O. Annyeong

768 96 18
                                    

Moscow 17 April

Alarm itu berhenti berbunyi dengan satu hentakan tangan diatasnya. Wanita yang masih menggulung dirinya didalam selimut tak lama mencuatkan kepalanya. Menatap langsung kearah tirai putih yang menyembunyikan pemandangan pagi dibaliknya.

Wanita itu akhirnya memilih bangkit, lalu|

"Lalu..." Aku kembali mengulang kata yang baru saja aku ketikkan dilayar laptopku. Ahk, selalu saja seperti ini, berakhir dengan inspirasi kosong.

Kuraih sebungkus cerutu yang tak jauh dari laptopku. Kutahan sebatang rokok dalam apitan bibirku sebelum akhirnya api mulai membakar ujungnya. Ponselku bergetar, kuraih segera benda persegi itu dan menatap layarnya cukup lama.

"Sudah lama ya..." aku spontan bergumam dengan air mata yang perlahan menumpuk dibalik pelupuk. "...bogoshipo, Sehun~na."

Aku keluar untuk melibat kotak pos disamping pintu apartementku, kudapati beberapa surat tagihan dan amplop dari Kiyong lagi minggu ini.

Jangan terus mengurung diri diapartement, pergilah melihat-lihat paris.

Aku tidak bisa menggambarkan tentang bagaimana pria yang satu itu terluka karenaku. Kalau tidak salah, sudah empat tahun surat cerai itu aku letakkan didepannya, dan sampai saat ini belum kuterima pernyataan resmi darinya. Bukan, aku melakukannya bukan karena aku tak mencintai pria bermarga Jang itu, aku mencintainya, aku juga mencintai buah hati kami Jang Hae Joon. Hanya saja, aku merasa belum begitu yakin akan perasaanku padanya, lebih tepatnya aku tak bisa memberikan sepenuhnya, seperti yang telah ia berikan padaku.

"Annyeong Hae Joon-na...eomma bogoshipo? Aigoo... charanae..."

"Kapan kau akan kembali?" Suara itu segera membuatku tersenyum kecut. "Kau mendengarku?"

"Entahlah..." Aku mencoba tersenyum kala suara dari ujung sana menyapa. "Aku belum bisa memastikan."

.
.
.

France, malam itu aku membawa buku tulis dan penaku sembari berkeliling. Siapa tahu inspirasiku mencuat seketika, yakan?

Seperti biasa, kawasan itu amat ramai. Tidak dipungkiri, aku masih bisa melihat banyak wisatawan Korea disini. Cukup banyak sampai-sampai aku sering sekali salah melihat seseorang. Seakan-akan aku melihat orang yang kukenali disini. Rasanya suasana ini membawaku kembali ke Seoul.

Kudekati menara yang menjadi ikon France itu, dari kaki-kaki menara itu berpijak, aku mendongah mencoba memperhatikan ujung tertinggi menara itu. Kemudian inspirasi itu muncul, inspirasi dari novel yang tengah kugarap sebagai hobi milikku. Kutulis sepenggal kalimat sebelum akhirnya memilih untuk beranjak pergi. Tapi... langkahku membeku. Rasanya seperti melihat hantu. Kakiku bergetar, jantungku seakan berpindah posisi ketenggorokanku. Sehun...

"Ani, aku salah lihat. Tidak mungkin." Aku membalik tubuhku, menghentakkan kakiku dan memukul kepalaku beberapa kali.

Kubuka mataku perlahan, kemudian kuatur nafasku dengan amat hati-hati. Kutumpuk keberanian untuk membalikkan tubuhku. Kali ini, pandangan kami tanpa sengaja bertemu. Aku mematung tentu saja, bagaimana tidak.

Rasanya seperti keajaiban, dapat melihat dia yang membuatku tidak bisa melupakannya sedalam ini.

Aku tidak pernah, berpikir bahwa ia benar-benar meninggalkan dunia ini dalam peristiwa mengenaskan itu. Selama ini yang aku yakini adalah apa yang terjadi hanya bahagian dari pekerjaannya. Menyelesaikan tugasnya kemudian lenyap. Aku sempat pupus harapan, namun tidak kali ini...

Dia tersenyum kearahku kemudian mengambil langkah mendekat. Ini pastilah mimpi. Rasanya benar-benar tiďak nyata...

"Annyeong..."

Other Side of Mr.OhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang