LIMA

4.1K 445 9
                                    

Happy reading

.

.

Pagi yang cerah ketika matahari memancarkan sinarnya. Tampak riang berceloteh sekelompok burung pipit sambil mengepakkan sayap-sayap mungilnya dan hinggap di kabel yang melintang. Mereka seolah riuh berbincang tentang satu tempat dengan hamparan sari bunga dan biji-bijian buah yang telah matang untuk disantap sebagai sarapan pagi mereka.

Kelopak mata itu bergerak-gerak gelisah saat seberkas sinar mentari menerpanya dari celah gorden. Perlahan matanya mengerjap pelan, membiarkan matanya beradaptasi menyesuaikan cahaya yang masuk.  Sambil mengucek, matanya melirik ke arah jam yang ternyata telah menunjukkan pukul enam.

Setelah mendudukkan dirinya sebentar, gadis itu kemudian melangkahkan kakinya ke arah jendela. Tangannya terangkat membuka gorden jendelanya. Matanya memandang langit biru dengan gumpalan awan putih yang menggantung. Cuaca hari ini sangat cerah.

Setelah seharian kemarin hanya membaringkan diri di flat pasca kepulangannya dari rumah sakit, hari ini Hinata berencana untuk mencari pekerjaan. Namun sepertinya ia harus membersihkan flat nya terlebih dulu. Keadaan berantakan ini sangat mirip dengan kapal pecah yang pecah berkali-kali.

Bagaimana mungkin kemarin aku bisa bersantai dengan keadaan seperti ini? Batin Hinata. Lemari yang terbuka lebar dengan banyak sekali baju yang berceceran di lantai, meja makan yang penuh dengan bungkusan makanan, debu yang menempel di lantai maupun di kaca jendela, bahkan bunga lavender kesayangannya sudah mati, kering karena tidak diurusi selama seminggu.

Sudah cukup observasinya. Mari bergerak

Semua pakaian yang berserakan dimasukkan ke keranjang pakaian kotor hingga membentuk gunungan yang tinggi ,walaupun tidak setinggi gunung Fuji, namun cukup membuatnya pegal jika ingin mencucinya sendiri. Ia akan menyerahkannya pada bibi Yukari di laundry.

Kaca jendela juga dilap hingga kain lapnya bahkan berubah warna menjadi hitam keabu-abuan yang sungguh sangat menjijikkan, tidak heran karena debunya setebal make up yang sering dipakai atasannya dulu. Bungkus makanan yang semalam ia makan, dimasukkan ke plastik sampah.

Ada apa dengan flat ini? Benarkah aku tinggal disini? Batin Hinata melihat seberapa banyak debu dan sampah yang ditemui nya. Saat ia membereskan bagian dapurnya, ia melihat ada semangkuk kare yang sudah basi, pasti itu makanan terakhirnya sebelum kecelakaan.

Kenapa harus kare?

"Sasuke-kun tidak ingin mencicipi kare nya?" Mereka berdua tengah menyantap sarapan pagi di meja makan. Hinata melirik Sasuke yang memakan sarapannya dengan tenang. Ia senang karena jarang sekali suaminya sarapan dengannya seperti sekarang.

"Tidak."

"Ini sangat enak, aku menambahkan beberapa potong tomat. Ayo makanlah." Ia mendekatkan panci kecil berisi kare buatannya ke arah Sasuke.

"Kau yakin itu bisa dimakan? Bukan racun?" Sasuke hanya meliriknya sekilas, terlihat enak dengan potongan tomat yang cukup banyak, namun matanya kembali fokus pada makanan yang di piringnya.

"U-um. Aku sendiri yang membuatnya. Aku sudah belajar memasaknya dari bibi, jadi tidak mungkin tidak enak. Awalnya memang agak susah, tapi lama-kelamaan aku bisa membuatnya sendiri".

Melihat tidak ada pergerakan dari Sasuke, gadis itu berinisiatif mengambilkannya untuk Sasuke. Ia menuangkan kare pada mangkuk dan meletakkannya di dekat pria itu.

"Cobalah sedi--

"Kau berisik sekali." Sasuke mengambil mangkuk berisi kare buatan Hinata dan mulai menyendoknya. Baru satu suapan, pria itu langsung menjauhkan mangkuk karenya. Raut muka nya juga berubah dengan dahi yang mengkerut.

ChangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang