Krist dan Singto baru tiba di kediaman keluarga Krist saat hari sudah gelap. Dapat dilihat betapa bahagia dan bangganya kedua orang tua Krist memiliki menantu seperti Singto. Hal tersebut dapat dilihat bagaimana bersemangatnya kedua orang tua Krist yang tengah bercerita dan sang suami yang terus menanggapi cerita tentang masa kecil Krist.
Keduanya memutuskan untuk menginap semalam di rumah Krist setelah melakukan sedikit perdebatan dengan ibu Singto, yang menolak membiarkan sang putra menginap di rumah Krist.
"Siapa anaknya, siapa menantunya," Gumam Krist saat masih di dapur bersama sang adik, Tee. Keduanya menyiapkan minuman hangat untuk tiga orang dewasa yang sedang berbincang di ruang tamu.
"Sabarlah..." Bisik Tee kepada sang kakak yang menunjukkan wajah orang sedang merajuk.
"Krist..." Panggil Singto, namun bukan memberikan jawaban Krist memilih diam mengabaikan.
Mendengar Krist tak memberikan jawaban, Singto berjalan menuju dapur menyusul pasangannya tersebut.
"Krist..." Panggil Singto begitu sampai di dapur dan berdiri disamping pemuda menggemaskan yang sedang mengaduk minuman.
Tee yang mengerti keadaan memilih menyingkir dari sana, ia belum cukup dewasa untuk mendengarkan pembicaraan Krist dan Singto.
"Krist..." Panggil Singto lagi, namun kali ini ia memberi penekanan pada suaranya, menandakan jika ini terakhir kalinya ia memanggil nama Krist.
Krist mengalihkan pandangannya, terlihat kedua mata Singto mulai lelah dan seperti sudah mengantuk.
"Phi tidur dulu naa?" Seolah meminta ijin pada Krist, Singto memilih bertanya daripada berpamitan.
Krist terkejut karena Singto memanggil namanya sedari tadi hanya untuk pamit tidur lebih dulu, "Jika hanya mengatakan itu kenapa tidak langsung ke kamar saja?"
"Apa salahnya berpamitan tidur lebih dulu kepada istri?" Jawab Singto sebelum meraih cangkir minuman hangat yang sudah dibuatkan Krist.
Singto meminumnya hingga habis dalam sekali teguk, sedangkan Krist masih diam membeku dengan jawaban pemuda dihadapannya ini.
"Eh itu kan masih terlalu hangat?" Protes Krist yang baru sadar jika Singto sudah menghabiskan tehnya.
Singto meletakkan cangkir kosongnya, "Tidak juga. Phi masuk kamar dulu naa," Singto sempat mengusap ujung kepala Krist sebelum berbalik pergi.
Seperti sebelumnya, Krist diam membeku mendapat perlakuan Singto yang begitu manis. Setelah Singto masuk kamar, Krist pun melakukan rencana awalnya untuk berbincang dan bermanjaan bersama kedua orang tuanya. Hari sudah sangat larut saat Krist membiarkan kedua orang tuanya masuk kamar sebelum ia menyusul sang suami ke kamar pribadi.
Terlihat Singto sudah memejamkan kedua matanya di atas ranjang ukuran single. Tempat tidur itu sebelumnya hanya digunakan Krist, ia bukanlah anak orang dengan kondisi ekonomi yang mampu membelikan tempat tidur ukuran king untuk kedua putranya. Krist duduk ditepi ranjang mengamati Singto yang sudah memejamkan mata, "Kau jadi tampan saat tidur. Bahkan manis saat bersamaku akhir-akhir ini," Batin Krist didalam hatinya.
Singto yang menyadari pergerakan pada tempat tidur, dengan perlahan membuka kedua matanya. Ia melihat Krist yang tengah mengamati dirinya, "Kemarilah..." Ujar Singto dengan suara serak khas bangun tidur, sembari menepuk tempat disampingnya.
"Aku akan tidur di bawah dengan tempat tidur lipat saja. Ini tidak akan muat untuk berdua." Kata Krist menolak tawaran Singto.
Tanpa mengeluarkan sepatah kata lagi, Singto menarik pinggang Krist hingga pemuda menggemaskan itu terbaring didekatnya. Singto tentu menyadari tubuh Krist yang menegang setelah berbaring didepannya, namun ia tidak ada niat untuk melonggarkan lingkaran tangan pada pinggang pemuda cantik itu.
"Phi..." Akhirnya Krist memanggil dirinya meskipun dengan suara yang terdengar kaku.
"Hmmm..." Gumam Singto, ia tau Krist akan menyampaikan protesnya.
"Ini tidak nyaman..." Benar seperti pemikiran Singto, Krist akan menyampaikan protesnya.
Singto tersenyum tipis sebelum berkata, "Hmmm... Memang tidak nyaman, ini terlalu sempit untuk berdua."
"Biarkan aku tidur di lantai," Krist hendak menjauhkan punggungnya dari dada Singto, namun lelaki itu semakin mengeratkan pelukan di pinggangnya.
"Tidak," Jawab Singto singkat.
"Tapi, ini sempit." Keluh Krist sekali lagi dengan sedikit berbisik.
"Besok aku belikan tempat tidur yang lebih besar." Singto memilih memberikan jawaban yang lebih enteng.
"Oke, tapi sekarang biarkan aku tidur di lantai." Krist kembali mencoba memajukan tubuhnya, namun sekali lagi Singto menarik lebih dekat.
"Sudahlah, tidur saja. Aku juga akan tidur." Bahkan Singto tidak ada niat membuka mata setelah Krist berada didalam dekapannya.
"Tapi, ini tidak nyaman." Keluh Krist dengan alasan yang sama.
"Krist," Panggil Singto membuat Krist menghentikan pergerakannya untuk lepas dari pelukan Singto, "Aku ada rapat besok pagi. Jadi, diam dan tidurlah!" Singto terdengar menekankan bagian akhir kalimat.
"Oke, tapi singkirkan dulu tanganmu!" Krist memukul tangan Singto yang melingkar di pinggangnya.
"Tidak, apa salahnya memeluk pasangan sendiri?"
"Hey!" Protes Krist yang langsung berbalik menghadap Singto, membuat wajah keduanya sangat dekat.
Keduanya saling adu tatapan, sebelum Singto mulai memajukan wajahnya mendekati Krist. Hampir saja sebuah ciuman terjadi jika Krist tidak segera mengalihkan wajahnya, "Bukankah phi mau tidur? Besok ada rapat bukan? Biar aku tidur dilantai."
Singto kembali menahan Krist yang hendak bangun, "Aku akan tidur di lantai, kau tidur saja disini," Singto beranjak dari posisinya dan berpindah turun ke lantai yang beralaskan karpet. Ia mulai membaringkan tubuhnya dan memberikan punggung pada Krist.
"Phi.." Panggil Krist, namun Singto tidak menjawab dan memilih pura-pura tertidur.
Krist mengamati Singto dari atas tempat tidurnya, jika di pikir-pikir lagi, suaminya itu sudah mulai memperlakukan Krist dengan baik setelah mereka resmi menikah. Hal ini membuat Krist berpikir lagi, apakah Singto sudah mulai merasa nyaman denganny ataukah Krist yang memang belum ada niat membuka hati untuknya. Memikirkan banyak hal membuat Krist terlelap, begitu pula Singto.
Pagi sekali Singto sudah bangun dari tidurnya, bahkan ia sudah membersihkan diri lebih dulu sebelum berniat pergi ke kantor tanpa sarapan. Kedua orang tua Krist tengah pergi untuk berbelanja kebutuhan hari ini, Tee belum terlihat muncul dari kamar, sedangkan Krist masih fokus dengan mimpi indahnya.
Tiba-tiba ponsel Singto berdering mendapatkan panggilan dari Choi, membuat Krist bergerak tidak nyaman.
Singto menerima panggilan tersebut sembari duduk ditepi ranjang, sebelah tangannya mendekatkan ponsel ke telinga dan tangan yang lain mengusap ujung kepala Krist supaya kembali terlelap.
"Ya?" Jawab Singto begitu menerima panggilan dari Choi, ia menjawab dengan suara lirih.
"Tidak, aku akan pergi sendiri." Choi bertanya apakah ia perlu menjemput Singto ke kediaman Krist ataukah tidak, karena semalam Singto pergi dengan mobilnya sendiri tanpa sopir.
"Ya, aku akan menjemput Krist nanti. Dia masih merindukan keluarganya." Ucap Singto saat Choi menanyakan kepulangan Krist.
"Oke" Singto mematikan panggilannya, sebelum melihat ke arah Krist yang sudah kembali memejamkan mata.
Singto menarik tangannya, berlama-lama bersikap manis pada Krist membuat jantungnya berdegup kencang.
TEBECEH
KAMU SEDANG MEMBACA
Benci Bilang Cinta (SK) (END)
FanfictionKisah couple SK, cerita ini saya tulis berdasarkan permintaan seseorang yang ingin mengaplikasikan kisah sinetron Indo, Benci Bilang Cinta pada karakter kesayangannya, Peraya. Hanya sampai bagian 4 saya mengaplikasikan kisah sesuai sinetron, selebih...