15. Deserved

4.3K 536 16
                                    


Thank you for reading, voting or commenting, happy reading! <3

=====

Aku memandang diriku di depan cermin, aku sedang berada di ruang dance pribadiku sekarang, setelah mendapat surat itu bawaannya ingin ngedance terus, aku pun menyalakan musik dan mulai menari, rasanya sangat menyenangkan...

Tiba-tiba aku menghentikan dance ku karena teringat sesuatu, Jeno, ah.. aku jadi melupakan masalahku dengannya, aku yang tadinya semangat jadi lesu lagi, kumatikan musik dan aku terduduk seharusnya aku tidak sesenang ini disaat dirinya sedang kesulitan, dia sedang dirundung berbagai masalah menyangkut karirnya di sepakbola.

Jeno...aku mau menemuinya, aku merindukannya, aku ingin membagi kebahagiaan ini dengannya aku ingin dia tersenyum lagi.

Tok tok tok

Tidak berselang lama, terdengar ketukan pintu lalu pintu terbuka, pasti itu Ibu yang mau menyuruhku makan.

"Nanti saja eomma aku belum lapar..." ucapku sebelum dia berkata-kata, tapi tidak ada jawaban. Terpaksa aku bangun dari dudukku untuk melihat siapa yang datang.

"Kau..." aku tercekat melihatnya berdiri diambang pintu, ya dia yang saat ini aku pikirkan berdiri disitu. Wajahnya menampakkan kelelahan.

"Jaemin..."

Jeno menghampiriku dan sedetik kemudian memeluk tubuhku erat, dia menenggelamkan wajahnya di pundakku, aku merasakan cairan hangat mulai membasahi kaosku.

Aku membalas memeluknya sambil mengusap-ngusap kepalanya, berusaha menenangkannya. " Jeno..." hanya itu yang bisa kuucapkan, isakannya semakin kencang, aku bingung dia kenapa dan juga bingung harus berbuat apa.

"Apa sesuatu yang buruk terjadi?" tanyaku khawatir, dia menggeleng. "Lalu kenapa kau menangis?" "Apa kau sedang kelilipan?" tanyaku garing, tapi Jeno terkekeh kecil disela tangisannya.

"Terima kasih..." ucapnya masih sambil memelukku.

"Untuk apa?"

Jeno melepas pelukannya "Untuk membuat pelatih memintaku kembali ke klub..."

Aku membelalakkan mataku "Benarkah?"

Dia mengangguk, "Tadi pagi-pagi sekali aku ditelpon pelatih untuk datang ke sekolah ternyata disana sudah ada panitia penyelenggara turnamen kemarin, si brengsek itu juga datang..." Jeno mengelus pipiku, "Panitia bilang mereka akan bertanggung jawab mengembalikan nama baikku..."

"Wah selamaaaat, aku ikut senang!" aku mencubit kedua pipinya.

"Aku tidak tahu harus bagaimana membalas apa yang sudah kau lakukan untukku..."

"Kau ini, tidak perlu merasa berhutang seperti itu..." aku menepuk pipinya, "Ngomong-ngomong kau tahu darimana aku yang melakukannya?"

"Mark memberitahuku..."

"Ah..."

"Oh iya, aku mau menunjukkan sesuatu padamu..." dia mengeluarkan sesuatu dari tasnya, secarik kertas, "Ada agen pencari bakat yang menemui pelatih, dia sedang mencari calon-calon untuk menjadi pemain timnas U21, dan pelatih merekomendasikanku..."

"Benarkah?" aku membaca surat itu, kemudian memeluknya, "Selamat ya Jeno, kau sungguh hebat, aku benar benar sayaang padamu..."

Jeno terdiam beberap saat sebelum membalas pelukanku erat.

"Terima kasih, Jaemin. Terima kasih sudah nekat menyatakan perasaanmu padaku waktu itu, kurasa hari itu adalah hari keberuntunganku" ucapnya di perpotongan leherku.

Two Ways // Nomin ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang