Pagi hari yang masih terbilang normal untuk perkemahan blasteran. Burung-burung berkicau, matahari terbit dengan indahnya, dan bau basa embun makin menyeruak. Sementara Jimin terlihat masih mengumpulkan nyawanya.
"Apa sudah bangun?" Suara tersebut sedikit mengagetkan Jimin. Matanya langsung menoleh ke sumber suara.
"Kai, sudah kubilang kau harus mengetuk pintu terlebih dulu" Jimin mengucek matanya yang masih berat untuk dibuka."Haha maaf, aku hanya memastikan ketua kita siap untuk misi" Goda saudara yang terlihat lebih bersemangat darinya.
"Aku hanya ketua sementara, Solar pasti akan menggantikan posisiku ketika ia kembali" Kai memasang ekspresi bingung."Solar.. tidak akan kembali menjadi ketua pondok Zeus, dia sudah sepenuhnya mengabdi kepada Artemis" Kai mencoba meluruskan hal yang sangat sensitif ini pada saudara nya.
Jimin tersenyum masam, ia tak mau munafik, memang ia sangat merindukan kakaknya itu. Dia takut kalau dirinya tidak bisa memimpin pondok sebaik Solar.
"Hei, kau akan menjadi ketua yang baik, aku yakin" Kai menyunggingkan senyumnya untuk menghibur Jimin.
Baginya sangatlah tidak baik jika pagi hari dimulai dengan wajah murung.Sarapan hari ini berjalan lancar. Tanpa ada Griffin yang datang (lagi)
Jimin berada satu meja dengan Tom, Andrea dan V."Kita tidak dapat kunjungan pagi ini?" Andrea mencoba memulai pembicaraan. "Sepertinya Graaf sudah muak dengan V hahaha" Tom menambahkan.
"Kalian salah, sebenarnya Graaf itu takut padaku, makanya dia tidak berani datang lagi" V seolah mengarang cerita. "Dia tidak akan datang kalau kau tidak memancingnya" Semua orang terkejut mengenai apa yang baru mereka lihat dan dengar.
"Doyoung, itu kalimat terpanjang yang pernah kau ucapkan di pagi hari, bahkan ketika sarapan?" Tom berbicara seperti seorang ibu yang bangga dengan anaknya.
Doyoung hanya mengangkat bahunya dan melanjutkan tidurnya di atas meja. " Dia mulai lagi" Andrea terkekeh.
Pekemah lainya sebagaian besar sudah pergi meninggalkan aula makan. Mereka memulai aktivitas seperti biasa. Berlatih pedang, mengangkat beban, mencoba menciptakan hal baru, dan masih banyak lagi.
***
Jey tengah membenarkan posisi busur panah nya yang sempat bengkok. Terlalu serius dengan benda di tangannya, sampai membuat Jey melupakan eksistensi seseorang yang sedari tadi memerhatikan nya.
"Se.. Sejak kapan kau berdiri disana Wen?" Jey berusaha bersikap normal, walaupun sebenarnya ia sempat nyaris berteriak kaget.
Gadis itu melemparkan senyuman. "Mungkin beberapa menit yang lalu, aku sedang mencari bahan untuk ramuan ku dan tiba-tiba melihatmu disini" Jey masih mencerna kata-kata gadis yang sedang berdiri didepannya.
"Aku merasa tertarik, lalu aku menghampiri mu" Lanjut Wendy.
Jey mengangkat alisnya pertanda ia mengerti apa yang Wendy bicarakan."Kau akan mengikuti misi ke Roma yaya?" Jey menoleh ke arah gadis itu untuk kesekian kalinya. "Ya, aku dipilih oleh Mr. G, dia bilang kemampuan panah ku dibutuhkan dalam misi ini"
"Kalau begitu ini" Wendy nampak menyodorkan sebuah keranjang kecil yang terbuat dari rotan. Dengan mukanya yang tidak dapat dilihat jelas karena ia menundukan kepalanya.
Jey menerima keranjang itu. "Apa ini?" Tanya laki-laki bersurai hitam tersebut. "Beberapa amunisi untukmu" kata Wendy seraya pergi meninggalkan Jey.
"Amunisi?" Perlahan jari-jari Jey membuka tutup keranjang kecil ditangannya. "Manisnya" Ucap Jey pada dirinya sendiri mendapati amunisi yang Wendy maksud adalah kue-kue kering yang terlihat imut dan lezat.