9. Hanya Delusi

207 108 224
                                    

Yang bangun jam segini buat sahur, angkat tangan yang tinggi!

Saya kembali menemani sahur kalian, selamat berhalu;)))

🍂🍂🍂

Terkadang aku berpikir bahwa semua perlakuanmu itu hanya delusiku yang berlebihan. Karena ternyata kau sudah ada yang punya.

🍂🍂🍂

Izin kan aku ...
Untuk terakhir kalinya ...
Semalam saja bersamamu ...
Mengenang asmara kita ...

Kor dari seluruh pengunjung kantin dan alunan petikan gitar menyapa indera pendengaranku saat kali pertama menginjakkan kaki di tempat ini.

Aku berjalan diapit oleh Ayub dan Fajar. Sementara Samudera di depan, sedang menggendong Aulia di punggungnya. Aku baru tahu dari Ayub, cewek itu dari kelas X IPA 4.

Dan pikiranku melayang saat cewek itu mendatangi kelasku dengan keringat mengucur istirahat pertama tadi. Oke lah, itu bisa dimaklumi. Mungkin dia sedang kepanasan.

Tapi napasnya tersengal seperti habis dikejar setan. Segitu jauhkah jarak kelasku dengan kelasnya sampai menguras tenaga segitu banyak? Padahal jaraknya hanya dua kelas.

Dan jangan lupakan penampakan dia yang dipikul Samudera kemanapun pergi.

Oke, back to topic.

Seluruh siswa berhenti menyanyikan lagu dengan judul ‘berharap tak berpisah’ itu. Petikan gitar berhenti. Beberapa pasang mata menyorot kami. Aku menunduk.

Kalian mungkin mengira banyak anak yang memandang kami karena Samudera menggendong Aulia di punggungnya. Bayangkan seorang cowok menggendong cewek di tempat umum begini. Aneh, ‘kan?

Namun yang menjadi permasalahan di sini bukan karena kelakuan pasangan tersinting—kata Ayub—itu. Hal itu sudah menyebar luas di sekolah dan dimaklumi oleh kebanyakan siswa. Yang menjadi permasalahan adalah kami yang masih kelas sepuluh. Sedangkan kantin yang kami masuki adalah kantin kelas sebelas.

Mengapa kami pergi ke sini kalau ada kantin kelas sepuluh yang berada di lantai sama dengan kelas kami?

“Weh ... ada rombongan bocil nih! Akhirnya datang juga!”

Jawabannya ada pada orang ini.

Kak Guntur meletakkan gitar di atas meja. Mempersilakan kami duduk di bangku kantin yang sama dengannya.

Iya, kalian tidak salah. Sedari tadi yang main gitar itu kak Guntur. Sedangkan yang nyanyi teriak-teriak itu cowok di sampingnya. Cowok sama yang manggil kak Guntur di kelasku tadi dan memberitahukan bahwa pacarnya sedang adu cakar.

Kami duduk dihadapan tiga cowok  dan satu cewek.

Kak Guntur paling kiri. Di sampingnya ada cowok yang manggil kak Guntur tadi. Disampingnya lagi ada kak Langit. Dan paling kanan seorang cewek bertubuh kecil. Cewek sama dengan yang manggil kak Langit di kelasku tadi. Kalau tidak salah, namanya Salisa.

“Ngapain lo manggil kita kemari? Gue lagi males liat muka lo.”

Aku terkejut Aulia bicara sesantai itu dengan kak Guntur. Mereka sudah akrab?

“Eh, si ibu ratu ikut juga? Gue kira masih sibuk ngiler di kelas.” Kak Guntur tertawa. Aulia mencebik.

Fix. Mereka memang sudah akrab.

“Eh, ada cewek cantik. Siapa namanya, neng?” Cowok yang tidak aku tahu namanya menatapku.

Semua tatapan teralihkan ke arahku.

Missing You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang