Tekan bintang kecil dulu dungs and selamat berhalu, I lope u all.
o0o
Playing now👇
Fifty-Fifty, love the way you split it
Hunnid racks I'ma spend it, babeLight a match, get Kitty, babe
That jet set, watch the sunset Linda, yeah, yeahRollin' eyes back in my head
Make my toes curl, yeah, yeah-Yummy-
--Justin Bieber--
🍂🍂🍂
Nanti, lo mampir ke Alfamei dulu ,ya? Gue nitip beliin tropicanaslim, mo ngobati diabetes gue, gara-gara kebanyakan liat lo senyum.🍂🍂🍂
Ceklek.Rasa gundah itu muncul lagi ketika pintu kelas terbuka dan keluar sosok lelaki dengan bau mint semerbak mengiringinya. Kemudian Dia meletakkan buku beserta alat tulis di bangku depan kelas, mengambil posisi sepertiku. Mendadak, pasokan oksigen menghilang.
Atmosfer beku mulai menjalar di sekitar kami. Aku menunduk seolah-olah sedang mengerjakan tugas, yang nyatanya bahkan belum menulis satu angka pun di buku. Apa yang mau ditulis? Jangankan hafal rumus, paham maksud soalnya saja tidak. Kalau kalian menyuruhku mengerjakan PR matematika, Aku angkat tangan, daripada angka nol besar dengan tinta merah terpampang nyata di buku kalian.
Kembali lagi dengan atmosfer yang kian beku dengan keheningan diantara kami. Tidak ada yang mau membuka suara, membuat Aku semakin bingung. Apa yang harus Aku lakukan? Apa Aku harus mengalah? Meminta maaf lebih dulu tidak ada salahnya, bukan? Tapi, apa salahku? Aku tahu seharusnya tidak bertanya kalau tidak mau mendengar jawaban menusuk dari Samudera. Tapi, sudah lah. Waktunya meruntuhkan ego yang tak berguna.
Aku memandang lelaki disampingku.
“Fajar?” panggilku lirih. Dia menoleh. Sejenak tatapan kami beradu sebelum Fajar kembali memalingkan pandangan ke bukunya.
Loh, kenapa? Fajar marah banget, ya? Lalu Aku harus gimana? Aku takut sekali, tapi Aku harus minta maaf kepadanya.
Aku bergeser mendekat ke tempat Fajar. Kulihat, Dia sedang mengerjakan soal berhitung di bukunya. Fajar dihukum juga?
“Fajar?” Tidak ada sahutan dari Si empu nama. “Aku mau minta maaf.”
Aku menunduk takut.
Kudengar hembusan napas kasar di sampingku. “Minta maaf soal apa?”
Aku mendongak mendengar suara beratnya menyahut. Sejenak, Aku merasa lega. Namun, kembali takut melihat tatapan tajamnya. Aku bisa melihat dari tatapannya bahwa Ia sedang menahan emosi membuat pandanganku kembali menurun.
Nyaliku menciut, keriput.
“Hmm ... A-Aku mau minta maaf soal yang tadi. Tidak seharusnya aku bertanya begitu ke Samudera sampai membuat kalian berantem gitu.” Aku berkata dengan volume suara semakin lama semakin lirih.
Baru mengingat sesuatu, spontan aku mendongak. “Oh, iya. Aku juga nggak naksir kamu, kok. Beneran, deh.” Aku menggelengkan kepala sebelum mengangkat jari telunjuk dan jari tengahku, membentuk huruf v.
KAMU SEDANG MEMBACA
Missing You
Teen Fiction[ ON GOING ] Pintu hati ini telah terkunci rapat, dalam gembok bernama kenangan. Kunci karatan miliknya, kugenggam dalam rindu. Lalu, siapa sangka. Seorang malaikat dari atas bus sekolah telah mengetuk pintu yang terlanjur sekeras baja. Dihangatkan...