3

3.8K 362 6
                                    

Pagi ini di Amerika, seorang pemuda tengah bermain piano, sebuah alat musik yang sangat disukainya dalam sebuah ruangan pribadi. Kepalanya beberapa kali terangguk, matanya yang terpejam menunjukkan bagaimana lentiknya si bulu mata. Hidung yang tinggi memberikan nilai tambahan untuk ketampanannya. Jemarinya tidak ada henti untuk terus bermain hingga seorang wanita memasuki ruangan pribadinya tanpa mengetuk pintu. Ia mencoba tetap memainkan piano putih kesayangannya, namun si Ibu tiba-tiba memeluknya dari belakang membuat Godt harus menghentikan permainannya.

Godt, pemuda tampan itu membuka kedua matanya untuk melihat sang ibu di balik punggungnya.

"Kita pulang ke Thailand..." Bisik Ibu sebelum melepaskan pelukan.

"Tidak ada alasan untuk kesana..." Gumam Godt, kedua matanya mengikuti arah kemana sang ibu akan duduk.

Ibunya tampak menghela nafas sebelum tersenyum dengan cantik, "Godt, kita harus kembali untuk mengambil alih  perusahaan yang seharusnya menjadi hakmu."

.

.

Kembali di Thailand, Singto tengah bersama kedua orang tuanya yang di ruang keluarga. Bukan maksud ia untuk bersikap tidak hormat kepada kedua orang tuanya atau ayahnya yang tengah berbicara dengan menyumpal salah satu telinga dengan sebuah earphone putih. Tapi, topik kali ini benar - benar membuat moodnya memburuk.

"Sing, apa kau dengar kata Pho?" Tanya Ayah Singto yang mulai kesal karena putranya tidak memberikan tanggapan walau hanya sepatah kata.

Singto tampak menghela nafas kesal sebelum melirik ke arah Ayahnya yang sedang sedikit sakit itu, "Aku dengar Pho, hanya saja..." Singto menggantung ucapannya, "Haruskah aku menikahi orang yang tidak aku kenal?"

"Pho yakin kau mengenalnya. Dari yang Pho dengar, dia adalah seorang mahasiswa musik di kampusmu."

"Tunggu! Mahasiswa? Bukan Mahasiswi? Pho yakin menikahkan putra Pho dengan seorang LELAKI?" Singto menekankan akhir kata di akhir kalimatnya, Apa yang ada di pikiran ayahnya, menikahkan putra tunggalnya kepada seorang lelaki? apakah ia tidak membutuhkan keturunan lagi? penerus keluarga Ruangroj?

Alih - alih menjawab pertanyaan dari sang putra, Ayah Singto menyodorkan sebuah amplop coklat besar yang cukup tebal.

Singto tak urung mengambil alih amplop tersebut, menurutnya itu sedikit mencurigakan dan memunculkan firasat buruk untuk dirinya sendiri.

"Ambil dan bukalah!" Perintah Ibu Singto yang sedari tadi mencoba untuk diam, membiarkan dua lelaki tersayangnya ini melakukan debat kecil.

Dengan malas Singto mulai membuka amplop tersebut, mengeluarkan sebuah berkas tentang seseorang yang sangat ia hindari, calon pasangannya. Didalam berkas tersebut terdapat beberapa foto, sebuah gambar yang menunjukkan pemuda yang ia kenal. Pemuda yang sudah membuatnya muak beberapa saat lalu.

"Dia?" Singto mengerutkan keningnya membuat Ayah dan Ibunya saling beradu tatapan sebelum bersama - sama melihat ke arah sang putra. "Apa kau mengenalnya?" Tanya Ibu dengan lembut.
.
.
.
Berbeda dengan kediaman Ruangroj, rumah keluarga Sangpotirat tengah terjadi  sedikit kegemparan karena Krist yang menemukan tumpukan tagihan di atas nakas.

"Maafkan aku Mae... Pho..." Ujar Krist dengan wajah memelas, menyesal karena akan sesuatu. "Maaf aku tidak bisa membantu kalian membayae semua tagihan ini..."

"Tenang sayang, ini sudah kewajiban Mae dan Pho untuk menghidupimu dan adikmu..." Mae berjalan mendekat, merentangkan kedua tangannya untuk memeluk putra kesayangan.

Pho mengangguk, mengusap lembut kepala Krist.

"Krist mau melakukan apapun untuk Mae dan Pho. Katakan apapun akan Krist lakukan!!" Ujar Krist dengan semangat setelah melepaskan pelukan Mae nya. 

"Menikahlah dengan orang pilihan Mae dan Pho..." Ujar pemuda kecil yang baru saja muncul dari balik pintu kamarnya, "Tadi pagi ada orang datang kesini, katanya dari keluarga Ruangroj. Lalu..." Pemuda yang tampak cantik dan tampan dalam waktu yang bersamaan itu terlihat menggantung kalimatnya, melihat ke arah kedua orang tuanya sebelum kembali melanjutkan, "Mereka mengatakan jika kakek kita dan keluarga mereka pernah membuat janji untuk menikahkan cucu mereka. Tapi, kakek keburu meninggal." Lanjutnya tanpa peduli ekspresi kedua orang tuanya yang sudah melebarkan mata, membuat kode untuk ia menutup mulutnya yang tergelincir cukup jauh.

"Itu pasti tidak benar. Tee bercanda kan Mae? Pho?" Krist membulatkan kedua matanya, berharap jika ini tidak benar. Ia berharap jika ucapan adiknya yang memiliki nama Tee itu adalah hal yang salah.

Kedua orang tua Krist tampak saling menatap sebelum Pho mengeluarkan sebuah cincin dari saku celananya, "Maafkan kami Krist. Tapi, ini adalah satu - satunya cara untuk menyelamatkan ekonomi keluarga kita."

"Pho benar Krist, bahkan tadi pagi Mae sudah mendapat panggilan jika kita harus melunasi hutang yang jatuh tempo beberapa hari lagi."

"Bukan itu masalahnya Mae! Pho! Masalahnya adalah keluarga Ruangroj! Aku akan menikahi putranya? Dia itu sangat sombong dan arogan! Aku tidak mau dengannya! Apa tidak ada pilihan yang lain?" Krist tentu tau siapa yang di maksud oleh adik serta kedua orang tuanya. Ia tau dengan benar siapa yang mereka maksud dari keluarga Ruangroj yang harus ia nikahi.
.
.

Keesokan paginya, Krist baru saja sampai di kampus saat ia berjalan menyusuri lorong utama. Disanalah ia yang tengah sibuk bermain ponsel menabrak seseorang, seorang gadis cantik yang mencuri perhatian banyak pria disana. Gadis itu tampak cantik dengan rambut panjangnya yang terurai, terlihat elegan dengan hiasan kalung yang melingkar di lehernya.

"Oh! Maaf!" Ujar Krist sebelum menyadari jika yang ia tabrak beberapa detik yang lalu adalah Mook. Gadis cantik yang dilamar oleh Singto kemarin dan gadis sama yang juga menolak Singto saat itu juga.

Mook tidak memberikan tanggapan atas ucapan Krist, ia menunjukkan ekspresi tidak pedulinya membuat Krist bergumam sendirian setelah Mook pergi. "Wanita seperti ini yang disukai Singto? Benar - benar memuakkan!" Gumamnya.

Kesal dengan pertemuan yang tidak mengenakkan itu, Krist langsung menuju ke kelasnya. Lelah jika harus memikirkan orang yang tidak punya attitute seperti itu.

Hari itu, semua berjalan semestinya. Semua lancar - lancar saja saat Krist mengikuti kuliah ataupun saat mengobrol dengan dua rekannya dimana Bass yang masih mengagung - agungkan keluarga Ruangroj, membuat Krist sempat berpikir keras tentang perjodohan yang dibicarakan oleh kedua orang tuanya semalam.

Selesai dengan kuliahnya, Krist kembali pulang. Namun saat sesampainya di rumah, kedua orang tua serta adik Krist sudah tampak rapi.

"Kenapa kalian terlihat sangat rapi? Kalian mau pergi?" Tanya Krist begitu saja.

"Kami mau ke rumah keluarga Ruangroj untuk membahas pernikahanmu..." Jawab Pho dengan cepat, Mae juga tampak tersenyum penuh harap.

"Tunggu! Aku kan belum mengatakan jika menerimanya?" Protes Krist.

Saat Mae akan menjawab ucapan protes Krist, seseorang sudah mengetuk pintu rumah mereka.

Ketika Pho membuka pintu, berharap yang datang adalah orang suruhan dari keluarga Ruangroj ternyata yang mengetuk pintu adalah orang yang hendak menagih hutang keluarga mereka. Hutang yang sudah jatuh tempo hari ini.

.
.

TEBECEH

Benci Bilang Cinta (SK) (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang