Dua Puluh Delapan

812 63 47
                                    

Pagi ini Sehun bangun lebih pagi dari biasanya. Ia tidak sabar untuk bertemu kembali dengan Suho. Kebiasaan baru ini tentu membuat Baekhyun heran bukan kepalang. Dari tadi ia terus memperhatikan sang adik yang sibuk memilih baju. Senandung kecil terdengar pertanda suasana hati si bungsu sangat baik.

"Kau ingin kemana? Semalam kau pulang larut dan tak memberi ku kabar." Nada ketus dilontarkan Baekhyun. Sebaliknya bukannya takut justru Sehun berjalan mendekat dan merangkul pundak yang lebih tua.

"Maaf aku lupa memberimu kabar. Kau mau dengar sesuatu yang baik?"

"Apa? Kau menemukan gadis cantik disini?"

"Bukan, aku telah menemukan berlian, hyung."

Baekhyun mengerutkan dahi. Ia yakin Sehun tidak pernah seaneh ini. "Maksudmu?"

"Aku telah menemukan Joon hyung."

"APA! KENAPA KAU TIDAK MEMBERI TAHUKU BODOH!" Satu pukulan keras mendarat dibelakang kepala sang adik.

"Sakit.." wajah itu dibuat seimut mungkin.

"Aku tidak peduli. Salahmu tidak memberiku kabar. Kita harus segera memberi tahu yang lain." Dengan antusias Baekhyun mengeluarkan ponsel dan bersiap menelpon kakak tertua. Sayang Sehun segera merebut ponsel itu. "Kembalikan bocah!"

"Jangan, hyung. Itu akan membahayakan Joon hyung."

"Apa maksudmu?"

"Aku khawatir jika para tikus itu menyadap ponsel kita. Kau ingat bukan perjanjian dengan Tao? Yang menemukan pertama maka dia yang berhak."

"Tapi kau yang pertama."

"Tidak ada yang bisa memastikan ucapan si pengkhianat itu bukan?"

Keduanya membuat wajah serius. Memang benar adanya. Mereka tidak akan pernah bisa memastikan setiap ucapan mereka. Pengkhianat akan tetap menjadi pengkhianat.

"Kau ingin kesana bukan? Aku ikut denganmu."

***

Pemandangan pertama yang Suho lihat begitu membuka mata adalah langit-langit kamar. Ia meremat selimut begitu kembali merasakan pening. Beberapa bulir keringat bahkan menghiasi pelipis.

Lama ia memandang kosong. Samar bisikan itu kembali datang. Ada nada ejekan yang dapat terdengar jelas disana. Pelan ia memukul matras dan meremat selimut lebih erat. Kepalanya kembali kacau.

"Selamat pagi, hyung."

Suho segera memejamkan mata begitu mendengar sapaan yang terlontar. Ia yakin kepalanya sudah benar-benar rusak hingga semua tampak nyata.

"Kau tidak gila. Aku memang disini." Pria itu menarik sudut bibir, mengejek Suho yang tampak menyedihkan.

"Ku pikir kau pergi kesini akan menjadi lebih baik, ternyata tidak. Kau bahkan terlihat lebih menyedihkan."

Ketukan pantopel dengan lantai terdengar keras bagi Suho. Ia menutup kedua telinga dan berusaha menolak semua fakta. Dalam hati ia terus merapal kalimat penenang. Suara itu semakin dekat dan berhenti tepat disamping.

"Buka matamu, Kim Joon Myeon!" Pria itu mengusap rahang Suho. Sentuhan lembutnya membuat seluruh bulu kuduk Suho meremang. Merasa tak mendapat respon yang baik ia pun menarik dan mencengkram rahang sang kakak.

"Ku bilang buka matamu!" Nada rendah penuh penekanan memaksa Suho untuk membuka kelopak mata. Wajah familiar yang paling ia hindari tepat dihadapan.

II. Walk On MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang