18

690 58 2
                                    

Ora telah terjaga seharian hanya untuk terus menunggu Al pulang akan tetapi dorongan kantuk begitu kuat, Ora tidak dapat menahannya. Ora tidak memiliki riwayat insomnia, sehingga Ora menyerahkan kelelahannya menunggu Al dengan memejamkan mata dan waktu yang berputar mengantarkan Ora menuju alam istirahat-Ora tertidur-seluruh syarafnya beristirahat total.

Keesokan harinya. Suara kicauan burung membangunkan Ora. Sayup-sayup Ora mendengar suara beberapa orang yang berbeda. Ora membuka mata dan beberapa lama Ora mengadaptasikan pandangan pada sekitar objeknya. Kamar yang sangat akrab, hingga suara Ora keluar dalam bergumam, "ini kamarku."

Ora menyibak selimut yang menutup setengah tubuhnya, tiba-tiba suara yang sangat akrab membuat kening Ora mengerut. Cepat-cepat Ora turun dari ranjang tidur lalu keluar dari kamar. Langkah Ora setengah linglung karena melangkah tergesa-gesa.

"Al! Allen?!" panggil Ora menggelegar. "Allen?! Kaukah itu?"

"Ora." Al menjawab, terdengar suaranya.

Suara tersebut adalah suara Al. Ora mendengar suara Al dari ruang tengah. Ora berjalan masih tergesa-gesa, dan sedikit napasnya terengah.

Ora tersenyum. Al berlari kecil menuju tempat Ora.

Ora menurunkan punggung.

"Oh Tuhan terima kasih. Aku sangat merindukanmu, Al." Ora memeluk Al dan dalam pelukan itu Al mengangguk pelan.

"Maafkan aku, Ora." Al berbisik pelan.

"Aku tidak pernah mengajarimu kabur, Al. Sudah dua kali kau melakukannya," ujar Ora, kental suara sedih Ora terdengar, namun Al tidak mendengar hal tersebut.

Ora menarik diri dari Al. Melepaskan pelukan mereka. Kedua tangan Ora memegang pelan lengan Al dan menatapnya dengan sedikit serius.

"Jadi kapan kau sampai?" tanya Ora kepada Al.

"Kami. Ada dua Paman bersamaku," koreksi Al. "Pukul delapan pagi. Kau sedang tidur ketika itu. Aku tidak ingin mengganggu tidurmu karena kau terlihat sangat lelah. Bibi Kya menceritakan padaku bahwa kau beberapa hari belakangan ini terus menungguku."

Ora berangguk. "Ya, Allen, aku memang menunggumu."

"Maaf aku mengulangi lagi kesalahanku." Al bersuara nyaris tak terdengar.

Ora menghela napas. "Besok kau akan aku antar kembali ke asrama. Sudah hampir seminggu kau tak sekolah. Dan kau harus tahu bahwa kau telah melanggar aturan sekolah karena kabur diam-diam. Aku akan berbicara dengan kepala sekolah dan meminta sedikit belas kasihnya."

Al menggeleng dengan kuat. "Aku tidak mau kembali ke asrama! Aku ingin di sini denganmu. Mereka akan mengerjaiku."

"Allen. Jangan melawan. Aku akan mengatasinya, jadi kau tidak usah mengkhawatirkannya. Kalau kau sudah selesai dari sekolah itu kau bisa bersamaku. Kita akan kembali bersama seperti dulu. Namun untuk sekarang tidak bisa." Ora membalasnya dengan tegas. Ora tak ingin Al membantah. Keputusan Ora sudah bulat.

Al menyentak tangan Ora. Wajah Al menatap marah kepada Ora. "Kau tak akan mengerti Ora, karena kau tidak ada di sana! Aku yang merasakan penindasan mereka, dan aku yang menangis bukan kau. Lebih baik aku memiliki banyak pelanggaran karena dengan begitu aku dengan mudah dapat dikeluarkan dari sekolah itu."

"Allen. Aku tidak pernah mengajarimu seperti itu. Jangan membantah orang lebih tua darimu. Suka tidak suka, besok kau tetap akan kembali ke asrama sekolah."

Al mundur selangkah lalu pergi dari hadapan Ora menuju masuk ke dalam kamar Ora. Al membanting pintu kamar. Sisi lain Al yang baru saja Ora ketahui ini akan membuat Ora susah mengatur Al. Ora tahu kalau Al tak mungkin memiliki karakteristik satu orang saja. Al memiliki dua karakteristik yang kini mulai terlihat karena kromosom yang Al miliki bukan hanya ada Ora di dalam tapi ada kromosom Y.

ONCE MORE | Novella #2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang