SATU

9.4K 577 8
                                    

Sasuke kun, ku harap kau senang dengan kabar ini

Ku harap dengan kehadirannya, kau menjadi lebih hangat padaku, dan tentu pada anak kita juga

Aku akan terus berusaha menjadi istri yang baik bagimu agar kau menyayangiku juga

Nanti kita akan sama sama membesarkan anak kita dengan banyak kasih sayang
.


.

"Anda ingin minum dulu? Sepertinya anda kurang konsentrasi dalam menyetir"

"Ah tidak perlu nyonya. Hanya ngantuk sedikit. Lagipula sebentar lagi kita sampai. Nyonya pasti ingin secepatnya memberitahu tuan tentang kabar bahagia ini bukan?"

"Iya tentu pak"

"Tuan pasti akan senang nyonya"

"Pak awaaaas"

Tiiiiiiiiin

Braak!

.....

Hinata's POV

Saat aku membuka mata, yang kulihat hanya ruangan berwarna putih yang luas. Ku pandangi tiap sisi ruangan ini namun aku tidak melihat apa pun. Tidak ada orang lain. Tidak ada benda lain. Tidak ada keberadaan lain selain aku disini.

Ah aku baru ingat, mungkinkah aku sudah tiada? Mungkinkah aku berada di batas antara hidup dan mati? karena ini bukan surga namun juga bukan neraka.

Aku tidak merasakan sakit yang seharusnya aku alami akibat kecelakaan itu. Kecelakaan yang merenggut nyawaku, nyawa anakku, dan mungkin nyawa orang lain juga. Kecelakaan yang merenggut kebahagiaan yang sedang ku susun. Kebahagiaan yang ingin ku raih untuk kelangsungan pernikahan kami.

Ku pejamkan mataku sejenak. Memikirkan kehidupan pernikahan yang jauh dari kata bahagia.

"Kenapa kaa-san menjodohkanku dengannya? Hanya karena dia menyelamatkan kaa-san?"

"Apa tidak ada yang bisa kau lakukan selain menangis?"

"Berhentilah bersikap sok baik padaku".

"Berhenti ikut campur dengan urusanku".

"Ya. Aku membencimu. Selamanya akan seperti itu Hinata. Aku tidak ingin pernikahan sialan ini. Karena kau, aku harus berpisah dengan sakura".

Berhenti. Cukup Sasuke-kun. Aku hanya menyayangimu apa tidak boleh? Sedikit saja, lihatlah perhatianku sedikit saja Sasuke-kun. Tolong anggap aku ada.

Kenapa kau selalu menyalahkan ku. Aku tidak pernah ada niatan untuk memisahkan mu dengan sakura. Aku tidak pernah meminta dipertemukan dengan Mikoto kaa-san. Aku tidak pernah meminta dipertemukan denganmu. Aku tidak pernah berniat masuk ke kehidupanmu.

Ku mohon hentikan ini. Aku tidak mau mengingatnya. Aku ingin melupakannya.

Sudah cukup fisik dan batinku tersiksa selama ini. Apa aku tidak berhak bahagia? Bahkan setelah mati pun aku masih harus mengingat semua perlakuan burukmu.

Tuhan. Apa salahku. Apa kesalahanku sungguh besar? Hingga hidupku selalu menderita? Aku menangis sejadi jadinya.

Aku marah dengan keadaan ini, keadaan menyedihkan ini. Aku berlari meminta keadilan pada Tuhan. Terus berlari tak tentu arah, hingga tiba tiba cahaya menyilaukan menerpaku, membuatku kesulitan melihat apa yang ada dibaliknya. Apa lagi yang akan terjadi padaku?

....

Normal POV

"Akhirnya kau sadar juga" ucap seorang perempuan separuh baya itu lega. Sudah 2 jam gadis yang menolongnya itu tidak sadarkan diri. Kata dokter luka di kepalanya cukup parah.

"Eh kenapa kau menangis nak? Apa ada yang sakit? Biar bibi panggilkan dokter ya?" Dilihatnya air mata yang mengalir dari sepasang bola mata amethys milik sang gadis.

"Ah tidak perlu kaa-san" ucap Hinata setelah lama terdiam dalam kebingungannya. Telapak tangannya naik untuk mengusap pipinya yang basah. Apalagi ini? Apa aku tidak jadi mati dalam kecelakaan itu?

"Kaa-san? Apa wajah bibi mirip dengan ibumu nak? Apa kau menginginkan ibumu berada disini?" Tanya perempuan paru baya itu bingung.

Sementara Hinata juga terlihat bingung. Bagaimana ibu mertuanya ini tidak mengenalinya? Situasi apa ini? Jika ada kemungkinan amnesia, bukankah seharusnya dirinya yang tidak ingat? Tapi kenapa malah ibu mertuanya yang tidak ingat?

Lalu ketika matanya melihat pada kalender yang tergantung di ruangan itu, dia menyadari satu hal penting. Dia kembali pada masa lalu. Tepatnya 3 tahun yang lalu sebelum kecelakaan itu terjadi. Dan sekarang adalah awal mula ia bertemu dengan ibu mertuanya ini.

"Ah tidak, maksudku aku hanya merindukan kaa-san. Sudah lama sekali semenjak kaa-san meninggal" dia tidak berbohong. Dia merindukan ibunya dan ibu mertuanya juga tentunya. Satu satunya hal baik dari kehidupan pernikahan nya ialah memiliki mertua yang sangat menyayangi nya.

"Kau boleh memanggilku kaa-san kalau begitu, dan terima kasih karena telah menyelamatkan kaa-san" ucap perempuan itu seraya memeluk gadis penyelamatnya. Mengusap-usap punggung sang gadis untuk menenangkannya.

"Kaa-san" lirih Hinata seraya membalas pelukan itu. Di kehidupan manapun, ibu mertuanya memang selalu baik padanya.

Setelahnya perempuan paru baya itu mengenalkan dirinya sebagai Mikoto. Mikoto juga menceritakan bagaimana Hinata bisa berada di rumah sakit ini- karena menyelamatkan Mikoto yang hampir tertabrak oleh pengguna jalan yang lain, yang malah berakhir dengan tertabraknya Hinata dengan luka di kepala yang cukup parah.

Mikoto juga mengatakan bahwa hinata harus menjalani perawatan di rumah sakit ini selama seminggu hingga keadaannya sehat. Semua biaya perawatan ditanggung olehnya sehingga Hinata tidak perlu khawatir.

Mereka berdua membicarakan banyak hal. Mereka berdua bahkan membicarakan kehidupan pribadi masing masing, seolah sudah saling mengenal dengan cukup baik. Hinata merasa nyaman dengan sikap Mikoto yang ramah namun juga tegas.

"Kaa-san harus pergi nak. Kau baik baik disini ya. Nanti malam, kaa-san akan menjengukmu lagi. Semoga segera sembuh". Ucap Mikoto seraya bangkit dari duduknya dan mengusap puncak kepala Hinata.

"Iya kaa-san. Tidak perlu memaksakan diri untuk menjengukku." Balas Hinata sambil tersenyum.

Mikoto hanya tersenyum lalu mengangguk pada Hinata dan berlalu dari sana. Hinata hanya menatap pintu yang tertutup itu dengan diam karena pikirannya sedang memikirkan banyak hal.

Jika ini seperti masa lalunya, maka nanti malam ibu mertuanya akan datang dengan anak semata wayang mereka. Uchiha Sasuke. Orang yang paling ingin Hinata hindari.

ChangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang