I Don't Care

205 41 5
                                    

Hari yang dinanti-nanti setelah sekian lama—kata Willy— yaitu selesainya kegiatan KKN, salah. Bukan itu saja maksudnya. Namun, saat ia menginjakkan kakinya lagi di kosan tercinta karena akhirnya bisa melihat Jovita lagi.

Aw malu bgttt — Willy bukan the kid.

"Selamat datang di kosan yang berantakan," gumamnya bermonolog waktu tiba di kosannya. Ia letakkan barang-barangnya. Ya ampun, makin berat saja. Ya iya lah, namanya juga sempat-sempatnya beliin oleh-oleh yang Kebetulan bisnya sempat berhenti di Cimory Riverside, untuk ehem, calon mertua sekeluarga. Termasuk Jovita. Kayak yang sudah mantap saja Willy ini.

"Eh, kok Jovita gak nanyain gue, ya? Kenapa dia gak nyamperin atau apa gitu?" tanyanya pada angin lewat. Setelah rapi-rapi, ia keluar sebentar. Alasannya kalau ditanya, mencari angin sejuk. Kalau jawab di depan papanya Jovita, auto diketawain. Angin sejuk mbahmu kiper wi, katanya kalau mau menyembur Willy. Ya dipikir aja, bos. Ini Jakarta, kota padat tak pernah lepas dari rutinitas. Yow, biasanya orang desa kalau mampir ke Jakarta pasti terkena flu terlebih dahulu entah batuk atau pilek. Biasanya loh, ya.

Willy pun tiba-tiba kepikiran untuk modus, ke minimarket dekat sana tapi jalan kaki. Nanti kalau ditanyain ya tinggal jawab, pengen jalan kaki aja hitung-hitung mengurangi polusi udara. Oke, bos. Mangtap. Modusnya pandai sekali. Ia keluar dan melangkah melewati kediaman Jovita. Lah, sepi? Ya memang biasanya begini. Pintunya terbuka, pagarnya tertutup. Kalau tidak ditutup, nanti ada maling. Mereka semua pasti di dalam rumah. Willy mencoba tidak peduli dan tetap melangkah menuju minimarket.

Sampai di minimarket, cuman beli es krim dan sereal mangkok kecil 9 ribuan. Bayar, selesai. Sebenarnya, malas sekali untuk ke sana karena Willy harus bertemu kasir kegatelan. Menyebalkan. Yang ditanya nomor telepon mulu. Padahal, Willy selalu membeli pulsa kepada Kai. Biar aman.

Balik lagi melewati rumah Jovita. Kali ini berbeda. Ibunya sedang menyapu teras. Willy ya lihat juga ke arah sana, siapa tahu ibunya melihat balik. Tuh kan, benar. Willy pun menyapa ibunya Jovita. Teringat, kenapa dia gak sekalian bawa saja oleh-olehnya?

"Loh? Sudah pulang, Wil?" tanya ibunya Jovita.

Willy tersenyum ramah, matanya menyipit. "Iya, Tan" jawabnya singkat. Ia sempatkan berdiri di depan pagar kediaman Jovita.

"Kapan?" tanya ibunya Jovita lagi.

"Tadi, Tan" jawab Willy.

"Habis dari mana?"

"Minimarket"

"Oh, iya-iya. Eh, tunggu sebentar, Wil" kata ibunya Jovita yang diiyakan Willy. Ibunya Jovita masuk ke dalam rumah, entah ingin apa. Lalu, keluar lagi dengan membawa sesuatu. "Ini, ada bingkisan dari RT sini. Saya sengaja sisain buat kamu" kata ibunya Jovita membuat mata Willy berbinar.

"Wah, seriusan buat saya?" tanya Willy tak percaya.

"Iya" ibunya Jovita mengangguk.

"Aduh, makasih banyak ya, Tan. Maaf banget ngerepotin. Jadi gak enak, nih" katanya berbasa-basi.

"Enggak, kok. Daripada mubazir, kan? Mending saya sisain. Semua anak kos juga dapat bagian tapi yang ngasih ibu kosmu langsung. Nah, berhubung rumah saya yang jadi gudang buat sisanya dan saya ingat kamu gak di kosan waktu pembagian ini, ya saya sisain, deh" ujar ibunya Jovita.

"Sekali lagi makasih banyak, Tan" balas Willy.

"Iya. Kamu kalo dikasih apa-apa pasti nyenengin hati, Wil. Tante suka"

"Aduh, jadi malu nih"

"Malu kalo di depan Jovita, sama tante mah biasa aja"

"Hehehehe, enggak, Tan"

Sky and LandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang