melihatnya, aku yang awalnya sabar lama kelamaan kesal, aku putuskan untuk meninggalkannya dengan harapan dia akan mengejarku, haah.. sia-sia, dia tetap asyik dengan Ponsel nya.

Aku cuma bisa menghela napas kesal.
Aku berkeliling taman sendirian, kemudian aku melihat monumen yang indah di ujung taman, aku ingin berfoto dengan monumen itu, mataku mencari siapa yang kira-kira bisa aku mintai tolong, aku melihat seorang laki-laki juga sedang melihat monumen itu, tanpa ragu aku langsung menghampirinya.

"Permisi, boleh minta tolong ambilkan foto?" ucapku kepada orang itu sambil tersenyum, dia memperhatikanku sesaat kemudian tersenyum.

"Tentu..." aku langsung memberikannya kameraku kemudian tersenyum di samping monumen itu, laki-laki tadi memotretku. "Terima ka..."

"Sepertinya di ujung sana bagus..." ucapnya memotong kata-kata ku, dia menunjuk bagian kanan monumen, aku bingung tapi mengikutinya, dan dia mengambil fotoku lagi. Entah yang awalnya aku hanya meminta sekali, dia malah terus menyuruhku untuk bergaya di berbagai sudut monumen itu. Setelah merasa lelah aku memintanya untuk berhenti "Terima kasih banyak, tapi aku sudah lelah..." ucapku sesopan mungkin.

"Sayang sekali, padahal kau objek yang sangat indah untuk di foto..." ucapnya membuatku kaget, dia mengembalikan kameraku.

"Oh iya siapa namamu?" tanya nya sambil tersenyum. "Eh? Aku Jae.."

"Ehm, sudah selesai foto-fotonya?" tiba-tiba suara bass yang sangat aku kenal mengagetkan kami, aku memandang mukanya yang menahan marah.

"Jen... Jeno?" ucapku tergagap.

"Dia pacarmu?" tanya laki-laki itu padaku, aku diam, masih sangat kesal karena dia mencuekiku tadi.

"Ya, aku pacarnya, kenapa?" tantang Jeno dengan suara setenang mungkin.

"Kau sangat bodoh membiarkannya sendiri, bahkan dia memintaku untuk memotretnya padahal dia datang bersamamu pacarnya, dia sangat manis, kalau kau acuh padanya berikan saja dia untukku.."

BUGH! Jeno memukul pelipis orang itu kencang sampai dia terjatuh, aku terkejut lalu berusaha membantu orang itu berdiri.
"KENAPA KAU MEMBANTUNYA!!" teriak Jeno geram kepadaku, aku balas menatapnya tajam, orang itu meringis kesakitan.

"Kau baik-baik saja?" tanyaku, orang itu mengangguk. Jeno hendak memukul orang itu lagi. "HENTIKAN!!" kali ini aku yang berteriak, Jeno terperangah.

"Bangunlah..." ucapku sambil membantu orang itu berdiri.

"Maafkan aku..." aku membungkuk dan langsung berlalu dari hadapannya sambil menarik tangan Jeno. Setelah cukup jauh aku melepasnya, ku lihat wajahnya benar-benar kesal.

Hey kenapa jadi dia yang marah, seharusnya aku kan yang marah...?

"Aku pulang..." ucapku dingin, aku tidak mau membahas apapun tentang kejadian tadi, biar dia instropeksi diri. Aku berlalu dari hadapannya, tapi beberapa langkah aku berjalan aku merasa tubuhku di rengkuh dari belakang.

"Maaf.." bisiknya di telingaku hanya satu kata itu tanpa embel-embel apapun, aku hanya diam tanpa bergeming. Mataku terasa memanas. Sekuat tenaga aku menahan agar air mataku tidak jatuh dihadapannya.

"Aku menerimamu apa adanya Jeno, tapi aku tidak terima kalau kau menghadapi sesuatu dengan emosi..." ucapku dengan suara bergetar.

"Aku salah, aku minta maaf..." dia semakin merengkuhku erat.

Aku berbalik dan membalas pelukannya, aku menenggelamkan kepalaku di dadanya. Lalu aku mencubit pipinya. "Kau tahu, rasanya aku ingin sekali melemparkan handphonemu kesungai..." ucapku bercanda, aku tidak menyangka dia mengeluarkan handphonenya nya dan memberikannya ke padaku.

"Lempar saja..." ucapnya serius "Asal aku dimaafkan.."

Aku mengambilnya dan mengetukkan benda itu ke jidatnya pelan "Bodoh! Aku sudah memaafkanmu, tapi kalau kau tidak keberatan jangan memainkannya ketika sedang bersamaku..."

"Aku janji!" ucapnya yakin, aku tersenyum lalu mengembalikan handphone itu ke tangannya.

"Sudah sore, ayo kita pulang..." ajakku.

"Tunggu sebentar..." dia menahanku.

"Kemarikan kameramu..." aku bingung tapi kuberikan, dia langsung menuju orang yang ada di dekat situ. "Ayo bergaya..." dia kembali lalu merangkulku, orang yang tadi dihampirinya sudah siap memotret kami. Setelah berfoto dengan berapa gaya, Jeno mengambil kameraku kemudian berterima kasih pada orang itu.

To be continued...

Two Ways // Nomin ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang