[8] All Truth

2.1K 277 27
                                    

Author POV

"Baiklah, sekarang kau ingin kemana?" Tanya Dahyun saat keduanya berhasil masuk kedalam mobil, lalu menjalankannya menyusuri jalanan malam yang sepi. Sana nampak berpikir sejenak.

"Hm, kita akan--"

Brak!

Tiba-tiba, sebuah mobil menabrak mereka dari samping. Sempat membuat Dahyun oleng. Namun, dengan cekatan ia kembali mengambil keseimbangan agar mobil yang ia tumpangi tidak menabrak pembatas jalan. Segera Dahyun membelokkan mobilnya masuk ke celah gang pemukiman. Berusaha mengecoh mobil dari utusan Rumah Sakit yang mengetahui bahwa Sana dan Dahyun kabur, tapi mobil itu tetap bisa mengejarnya.

"Tetap fokus dan tenang, Kim Dahyun." Sana berbicara tegas. Sebuah benda ia keluarkan dari dalam pakaiannya.

Ya, sebuah pistol.

"APA YANG KAU LAKUKAN!?" Dahyun berteriak sambil pandanganya terarah ke depan. Sesekali melirik apa yang akan gadis itu lakukan.

Sana membuka kaca, menjulurkan kepala dan tangannya keluar. Membidik sesaat sebelum,

Dor!

Ia menembak ban mobil tersebut yang berakibat mobil dibelakangnya itu tidak bisa berjalan mulus.

Dor!

Satu tembakan lagi ia arahkan ke kaca pengemudi. Entah apa yang terjadi, yang jelas mobil itu berhenti seketika.

Suasana kembali terkendali setelah Sana melumpuhkan mobil tersebut.

"Ok, semua sudah selesai. Bawa aku ke apartemen mu." Pinta Sana. Dahyun hanya mengangguk, karena tak mungkin jika ia kembali ke Rumah Sakit dengan kondisi yang sudah seperti ini.
.
.
.
.
.

'Apartemen Dahyun'

"Baiklah, sepertinya ini saat yang tepat menjelaskan semuanya." Ucap Sana tiba tiba saat mereka tengah duduk di sofa. Membuat Dahyun seketika menatap Sana. Tidak ada satu kata pun yang Dahyun lontarkan. Tujuannya hanya mendengar penjelasan Sana yang entah apa itu.

"Huft... Kau pasti sudah tahu tentang ibuku adalah pemilik Rumah Sakit Jiwa kan? Dan hal pertama yang ingin aku katakan adalah, aku tidak benar-benar gila." Tentu, penjelasan Sana membuat ia tertegun sejenak. Dahinya mengernyit.

"Lalu, kenapa ibumu memasukan mu kedalam rumah sakit itu?" Sana tersenyum pahit.

Flashback on

"Sunmi, perbuatanmu tidak benar! Kau telah mengkhianati kepercayaan negara! Kau mengorupsi uang negara. Ini tidak bisa dibiarkan. Tunggu saja, aku akan melaporkan mu pada pihak yang berwajib!" Gertak seorang kepala rumah tangga pada istrinya. Tentu, membuat Sunmi kalang kabut.

Saat pria itu melangkah ingin meninggalkan kamar, Sunmi mengambil sebuah guci keramik dan melemparkannya ke kepala Sang Suami.

Prang!

Tentu, membuat darah segar mengalir dari kepalanya dan membuat tubuh pria itu ambruk.

"AYAH!" Sana, yang kala itu masih berusia 13 tahun mulai menangis.

"APA YANG KAU LAKUKAN!?"  Sana berteriak, pada Sang Ibu. Sebenarnya, Sana sudah mendengar cerita awal pertengkaran mereka. Namun, ia memilih diam karena takut dengan suara bentakan demi bentakan yang orang tuanya lontarkan. Jadi, ia memilih berdiri di ambang pintu. Air mata tak luput dari wajah gadis itu, ia menangis sangat keras hari itu.

Dengan sekuat tenaga, Hoshi berdiri. Berusaha  menyerang Sunmi walaupun pandangannya telah berangsur-angsur kabur.

"Beraninya kau!" Hoshi ingin menyerang Sunmi, namun Sunmi mengelak. Membuat pria itu menabrak dan memilih berpegangan pada jendela lantai 2 di rumah mereka. Hoshi mengerjap guna mengumpulkan kesadarannya. Namun, tak disangka. Sunmi justru mendorong suaminya sendiri hingga ia terjatuh kebawah. Membuat nyawanya lenyap saat itu juga

"AYAH!" Tentu, Sana histeris. Ia hanya diam, tidak mampu bergerak.

Flashback off

"Setelah saat itu, ayah dinyatakan bunuh diri karena mereka semua terlalu hanyut dengan sandiwara ibu--bukan, dia iblis! Beberapa hari, ia menyekap ku di dalam kamar. Takut jika aku membeberkan semuanya, termasuk tindakan korupsi yang ia lakukan. Dan, tanpa alasan yang jelas ibu membawaku ke rumah sakit milik ayah dan mengurungku disitu hingga saat ini."

"She is a bastard! " Rahang Sana mengantup rapat, ia memejam seiring air mata yang menumpuk di pelupuk.

Dahyun segera memeluk gadis yang kini terlihat rapuh tersebut.

"Sstt... Sudah, jangan bersedih." Spontan, Dahyun mengecup pucuk rambut gadis itu. Membuat Sana sedikit merasa tenang.

"Sekarang tidur lah, ini sudah larut." Sana mengangguk. Dahyun sangat tidak menyangka, gadis secantik Sana mempunyai masa lalu yang teramat kelam. Setelah mengusap air matanya, Sana masuk ke dalam kamar Dahyun, sesekali kembali menangis saat teringat betapa bejad nya Sang Ibu.
.
.
.
.
.
.
To be continued

Hae hae
saya harap libur diperpanjang AWOKAWOK
dan jngn bosen Ama cerita yg gini2 aja ya:'v





Crazy [SaiDa]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang