3

1.1K 72 3
                                    

Jam sepuluh malam

Mac meneguk gelas berisi bir dan ingin bersenang-senang untuk merasakan lingkungan baru pada kota sekarang tempatnya menaung kehidupan baru.

"Bung. Masih ingin tambah?" Bartender bertanya pada Mac. Bir yang Mac minum telah habis sekali teguk. Beberapa kali Bartender itu menggelengkan kepala.

"Ya. Tambahkan lagi birnya," kata Mac. Kesadaran Mac masih baik-baik saja. Beberapa menit atau setengah jam ia tahu ia pasti akan teler.

"Apa kau sedang patah hati, Bung?" Bartender itu menuangkan bir ke dalam gelas Mac. Bahu Mac mengangkat santai. "Astaga. Para pemuda itu datang lagi."

"Apa?" tanya Mac bingung.

"Oh, pemuda di kota ini. Lihat di belakangmu." Bartender memberi tahu setelah menutup botol bir. "Mereka telah menjadikan kelab ini sebagai tempat berkumpul mereka. Astaga, iya, aku baru ingat. Hari ini sabtu. Itu mengapa mereka kemari."

Mac memutar kembali pandangannya. Mata Mac menatap gelas berisi penuh bir yang bagian atas telah berbusa putih. Mac tersenyum tipis. "Mereka hanya ingin menikmati masa muda."

"Omong-omong aku baru melihatmu. Apa kau orang baru di kota ini?"

Mac mengangguk.

"Panggil aku Robert," kata Bartender itu. Mac tersenyum segaris. "Kau harus berteman dengan orang-orang di kota ini. Namun saranku lebih baik dengan para pria tua saja. Mereka sangat ramah."

Mac mengangkat gelasnya setengah ke udara dan tersenyum. "Aku Mac. Trims. Saranmu sangat berguna. Aku akan mengingatnya"

"Mac. Aku akan mengingatmu," kata Bartender itu. "Oh tidak, mereka menuju ke arah ke sini."

Mac mengedikkan bahu. Melanjutkan menikmati birnya.

"Robert seperti biasa. Barley bir dan braught bir," kata pria yang memakai jaket kulit hitam. Para pria yang Robert katakan kini tengah berjejer di depan meja bar. Mereka berjumlah tiga orang dengan baju berbeda-beda.

"Oke, Liam." Robert menjawab pria itu dengan pelan.

Robert mengambil botol bir di rak kumpulan bir. Mac memerhatikan sejenak lalu menatap kembali ke gelas berisi bir miliknya.

"Stout bir, ya?" sahut salah satu pria dari tiga pria di sebelah Mac.

Mac menolehkan kepala ke kiri. Mac tahu bahwa salah satu dari tiga pria itu menyahut padanya. Mac hanya tersenyum segaris dan mengangkat bahu dengan santai.

"Bir yang kau minum sangat pahit," ujar pria berambut pirang kuning.

"Aku menyukainya." Mac mengangkat gelas bir setengah dada. Senyum Mac masih bertahan di sana.

"Kau pria yang menarik. Wajahmu baru pertama kali kulihat. Apa kau orang baru di kota ini?" tanya pria bermata biru pada Mac.

"Ya. Aku baru di sini." Mac menjawab santai.

"Aku Liam. Namamu siapa?" Liam, pria yang memakai jaket hitam itu memberikan uluran jabat tangan ke arah Mac.

"Mac." Mac membalas jabat tangan Liam.

"Senang berkenalan denganmu, Mac. Oh, ya, di sebelahku Edwin, lalu di sebelah Edwin adalah Timmy."

"Senang berkenalan dengan kalian," kata Mac ramah.

"Liam!!!" seseorang dari arah belakan tenga memanggil Liam. Suara orang tersebut cukup nyaring.

Mac menoleh ke belakang.

"Apa mereka wanita-wanita itu kekasih kalian?" tanya Mac seraya memutar pelan pandangan ke arah Liam.

"Hanya satu. Yang pakai jin cokelat. Dia kekasihku. Cynda. Aku memanggilnya Cyn. Lalu yang memakai tangktop merah adalah pemilik bar ini. Dia adalah Pierge. Lalu satu lagi adalah sepupu Pierge, namanya Arnetta."

ONCE MORE | Novella #2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang