Dari awal rencana pernikahan, Singto memang sangat menentangnya. Namun, ia sudah berjanji dengan dirinya jika ia akan memperlakukan Krist selayaknya seorang suami memperlakukan pasangan hidupnya. Ditambah Singto yang melihat perlakuan Krist kepada Mook kala itu, benar-benar menyadarkan dirinya jika Krist adalah orang yang sangat baik dan tepat untuk Singto.
Pagi tadi, Singto pergi tanpa sarapan menuju tempat kerja karena ia tidak enak hati meminta Krist bangun menyiapkan sarapan. Pemuda menggemaskan itu terlihat sangat nyenyak untuk dibangunkan. Namun, siang ini ia ingin mengajak Krist makan siang di luar sekaligus menunjukkan sebuah rumah yang akan keduanya tempati mulai malam ini. Melihat Krist selalu dipojokkan oleh ibu selama dirumah membuat Singto memutuskan untuk membeli rumah baru.
Saat ini Singto baru sampai di depan rumah keluarga besar Krist. Namun tampak ada yang berbeda dirumah ini, sebuah mobil hitam yang sangat dikenali oleh Singto tengah terparkir di halaman depan. Kedua orang tua Krist datang dari arah berlawanan dengan dirinya beserta Tee, adik Krist.
Singto menyapa dengan senyuman canggung kepada kedua orang tua Krist setelah memastikan mobil tersebut. Singto berjalan sedikit lebih cepat memasuki rumah dan seperti dugaannya, mobil tersebut adalah milik Godt.
Tapi, masalah utamanya bukan siapa pemilik mobil tersebut. Permasalahan utamanya adalah Godt yang berada didalam kamar Krist.
Terlihat Godt tengah memunggungi pintu kamar dan Krist ada di depannya.
"Godt?" Panggil Singto, kedua orang tua Krist juga ada dibelakang punggungnya.
"Ah, Phi pulang?" Tanya Krist yang langsung muncul dan tampak kedua tangan Godt tengah menangkup wajah Krist terlepas.
"Kenapa?" Tanya Krist yang sudah berjalan mendekat ke arah Singto.
Singto masih terdiam tak memberikan jawaban, "Phi Godt! Ayo aku kenalkan dengan orang tuaku!" Ajak Krist yang sudah meraih sebelah tangan Godt dan mengajak menemui orang tuanya yang sedang tersenyum canggung.
Kedua orang tua Krist juga melihat apa yang Singto lihat, wajar jika mereka terlihat begitu canggung.
Singto mengabaikan mereka yang tengah berbicara diluar sana, ia memilih masuk dan mengemasi barangnya.
"Phi! Nanti sore kau akan menjemputku?" Tanya Krist namun Singto tak memberikan jawaban. Krist baru saja muncul saat Singto sudah berhasil mengemasi sebagian barangnya.
Tidak lagi mendapatkan jawaban meskipun Krist duduk di dekat ia menata tas, "Biar aku" Krist hendak meraih tas Singto namun langsung ditepi dengan kasar.
"Aish! Jika tidak mau yasudah!" Kesal Krist hendak berdiri sebelum Singto menahan lengannya, "Hmmm?" Krist menoleh kepada Singto.
"Kenapa Godt ada disini?"
"Dia membawakan kiriman nenek," Jawab Krist sembari menunjuk beberapa bingkisan yang ada didekat meja belajar didalam sana.
"Kenapa dia ada di kamar?" Tanya Singto lagi.
"Membantuku memasang sprei."
"Apa kau tidak bisa melakukannya sendiri?" Tanya Singto, pertanyaannya terdengar rendah namun penuh penekanan.
"Aku melakukannya sendiri tadi, tapi ia datang saat aku mengganti sprei. Dia meminta ijinku untuk membantu, apa salahnya aku mendapat bantuan saat memasang sprei?" Krist masih belum benar-benar memahami kenapa Singto terlihat kesal.
"Apa itu pantas?" Tanya Singto langsung pada intinya.
"Apa?" Krist masih belum mengerti maksud Singto.
"Apa pantas kau membiarkan seorang lelaki dewasa memasuki kamarmu yang sudah menikah?"
"Kenapa? Dia kan sepupumu?"
"Sekalipun dia sepupuku, dia tetap lelaki dewasa bahkan darimu." Jelas Singto dengan penekanan lebih pada akhir kalimatnya.
"Terserah phi saja! Aku lelah!" Ini tengah hari, matahari begitu terik dan Krist sedang tidak ingin berdebat dengan Singto.
"Apa? Kau lelah? Bahkan aku lebih lelah dengan semua ini! Aku mencoba bersikap baik padamu dan memperlakukan kau selayaknya pasanganku! Tapi kau tidak menganggap itu semua?" Singto sudah mencapai puncak kekesalannya.
"Kalau lelah maka hentikan!" Jawab Krist dengan kesal dan tanpa disadari ia sudah meninggikan suaranya.
"Apa yang harus aku hentikan? Memperlakukan mu dengan baik? Aku harus bersikap tidak peduli? Seperti itu yang kau inginkan?" Singto pun ikut meninggikan suara, tidak peduli bahkan jika kedua orang tua Krist mendengar.
"Lalu apa? Aku sudah menjelaskannya! Dan kenapa kau masih marah meskipun aku menjelaskannya?" Kesal Krist dan semakin meninggikan suaranya.
"Aku bukan marah, aku kecewa Krist!" Singto merendahkan suara, namun ia memberi penekanan di akhir kalimat.
Krist melipat kedua tangannya kesal, ia bahkan mengalihkan pandangan dari Singto, "Yasudah, lalu apa? Aku harus apa supaya kau diam?"
Singto tersenyum tipis sebelum bertanya, "Krist, apa kau masih menganggap aku sebagai suamimu atau tidak?" Pertanyaan Singto ini mampu membuat Krist kembali menoleh kepadanya.
"Kenapa mempertanyakan hal itu sekarang?" Krist masih kesal.
"Jawab saja," Pinta Singto dengan lebih lembut.
"Tidak!" Jawab Krist tidak peduli, ia mengalihkan pandangannya dari Singto lagi.
Singto tersenyum, ia meraih tas yang sudah selesai dibereskan sebelum pergi tanpa menoleh, meninggalkan rumah. Singto berpamitan kepada kedua orang tua Krist dengan sopan dan ia juga melihat Godt tengah bermain di depan rumah bersama Tee.
Krist terkejut karena Singto pergi begitu saja setelah ia memberikan jawaban.
Kedua orang tua Krist tidak berani bertanya kemana Singto maupun apa yang mereka permasalahkan, bahkan hingga malam tiba dan Singto tidak kunjung kembali, Krist sudah mencoba menghubungi ponselnya namun tetap tidak ada jawaban.
Keesokan harinya setelah hari berganti, Singto menyuruh Choi menjemput Krist di kediamannya. Tentu saja Krist terkejut karena bukan Singto yang menjemputnya.
"Apa dia sibuk?" Tanya Krist dan Choi membenarkannya, membuat Krist memilih diam.
Choi tidak mengantar krist di kediaman singto sebelumnya, ini sebuah rumah yang cukup besar. Choi menunjukkan kamar Krist, sebuah kamar yang cukup besar, terlihat semua barang miliknya yang ada di rumah nenek sudah ada di kamar ini. Krist membereskan barangnya hingga malam tiba.
Singto pulang saat malam sudah sangat larut. Krist tengah menuruni tangga saat Singto juga menaikinya, ia ingin menyapa atau sedikit berbicara dengan Singto, namun pemuda itu terlihat mengabaikan Krist bahkan seolah tidak ada siapapun di tangga.
"Apa dia masih kesal?" Gumam Krist dengan pemikirannya sendiri.
Saat Krist memasuki kamar dan kembali dari mengambil minuman, Singto tidak ada didalam. Ia melihat jika kamar sebelah terbuka, membuatnya berjalan menuju kamar tersebut.
"Phi?" Panggil Krist saat melihat Singto tengah memilih pakaian ganti didalam sana.
"Phi?" Panggil Krist namun Singto tetap tidak memberikan jawaban.
"Aku akan masuk!" Ucap Krist dengan kesal karena Singto tidak memberikan jawaban.
Krist berjalan dengan kesal ke arah Singto, meraih lengannya sebelum pemuda itu menepis tangan halus Krist dengan kasar.
"Kau memukul tanganku?!" Teriak Krist karena terkejut.
"Keluar! Ini bukan kamarmu!" Perintah Singto.
Krist mengerutkan keningnya sebelum bertanya, "Kenapa kita memiliki kamar berbeda?"
"Bukankah kau yang bilang jika kita bukan pasangan?" Krist terkejut mendengar pernyataan Singto, "Keluar dari kamar ini sekarang!" Ucap Singto dengan kasarnya bahkan ia menggunakan nada tinggi saat mengusir Krist dari sana.
Krist terkejut dengan itu, tetapi ia tetap pergi meninggalkan ruangan.
TEBECEH
KAMU SEDANG MEMBACA
Benci Bilang Cinta (SK) (END)
FanfictionKisah couple SK, cerita ini saya tulis berdasarkan permintaan seseorang yang ingin mengaplikasikan kisah sinetron Indo, Benci Bilang Cinta pada karakter kesayangannya, Peraya. Hanya sampai bagian 4 saya mengaplikasikan kisah sesuai sinetron, selebih...