5. Obstacle

4.6K 744 17
                                    

Hai.. aku lanjut ini setelah sekian lama hehehe, masih ada yang baca gak ya?

Enjoy!



======

Minggu ini adalah minggu yang cukup sibuk untukku. Aku harus berlatih dance secara intensif karena minggu depan grup dance sekolah kami akan mengikuti lomba, kali ini lombanya bukan campuran melainkan dibagi menjadi grup putra dan putri, aku kembali ditunjuk menjadi lead dancer. Oleh karena itu tanggung jawabku jadi double; mengurusi gerakanku sendiri kemudian mengurusi gerakan anggota lain. Tapi aku sangat menyukai hal ini, menjadi dancer handal adalah mimpiku sejak kecil. Oleh kerena itu aku selalu all out kalau ada momen seperti ini.

"Ayo semangat semangat..." seruku sambil menepuk-nepukan tanganku, memberi semangat kepada anggota lain yang sudah lumayan lelah.

"Jaemin-ah, aku kesulitan melakukan gerakkan 7..." ucap anggota dance yang bernama Renjun.

"Oke, ayo kita coba lagi, yang lain juga ikuti..." aku lalu mulai menarikan gerakkan 7 diikuti Renjun dan tiga anggota yang lain. Gerakkan 7 lumayan sulit karena harus menyeimbangkan gerakkan kaki dan badan bagian tengah, di tambah gerakkan kayang, sulit memang tapi semakin sulit aku semakin tertantang.

"Yeeeay aku bisaa!!" teriak Jisung ketika kami selesai mengulang gerakkan 7 untuk ke lima belas kalinya.

"Aku juga dooong..." timpal yang lain, aku tersenyum melihat nya. Lalu kami mengulang lagu dari awal dan kembali menarikannya, jika ada yang masih salah akan terus diulang hingga tidak terasa jam sudah menunjukkan pukul lima sore kami pun menyudahi latihan, dua gerakkan lagi yang masih perlu dilatih setelah itu semuanya beres.

Kami saling berpamitan kemudian berpisah, aku mengunci pintu ruang latihan, aku lihat lampu ruang latihan untuk tim putri masih menyala. Tim putri seperti biasa diketuai oleh Jennie noona.

"Eh Jeno kau masih disini?" aku terkejut mendengar nama Jeno disebut. Lalu aku menuju ke arah itu. Ku lihat salah satu anak dance putri sedang berbicara dengan Jeno yang bersandar di tiang dekat tangga.

"Aku menunggu seseorang..." jawabnya singkat.

"Ciee kau menunggu Jennie kah?" Jeno tampak terkejut

"Eh bukan..."

"Lalu kau menunggu siapa? Ah kau pasti malu kan mengatakan kalau kau menunggu Jennie?" anak dance itu menggoda Jeno.

Aku terus memperhatikannya "Sudah kubilang aku bukan menunggunya..." kali ini nadanya sedikit kesal.

"Hey, jangan marah-marah seperti itu, tenang saja aku akan menyampaikan pada Jennie kalau kau menunggunya..." ucap anak dance itu sambil tersenyum jahil kemudian berlalu.

Aku segera menghampiri Jeno. "Hey kau sedang apa disini?" sapaku padanya, bermaksud bercanda.

"Haah kau lama sekali...!" keluhnya ketika melihatku.

"Kenapa kau tidak bilang kalau menungguku?"

"Nanti kau pasti terus memikirkan aku kalau aku bilang, latihannya jadi tidak konsen..." aku tertawa, padahal benar sih apa yang dikatakannya. Dia langsung menggandengku sampai ke parkiran kemudian mengambil motornya.

"Tumben..."ucapku, ini pertama kalinya kami pulang sekolah bareng, biasanya kami pulang masing-masing karena setiap pulang sekolah dia sibuk dengan klub sepak bolanya sedangkan aku sibuk dengan klub danceku.

"Apa kau habis latihan?" tanyaku lagi.

"Tidak..." jawabnya lagi-lagi singkat dan seperlunya.

"Oooh, jadi kau sengaja menungguku ya?" godaku sambil nyengir-nyengir ke arahnya.

"Mungkin?" jawabnya cuek sambil menyalakan motor, aku merengut kesal. Dia itu terlalu gengsi untuk mengakui hal-hal seperti itu. "Cepat naik..." perintahnya sambil tersenyum melihatku yang cuma bengong, aku membalas senyumnya kemudian melangkah mendekat.

" Jenoooo..." tiba-tiba terdengar suara teriakan perempuan, kami refleks menoleh, aku cuma bisa mendengus kesal ketika melihat siapa yang berteriak tadi, ya siapa lagi kalau bukan Jennie noona.

"Ck, mau apa sih dia..." gerutu Jeno, dia melirik mukaku yang kesal. "Tunggu ya..." ucapnya, aku cuma bisa diam, berusaha percaya padanya.

"Hey Jeno!" sapa Jennie sambil tersenyum lebar kepada Jeno, sepertinya aku dianggap angin disitu.

"Lisa bilang kau menungguku yaaa..." mata Jennie mengerling genit ke arah Jeno.

"Tidak" jawab Jeno dingin, Jennie tersentak tapi dia tetap cuek. "Ah begitu..." nadanya kecewa "Tapi kau mau pulang kan? aku sudah selesai latihan dance, dan ini sudah hampir malam, apa kau keberatan kalau mengantarku?" pinta Jennie dengan muka dibuat memelas, aku lihat muka Jeno menampakkan kebingungan "Kau tidak sedang menunggu siapapun kan?" selidik Jennie kemudian melihat sekeliling.

"Eh Jaemin..." dia baru sadar akan keberadaanku.

"Hai noona..." sapaku seramah mungkin, berusaha tenang padahal aku ingin sekali menjambak rambutnya. "Kau sedang apa disini, tidak pulang? sudah selesai latihan kan?" tanyanya, Jeno memperhatikan kami dengan tatapan resahnya, sepertinya kali ini aku harus mengalah, bukan tepatnya aku harus kalah.

"Iya sudah selesai noona, kalau begitu aku pamit pulang..." ucapku lemas sambil menundukkan badanku mohon pamit tanpa menatap Jeno sedikitpun. Aku melangkah menjauhi mereka, kupikir ini akan jadi hari yang menyenangkan, tapi ternyata semuanya langsung berubah dalam sekejap. Aku melangkah secepat mungkin, aku tidak mau berpapasan dengan mereka, terlalu menyakitkan untukku, aku tahu Jeno tidak punya pilihan dan aku berusaha mengerti dirinya, aku pasti akan seperti itu juga kalau ada di posisinya.

Aku segera berjalan ke halte depan sekolah, untung ada bus yang lewat, tanpa berpikir lama aku segara menaiki bus itu, ketika aku sudah duduk sepertinya aku melihat Jeno menaiki motornya dan Jennie dibelakangnya, memeluk pinggangnya, entah aku benar atau salah karena emosi dan kecewa sudah menguasai diriku, aku hanya bisa menghela nafas.

To be continued...

Two Ways // Nomin ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang