Bau karat menguar bercampur aroma pupuk kompos seolah-olah menyambut kedatanganku saat mendatangi kompleks Kawasan Industri Gula Milik Masyarakat, di Desa G******
Tiga mesin penggiling tebu berukuran raksasa dengan kapasitas 250 ton per hari itu tampak teronggok. Diam membisu di dalam gedung seluas sekitar setengah hektare itu. Sebagian besar besinya sudah berlumur karat. Sebagian besi sudah keropos bak rongsokan.
Di kanan-kiri mesin penggiling tampak pipa berukuran besar (diameter sekitar 50 cm), ada juga cerobong, serta beberapa wadah berukuran superbesar yang merupakan alat untuk memasak cairan nira tebu setelah diperas. Sarang laba-laba juga memenuhi seluruh gedung tua ini.
Kita kembali ke awal lebih dahulu karena cerita ini sebenarnya dari narasumber salah seorang pembaca setia APS.
Pertama kali sampai di pabrik gula di daerah malang selatan ini, saat itu hujan sedang turun lebat.Pagar depan yang merupakan pintu utama pabrik, terbuat dari besi besi besar yang sudah berkarat. halaman pabrik yang sudah tidak terawat lagi banyak ditumbuhi rumput liar.
Ada salah satu celah pagar yang sudah rusak oleh karat, dari pagar yang sudah rusak tersebut Aku dan narasumber memasuki halaman pabrik.
Sambil menunggu malam, kami berdua melihat-lihat sebentar meski sore itu hujan agak lebat, beruntungnya kami berdua sudah berada di area utama pabrik untuk berteduh.
Di dalam pabrik seperti yang di gambarkan di atas oleh penulis favorit saya (Shepia)
Beredar kabar bahwa saat dulunya pabrik gula ini sedang uji coba menggiling tebu, ada salah satu pekerjanya mati. Kematian seorang pegawainya karena baju yang di kenakan tersangkut pengait mesin penggilingan.
Pegawai tersebut lantas terbawa naik sampai masuk ke dalam salah satu dari tiga mesin penggilingan.
Saat narasumber bercerita tentang kejadian tersebut, bulu di kedua lenganku berdiri dengan sendirinya.
Letak gudang pabrik gula yang di maksud berada di belakang bangunan utama pabrik gula. Saat kami berdua berjalan menuju gudang belakang pabrik, suasananya masih biasa, bau tanah basah sehabis hujan bercampur bau besi karat.
Dinding bangunan utama pabrik sudah banyak yang rusak, kemungkinan rusak oleh usia bangunan.
Nah setelah kami berdua sampai di tujuan yaitu gudang belakang pabrik.Ada sekitar 4 bangunan besar memanjang yang di gunakan sebagai gudang, setiap satu gudang mempunyai pintu besar di bagian depan dan belakang, lalu di samping kiri kanan banyak pintu yang lebih kecil dari pintu utama gudang. Total pintu di bangunan pabrik itu adalah 14 tidak termasuk dengan pintu utama di bagian depan dan belakang. begitu juga dengan ke tiga gudang lainnya, karena bangunan sengaja di bangun mirip satu sama lain.
Di dalam bangunan gudang banyak sekali mesin tua yang terbengkalai, beberapa truk tua dan mesin diesel ukuran kecil. Kemungkinan dulunya gudang ini di gunakan untuk menyimpan hasil gilingan yang sudah menjadi gula.
Dengan sinar senter kami berdua mengelilingi area gudang. Banyak sekali rumput liar tinggi yang tumbuh di area gudang ini.
Hawa dingin mulai terasa, kebetulan juga tadi sore habis hujan. Sengaja kunyalakan 3 batang dupa untuk berinteraksi dengan penghuni gudang tua pabrik gula yang katanya angker. Selentingan kabar yang kami dengar di area gudang ini sering muncul penampakan sosok wanita berbaju putih.
Di bangunan gudang no 2 sebelah kanan, di huni oleh sosok kuntilanak. Lalu sebelah timur, atau ujung paling kiri di huni oleh sosok mahluk tanpa kepala.
Satu gudang lagi di huni oleh banyak mahluk halus, dengan sosok tinggi besar berwana hijau, atau biasa di sebut buto ijo.
Sementara satu gudang lagi tidak saya ungkapkan, karena sangat agresif. Tadi setelah saya berucap salam dan menjelaskan maksud tujuan saya datang kemari, terdengar suara mengerikan seperti suara mengeram dari salah satu gudang yang tidak di jelaska tadi.
Sulit sekali saya jelaskan yang terjadi setelah saya membakar 3 batang dupa tadi, terasa sekali kehadiran mereka di sekitar saya yang sedang duduk bersila saat itu.
Karena niatan saya datang kesini bukan untuk menganggu, dan energi negatif sangat terasa sekali.
Hening, saya dan narasumber saling diam membisu. Bau belerang tercium jelas saat itu, awalnya yang datang kemari bukan hanya saya, karena dua teman saya menjalankan tugas bekerja. Jadi saya putuskan datang berdua saja dengan narasumber.
Malam semakin larut, badan kami berdua sudah menggigil kedinginan, jelas sekali terasa saat ini banyak mahluk halus di sekitar kami meski tidak menampakkan wujud mereka.
BRAAANGG ....
Kami berdua di kejutkan oleh bunyi keras yang berasal dari dinding seng, lampu senter saya arahkan ke sumber suara berasal.
Dan saat kami melihat ke arah pintu seng yang di letakkan bersandar di dinding gudang, pintu berbahan seng tersbeut memang terlihat bergetar sekilas.
Beberapa kali mulut saya mengucapkan asma Allah, dada saya terasa bergetar.
Seperti aliran listrik sedang menjalari tubuh saya sekarang ini, getaran itu bermula dari ujung jari kaki, lalu terus naik ke atas sampai ujung kepala.
Dan ketika kami mengalihkan pandangan ke arah ujung paling kiri gudang, kembali kami terkejut saat cahaya senter kami menangkap sosok wanita sedang berdiri di depan gudang, memakai baju kebaya berwarna biru gelap, serta bawahan jarik lengkap dengan kerudung yang wanita itu kenakan.
Samar tercium bau bunga melati, lama kelamaan bau bunga melati menjadi semakin jelas. Sosok wanita itu masih diam berdiri di tempatnya, sama sekali tidak bergerak berdiri memandang ke arah kami saat itu.
Tubuh ini terasa sulit sekali untuk di gerakkan, bahkan untuk bergeser saja terasa sulit.
Lalu dari jauh suara gamelan jawa terdengar dengan sangat jelas.
Hening. Saat ini keringat kami sudah bercucuran, sesaat kemudian cahaya senter saya arahkan sedikit ke atas agar wajah sosok wanita yang masih berdiri di ujung sana.
"Astagfhirullah ...."
Senter yang saya pegang saat itu terlempar karena kaget, dengan jelas saya melihat wajah wanita yang mengenakan kebaya, wajah wanita itu begitu mengerikan. Bola mata yang hanya menyisakan warna putihnya saja, lalu sebelah wajahnya ada lubang luka yang lebar.
Beberapa saat kemudian wanita itu berjalan dengan pelan ke arah kami, saya sadar mungkin kehadiran kami berdua telah mengusik kehadiran penghuni Gudang pabrik gula itu.
Bau melati yang semula tercium, saat ini berganti dengan aroma amis darah.
Berkali-kali saya mengucapkan permohonan maaf atas kekencangan kami.Khiiii .... Khiiii .... Khiiii ....
Suara tawa terkikih yang berasal dari pojok bangunan gudang, membuat kami berdua kembali mengalihkan pandangan ke arah sumber suara tawa yang kami dengar.
Deg.
"Astagfhirullah ...."
Saat ini kami berdua kembali melihat sosok putih yang berdiri di pojok bangunan gudang, sosok buntelan pocong dengan kain putih yang membungkus badannya tengah melihat ke arah kami saat itu.
Karena saya merasakan keadaan semakin menyeramkan, saya dan narasumber memutuskan untuk tidak melanjutkan, kami takut jika sesuatu yang buruk menimpa kami.
Malam itu saya sadar maksud kami yang hanya ingin mengetahui keberadaan mereka, telah mengusik ketenangan mereka dengan kedatangan kami.
Rasa penasaran kami yang hanya ingin memastikan rumor gudang pabrik gula berakhir dengan narasumber yang menjadi gila, beliau di teror setiap saat, bahkan pada saat siang sekalipun. Beruntung beliau masih tertolong setelah berobat pada seorang Kiyai, kami telah melakukan sebuah kesalahan.
Moment yang awalnya saya abadikan dalam sebuah vidio tiba-tiba hilang dengan sendirinya.
Kita hidup berdampingan dengan dunia mereka.
SEKIAN.
By : Shepia