Rasa Bertepuk Sebelah Tangan

283 12 0
                                    

Pernahkah kalian merasa bersalah pada sesuatu yang tak ingin kalian hadapi? Lalu serasa ingin lari dan tak ingin ikut campur pada sesuatu tersebut?. Yah, itulah yang aku hadapi saat itu, aku merasa bersalah pada sebuah hati yang tulus ingin mengenalku namun aku serasa lari dan tak ingin di dekatinya, sebab hati maupun rasa tak bisa untuk di paksakan. Di sisi lain aku sedang kagum dengan seorang pria, lagi. Yang menjadi masalah adalah, haruskah aku mengabaikan rasa dari hati seorang perempuan? Sedangkan aku adalah seorang pria. Namun perasaan ku tidak pernah bisa untuk mencintai wanita, akupun berfikir sedari dulu bahwa perasaan ini sangat aneh, namun inilah yang tuhan berikan.


Kak Fitri, begitu aku menyapanya. Wanita berparas cantik jelita, dengan pupil matanya yang kecoklatan juga bibirnya yang tipis, kiat membuat parasnya semakin cantik. Mungkin bagi pria normal, akulah lelaki yang paling bodoh sedunia karena telah mengabaikan wanita secantik kak Fitri. Hari itu, menunjukkan pukul 12.30 siang, yang menandakan kelas sudah memasuki waktu istrihat. Seperti biasa kak Fitri selalu mengunjungiku di kelasku karena ia tau aku tak pernah berminat untuk ke kantin. Dengan membawa sebotol minuman lagi, ia duduk di sampingku sambil tersenyum dan menyodorkan minuman itu padaku
"Tidak ke kantin lagi?" Tuturnya dengan senyuman termanis.
"Iya, aku tidak lapar kak! Lagipula di kelas lebih nyaman daripada harus keluar" jawabku dengan nada lembut kepadanya.
"Oh iya tidak apa-apa kok, kamu nanti pulangnya sama siapa? Kalau tidak keberatan, ayo pulang bersama! Kebetulan kita kan searah" tanyanya kegirangan.
" Oh iya, tidak bersama siapa siapa kok! Aku sendiri! Nanti nunggu angkutan di luar! " Jawabku sambil mengerutkan kening.
"Oke kalau begitu aku kembali ke kelas dulu yah, sampai ketemu nanti di pagar depan sekolah" katanya dengan sangat senang dan berlalu pergi meninggalkan aku yang masih sendiri di kelas itu.

Namun disaat waktu pulang sekolah tiba, tanpa sengaja aku bertemu Irwan sebelum bertemu kak Fitri di depan pagar sekolah. Irwan menyapaku secara tiba-tiba di parkiran dekat pagar sekolah yang sekali lagi membuat jantungku berdebar hebat. Ia kemudian mendekatiku dengan motor matic yang di kendarai nya itu.
"Eh, sedang menunggu siapa? Belum pulang?" Sapanya.
" Sebenarnya sedang menunggu teman, tapi dia belum datang" jawabku.
" Memangnya pulang naik apa kamu?" Tanya nya lagi.
"Naik angkutan umum, tapi harus berjalan dulu keluar dari lorong sekolah menuju jalan Raya" jawabku sambil mengigit bibir bawahku.
"Kalau begitu, ayo kuantar sampai jalan Raya, lagipula lumayan jauh kan? Apalagi dengan terik matahari yang seperti ini!" Katanya sembari duduk di atas motor nya.
" Tidak apa-apa wan, aku menunggu temanku saja" jawabku dengan agak tersenyum tipis kepadanya.
"Yakin? Nanti kalau temanmu tidak datang, dan lorong sudah sepi anak sekolah, kamu mau berjalan sendiri ke depan? Ayo! Sini naik!" Katanya sambil menarik tanganku. Akupun terpaksa harus naik karena dipaksa seperti itu olehnya. Tanpa fikir panjang aku langsung duduk di jok belakang motornya dan melupakan janjiku pada kak Fitri. Akupun diantarnya sampai ke jalan raya dimana aku biasa menunggu angkutan pulang.
" Terimakasih yah sudah mau mengantar ku sampai sini" kataku sembari turun dari motornya.
" Iya sama-sama, lain waktu kalau tidak ada teman untuk jalan ke depan lagi, cari aku saja di parkiran sekolah. Kalau aku masih berada di sekolah , aku akan antar lagi" katanya dengan senyum lembut.
"Oh iya, hati-hati di jalan yah! Dah!" Jawabku dengan senyum lebar yang kemudian dibalasnya dengan melambaikan tangan lalu kemudian pergi dengan senyum dinginnya yang hampir membuatku melayang saat itu.


Keesokan harinya, di lapangan sekolah aku bertemu kak Fitri yang sedang duduk dekat pohon besar dekat lapangan, akupun mendekatinya dengan niat ingin meminta maaf karena telah lupa untuk pulang bersama kemarin.
" Kak, maaf yah, kemarin ada yang mengantarku ke depan, dan lupa kalau ingin pulang bersama kamu" kataku dengan wajah memelas.
"Tidak apa-apa, pasti yang mengantar kamu Irwan kan?" Jawabnya dengan senyum yang nampaknya berbalut rasa kecewa.
"Tau darimana?" Tanya ku kaget sekaligus penasaran.
"Kemarin aku baru saja ingin menghampiri kamu, tapi tanpa sengaja aku melihat Irwan disitu dan menarik kamu ke motornya, jadi terpaksa aku berjalan sendiri saja" katanya lagi dengan senyum yang sama.
" Iya, aku minta maaf yah kak! Aku benar-benar lupa kalau kita punya janji" kataku memelas lagi.
"Sudah tidak apa-apa, lagipula kan rumah ku tidak sampai ke jalan raya, dan kamu harus berjalan jauh lagi kedepan. Memang sebaiknya di antar oleh Irwan kan! Ataupun naik ojek kedepan" katanya yang lagi dengan raut wajah yang sama.

Kian hari kian aku semakin dekat dengan Irwan, dan kian pula semakin mengabaikan perasaan kak Fitri. Seolah aku tidak peka akan perasaan yang disimpannya untukku, namun aku tau akan perasaannya itu dan hanya tak ingin membalasnya. Mengapa aku gay? Dan harus menyakiti perasaan setiap wanita yang berusaha ingin memberiku cinta? Mengapa seolah aku membuat Rasanya bertepuk sebelah tangan?.

Mengapa Aku Gay?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang