2. Genggaman Hujan

464 210 419
                                    

Tekan bintang di bawah pojok kiri dulu, putar musik, and baca deh!
Bacanya pelan-pelan yah!

🍁🍁🍁

Genggaman hujan, seperti genggamanmu yang menyenangkan, bukan menenangkan.

🍁🍁🍁


Aku berjalan di koridor menuju kantin. Sendiri. Hari ini Aku belum mendapatkan seorang teman di kelas. Teman sebangku pun Aku tidak punya dan berakhir duduk sendiri di kelas. Tanpa sengaja, tatapanku jatuh pada seseorang yang berdiri di pinggir lapangan dengan segerombol gadis pesolek mengerubunginya. Laki-laki bertubuh jangkung dengan tangan masuk ke dalam saku celana. Laki-laki yang tadi pagi menolong Aku sewaktu hampir ketinggalan bus. Namanya Fajar.

Tak Ku sangka ternyata Dia satu kelas dengan Aku. Di kelas, Dia menjadi buah bibir para gadis yang suka bergosip tentang cogan-cogan sekolah. Memang aku akui, seolah diambil dari tokoh fiksi dalam novel, Fajar memang mendekati kata sempurna, karena yang sempurna hanya Yang Mahakuasa. Jika diibaratkan dengan nilai satu sampai sepuluh, Fajar menempati nilai sembilan, nyaris sempurna.

Tiba-tiba tatapan kami bertemu. Tatapan tajam dalam dingin maniknya berserobok pandang dengan manikku, seolah menguliti tubuhku hidup-hidup. Aku yang terjekut bercampur rasa malu tertangkap basah memandanginya buru-buru mengalihkan pandangan kedepan. Tak Ku sadari di depanku ternyata berdiri sebuah pilar. Entah sejak kapan pilar itu sudah berdiri di depan ku. Dengan sedikit keras, dahiku terbentur pilar itu. Aku meringis kesakitan mengelus dahiku. Siswa siswi yang melihat kejadian ini terkekeh pelan merasa lucu. Tak ingin menambah rasa malu lagi, Aku pergi dari tempat itu. Siapapun tolong tenggelamkan diriku ini ke rawa-rawa!

Setelah membeli sepotong kue brownies, Aku duduk di bawah pohon depan kelas. Waktu istirahat biasanya murid-murid menghabiskan dengan mengisi perut di kantin. Jadi tak banyak siswa yang menetap di area sekitaran kelas. Menjadikan suasana hening kembali menyapa ku. Aku memejamkan kelopak mata kala angin menerpa wajahku, membawakan selayang rindu dari seseorang yang entah siapa. Sedangkan setiap hembusan nafasku merupakan seruan rinduku yang tak kunjung sampai kepadanya. Hanya benak yang melayang bersama burung di atas sana sebagai tabib mujarab pengobat rindu. Membawaku kembali ke lorong waktu penuh warna dalam ruangnya.

Kala itu, seorang gadis kecil berusia 9 tahun tengah mengaduk-aduk isi sebuah kolam kecil dekat danau. Menggunakan ranting kayu, diangkatnya sekumpulan telur katak yang menurut temannya menjijikkan. Diarahkan ranting kayu berlapis segerombol telur katak itu kepada temannya yang berbadan gempal duduk di sampingnya. Sontak teman sekaligus sahabat gadis kecil itu mundur beberapa langkah dengan raut muka menggelikan.

"Senja! jijik tau!" Teman laki-laki kecilnya berseru membuat gadis kecil itu tertawa.

"Kenapa jijik? Ini lucu tau." Gadis kecil yang dipanggil Senja itu memasukkan kembali segerombol telur katak itu kedalam kolam.

"Lucu darimana coba?!" Dengan perasaan antara kesal dan terkejut yang masih tersisa, teman sebaya Senja kecil mulai duduk kembali disamping Senja di pinggir kolam.

"Kata orang, katak itu menjijikkan." Senja kecil membuang ranting kayu yang Dia pegang ke sembarang arah. "Tapi, kata Aku katak itu hebat. Dia bisa hidup di dua alam. Punya pilihan yang bisa Dia pilih sesuka hatinya. Sedangkan Aku jangankan pilihan, harapan saja tidak punya." Senja kecil menatap langit biru menggantung di atas sana dengan bibir ditekuk. Menyiratkan perasaan asa dalam wajah lucunya.
"Tapi, Aku justru kasihan sama katak." Teman senja menatap danau tenang di hadapannya dengan bibirnya yang melengkung ke bawah. Isyarat bahwa dirinya mengasihani pada nasib sang katak.
Senja menoleh kepada temannya dengan alis bertaut bingung. "Kasihan? Kasihan kenapa?"

Missing You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang