Aku mengaduk-aduk makanan di piringku, tidak ada nafsu untuk memakannya. Sejak tadi aku memikirkan apa yang akan terjadi pada Jeno, berkali-kali ku tatap handphoneku, jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam, tapi dia belum juga menghubungiku untuk memberitahu keadaannya. Aku memutuskan untuk tidur saja, tadi Ibu menanyakan apa aku sakit, aku menenangkannya dengan mengatakan aku hanya sedikit lelah dan ingin tidur. Di kamar aku membolak-balikkan badanku gelisah memikirkannya.
Tiba-tiba handphoneku bergetar, buru-buru aku mengeceknya dan kulihat nama Jeno terpampang di layar, aku mau mengangkatnya tapi langsung ingat kalau aku kan sedang marah padanya, jadi aku tidak boleh terdengar terlalu semangat mengangkat telpon.
"Hmm?" jawabku sok cuek, padahal aku ingin sekali menanyakan keadaannya.
"Jaemin, kau dirumah kan?"
"Ya, kenapa? Sudah selesai berantemnya?" tanyaku akhirnya.
Dia tertawa, "Nanti aku ceritakan, sekarang ganti bajumu lalu keluar, aku sudah menunggumu..."
Dia itu benar-benar seenaknya. "Tsk.. malas ah..." ucapku berpura-pura padahal aku langsung bersiap mengganti bajuku untuk menemuinya.
"Oh ayolah..." dia merajuk.
"Memangnya mau kemana sih?" tanyaku dengan suara ketus yang dibuat-buat.
"Ada deh.. sudah kau ikut saja, 10 menit ya.." Jeno memutuskan telpon, dia itu benar-benar menyebalkan, apa dia tidak tahu kalau aku sedang kesal padanya, apa suara jutekku tidak cukup untuk membuatnya sadar.
Tapi ini lah aku, si bodoh yang terlanjur menjadi budak cinta laki-laki cuek itu, aku pun mengganti pakaianku dan segera turun ke bawah setelah pamit dengan ibuku. Aku mencari-cari Jeno tapi tidak kunjung menemukan sosoknya begitu juga dengan motornya, ck apa dia mengerjaiku, aku mengeluarkan hadphoneku untuk menghubunginya.
"Tin..tin!" terdengar suara klakson, ketika aku mengangkat mukaku aku menemukan mobil sedan berwarna biru metalik sudah terparkir di depanku, aku berusaha melirik siapa yang ada di dalamnya. Kaca mobil pun terbuka, aku menemukan Jeno sedang tersenyum ke arahku, aku tidak membalas senyumnya, hanya cemberut. Kulihat rahangnya lebam sepertinya bekas pukulan Mark tadi.
Jeno keluar kemudian membukakan pintu mobil untukku, dia sangat casual dengan kaos polo dan topi warna biru, eh itu kan topi yang dulu aku berikan kepadanya ternyata dia memakainya, aku senang tapi aku berusaha tidak peduli dan membiarkannya. Aku malah beralih ke jok penumpang belakang dan segera menutup pintu sebelum dia berkata apapun.
Dia menyusulku. "Kenapa kau duduk dibelakang?" tanyanya dari kursi kemudi. "Aku jadi seperti supir saja..."
Aku mendiamkannya dan menatap ke luar jendela mobil.
Jeno menghela nafas "Selamat ulang tahun..." kata-katanya berhasil mengalihkan pandanganku dari kaca mobil. "Sayang.."
Aku meliriknya sedikit, ia sedang tersenyum sambil menatapku.
"Kau pasti berpikir aku tidak tahu hari ini kau berulang tahun. Memang begitu sih, kalau Mark tidak bilang aku tidak akan tahu..." dia terus berbicara dan aku terus diam.
"Yasudah kalau kau memang masih marah, aku siap menerimanya..." kemudian dia menyalakan mobil dan mulai menjalankannya.
"Aku seperti supirmu saja kalau kau duduk di belakang seperti ini..." dia menengok ke arahku, "eh kalau dilihat-lihat kau semakin manis kalau cemberut, jadi kau marah terus saja deh..." ucapnya sambil nyengir, sejak kapan juga dia jadi gombal seperti itu.
Aku tidak tahu dia mau membawaku kemana sepertinya dia juga tidak ada niat memberitahuku. "Jaemin, bicaralah, aku kangen suaramu..." rajuknya, aku benar-benar tidak tahu dia habis makan apa sampai sok asik seperti itu, sangat tidak cocok jika dia yang mengucapkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Two Ways // Nomin ✔
FanfictionJaemin yang sudah lama menyimpan perasaan pada Jeno namun sama sekali belum pernah bicara dengannya, nekat untuk menyatakan perasaannya. Namun yang lebih mengejutkan lagi, Jeno menerimanya sebagai pacar? Jaemin terkejut hingga curiga apakah seorang...