Akankah Karma?

231 12 2
                                    

Masih terbayang perasaan kecewa itu di benakku, pasti sangat sangat kecewa jikalau kamu mendapatkan janji dari seseorang, namun dikala masa nya janji itu tidak di tepatinya. Bukannya aku tak ingin menemui nya dan meminta maaf, hanya saja dia yang seperti sengaja menjauhiku, mungkin saja karena saking kecewanya. Hingga suatu hari aku memberanikan diri untuk ke kantin dan berusaha tak menghiraukan ucapan kasar yang biasa terlontar dari yang lainnya. "Banci, Homo, Waria" seperti itu mereka biasa memanggilku yang membuatku selama ini tak pernah berkunjung ke kantin walaupun dalam keadaan lapar sekalipun. Namun kali ini aku tak menghiraukan itu lagi, karena ini lah jalan satu-satunya untuk aku bertemu dengan kak Fitri dan meminta maaf.

Dan akhirnya setelah aku puas menahan emosi berdiri di depan kantin dengan cemoohan dari anak anak pria yang terkenal berandal di sekolah, kak Fitri keluar juga dari kantin. Tanpa menunggu lama aku mengikuti nya walaupun ia berjalan dengan sangat cepat seolah memang sengaja untuk membuatku tak mampu mengejarnya sampai ke kelas. Namun kupercepat langkahku dengan agak sedikit berlari dan memotong jalannya sembari menghentikannya dan mulai meminta maaf karena telah membuatnya kecewa.

"Kak , tolong berhenti sebentar, aku benar benar ingin mengatakan sesuatu." Pintaku yang sudah ada di depannya menghadang jalannya.
" Ada apa gi?" Balasnya dengan nada kurang bersemangat , berhenti dalam langkahnya tanpa memandangku.
"Aku benar-benar ingin meminta maaf kak, aku tak sempat datang ke pesta ulang tahunmu walaupun aku pernah berjanji hari itu, aku seakan tidak menghargai kedatanganmu yang jauh jauh hanya untuk mengundangku datang" kataku dengan nada memelas sambil menunduk.
"Kenapa? Karena kamu menemani Irwan hari itu bukan?" Katanya dengan nada yang sedikit tinggi.
"Da..darimana kakak tau?" Kataku terbata sekaligus heran darimana ia tau jikalau aku pergi bersama Irwan hari itu.
" Tidak penting darimana aku mengetahuinya, tapi tidak seharusnya kamu mengingkari janji hanya karena kamu mementingkan ajakan orang lain yang belum tentu itu sangat penting untuk dihadiri." Katanya dengan nada marah dan mata berkaca-kaca. Aku hanya diam dan tertunduk tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.
"Sudahlah, mungkin aku saja yang sangat berlebihan disini, tidak perlu menemuiku lagi aku sudah memaafkanmu dan tolong menepi aku ingin kembali ke kelas karena sebentar lagi kelas akan di mulai kembali" katanya sambil berjalan pergi meninggalkan aku yang masih tertunduk diam disitu tak tau ingin berkata apa lagi.

Benar saja, semenjak hari itu, setiap jam istirahat sekolah, kak Fitri tak pernah datang menemuiku lagi. Entah kenapa aku merasa sangat kesepian, tak ada lagi yang memberikanku sebotol minuman saat jam istirahat dan aku hanya bisa duduk sendirian di ruang kelas. Apakah ini adalah resikonya menjadi seorang Gay? Setiap wanita yang mendekat akan merasakan kekecewaan yang sangat mendalam. Namun sementara itu, aku merasa sangat dekat dengan Irwan, meskipun ia tak selalu ada dan tak selalu datang menjengukku di kelas seperti yang kak Fitri lakukan, namun setiap hari Minggu ataupun libur aku sering bermain dengannya entah itu ke rumahnya ataupun sekedar jalan jalan berkeliling Desa. Tak ayal jika aku saat itu merasa sangat nyaman berada di dekatnya sebagaimana perasaan seorang gay dengan pria pujaannya, meskipun aku tak tau apakah ia juga merasakan hal yang sama seperti yang aku rasakan.

Hingga suatu hari ia mengajakku untuk datang ke acaranya bersama teman-temannya, awalnya aku menolak karena tak terbiasa datang ke acara seperti itu dan lagipula teman teman sekelasnya juga tau siapa aku dan bagaimana aku di sekolah. Namun ia memaksaku untuk harus datang ke acaranya. Karena aku sangat menyukainya maka aku berusaha untuk terbiasa dengan acara perkumpulan seperti itu. Dan saat hari itu tiba, aku sangat antusias sekali dan berdandan semaksimal yang aku bisa sembari menunggu Irwan datang menjemputku. Namun tak seperti dugaanku, yang datang menjemputku malah bukan Irwan namun ia menyuruh temannya karena katanya sedang sibuk di acara itu. Namun tak apa, aku tetap naik ke motor itu dan tak sabar untuk tiba di acara tersebut walaupun agak takut teman-temannya mengejekku seperti yang mereka lakukan di sekolah. Dan akhirnya akupun sampai juga, kulangkahkan kaki pelan masuk menuju ruangan yang bisa di sebut cafe itu. Namun setelah tiba di dalam ruangan rasa sakit seperti teriris pisau kurasakan tak kala melihat Irwan sedang memangku seorang perempuan di dalam ruangan itu yang diikuti canda tawa teman temannya yang lain. Tatapan sinis mereka seakan tak menginginkan kehadiranku menambah buruk suasana hatiku saat itu. Aku melihat Irwan menyuruh wanita itu turun dari pangkuannya dan menghampiriku. Aku mencoba untuk terlihat tenang meskipun ingin rasanya aku menangis saat itu juga.

" Hei Gi, akhirnya kamu datang juga, kukira kamu tidak akan datang,. Maaf yah, aku menyuruh coki menjemputmu karena Sutri tidak membiarkan aku untuk kemana-mana" ucapnya yang membuatku bingung siapa Sutri atau siapa perempuan itu.
"Su.. Sut.. sutrii? Siapa dia.?" Jawabku dengan nada seperti tercekik sambil menahan air mataku.
"Oh iya aku lupa, kenalin dia Sutri, pacar ku, kami baru saja menjalin hubungan beberapa hari yang lalu, dan aku membuat acara ini hanya untuk menghibur nya, sekaligus memperkenalkan nya padamu dan memperkenalkan mu padanya sebagai sahabat ku" katanya dengan senyum lebar penuh kebahagiaan sembari menunjuk perempuan yang di pangkunya tadi. Aku tak kuasa menahan sakit yang aku rasakan dan ingin rasanya meluapkan airmata kemudian aku beranjak pergi tanpa berpamitan padanya yang membuat nya heran dan memanggil ku tapi aku tak menoleh sedikitpun. Aku berhenti sejenak di pintu cafe sambil menangis dan melihat ke dalam cafe melihat Irwan yang di tahan oleh kekasihnya itu untuk tidak berusaha mengejar ku dan meninggalkan cafe itu.

Malam itu aku pulang sendirian, naik ojek sambil menangis tanpa memikirkan apapun lagi. Bahkan setelah tiba di rumah aku tak menjawab pertanyaan ibu dan siapapun tentang mengapa aku menangis dan hanya mengunci diri ku dalam kamar. Rasanya sangat sakit menyukai laki-laki normal. Ternyata hanya perasaan ku saja yang berlebihan selama ini. Aku langsung teringat kata kak Fitri yang berkata tak boleh berlebihan dalam hal apapun termasuk dalam menyukai seseorang. Aku pun langsung merasa bahwa ini adalah balasan dari apa yang kuperbuat pada kak Fitri saat itu. Tak seharusnya aku mementingkan seseorang yang Kusuka dan mengingkari janji ku padanya. Rasanya sangat sakit sekali bercampur kecewa yang sangat dalam. Aku menangis sendirian di dalam kamar sembari berfikir tentang apa yang terjadi, akankah ini Karma?

Mengapa Aku Gay?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang