Dua Puluh Tiga

684 70 28
                                    

Hari ini adalah awal musim dingin. Salju mulai turun perlahan sejak pagi hari. Suhu udara terbilang masih cukup bersahabat. Kicau burung pun masih terdengar dari pepohonan yang meranggas.

Xiumin sedang duduk seorang diri ditemani dengan secangkir expresso kesukaannya. Beberapa kali ia terlihat mengecek ponsel. Ia mengeratkan jaket dan menyembunyikan kedua telapak tangan dalam saku.

Hampir tigapuluh menit duduk, namun yang ditunggu belum juga muncul. Ia menyinggungkan senyum saat mendengar alunan musik yang sangat familiar. Orang bilang lagu ini sangat identik dengan salju pertama. Lagu yang sering kali muncul naik kepermukaan tangga lagu setiap tahunnya.

Sekali lagi ia menyesap kopinya yang tinggal setengah. Matanya mengedar begitu mendengar lonceng pada pintu yang berdentang. Ia bangkit dan tersenyum ramah pada orang yang ditunggu.

Pria itu menepuk punggung Xiumin dan balas tersenyum. Kemudian keduanya duduk dan saling melempar senyum lagi. "Maaf aku terlambat."

"Tidak apa-apa, hyung. Aku juga baru sampai."

"Bagaimana baru sampai, kopimu tinggal setengah Minseok-ie." Pria yang katanya kembaran Suho itu pun terkekeh. Mau tak mau Xiumin pun menggaruk tengkuknya malu.

"Mau minum apa, hyung? Latte disini yang ku rekomendasikan."

"Tidak usah, setelah ini aku ada jadwal lain. Jika aku menikmati kopi khawatir aku akan terbuai." Senyum joker miliknya membuat Xiumin canggung.

Sebenarnya ia tak begitu dekat dengan seniornya ini. Tapi mau bagaimana lagi, yang paling tahu dan menjadi penghubung antara mereka cuma ia seorang.

"Bagaimana rasanya menjadi seorang pemimpin?"

"Melelahkan." Xiumin mengusap lengangnya canggung.

"Kau pasti bisa! Kalian pasti bisa. Ada kami disini, jangan sungkan untuk bertanya. Teuk hyung pasti mau berbagi cerita dengan mu."

"Ne, kamsahamnida.", ia membungkuk sopan dan tersenyum. "Sebenarnya ada yang ingin aku tanyakan."

"Tentang Joon?"

"Ya, hyung. Aku tidak tahu harus bertanya pada siapa lagi selain dirimu."

"Tidak apa-apa, aku senang membantu kalian."

"Aku ingin menanyakan kabarnya, hyung. Beberapa kali aku menghubungi ponselnya tapi tidak bisa."

"Tentu saja. Paman Kim mengambil ponselnya. Kau hanya bisa berhubungan lewat pengawal Lee."

"Ah begitu. Boleh aku meminta nomornya? Akan sangat mengganggu jika aku harus terus bertanya padamu."

"Maaf aku pun tak punya. Aboeji yang selalu mengabarkan padaku. Akses Joonmyeon disana dibatasi, tidak sembarang orang bisa keluar masuk. Aku pun sudah lama sekali tidak berkunjung ke rumah keluarga Kim semenjak mereka pindah. Hanya beberapa kali aku sempat berhubungan dengan Dongkyu. Ia juga sedang dinas keluar negeri jadi aku tidak bisa menemuinya langsung."

"Begitu ya. Sebenarnya aku khawatir dengan Sehun. Dua hari yang lalu ia sempat ingin pergi mengunjungi Joon. Kau tahu sendirikan bagaimana hubungan Sehun dan Joonmyeon. Dua minggu ini ia sangat terpukul, aku khawatir."

Siwon terdiam sesaat. Ia sedikit menimang kalimat yang akan dilontarkan. "Sebenarnya tadi malam aku dapat kabar terbaru."

"Benarkah?"

"Eum, tapi sayang kabar kurang baik yang kudapat. Sudah dua hari ini kondisinya menurun drastis. Ada beberapa hal yang baru terjadi, ditambah kondisinya yang sejak awal memang kurang bagus."

II. Walk On MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang