Chapter 6b | Ai (2) (爱)

29 6 1
                                    

Beberapa jam setelah pertandingan yang melelahkan, aku melihat Xiao Chen sedang berdiri di depan pintu tempat kejuaraan dilaksanakan. Berkali-kali, dia menatap layar ponselnya dengan cemas. Tak lama kemudian, ponsel yang ada di kantong bawah jaket putihku pun berdering. Ternyata, aku lupa men-silent ponselku sedari tadi. Namun, berkat hal itu, Xiao Chen menoleh ke belakangnya dan mata kami bertemu.

"Hello, my big baby Tuan Muda Liu!" Aku melayangkan ciuman jarak jauh ke arahnya. Namun, Tuan Muda Liu ini hanya merespons dengan datar. Yah, berbeda dengan para extrovert, sepertinya para introvert membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menunjukkan diri mereka yang sebenarnya di hadapan orang –yah, asing. Orang asing.

Entah mengapa, dua kata itu jadi terasa menyakitkan.

"Kenshi," Dia menunjuk kantong bawah jaketku. "Ponselmu sedari tadi berbunyi."

Oh iya, batinku. Aku pun mengambil ponselku dari dalam kantong bawah jaketku, kemudian melihat nama Heiji di layar dan segera mengangkatnya. "Halo?" Aku menempelkan ponselku di telinga. "Halo Heiji, ada apa?"

"Aku pinjam Xiao Chen-mu, ya, Takuya-san!"

"Apa? Kau mau meminjam Xiao Chen-ku? Untuk apa?" tanyaku.

"Orang-orang yang ada di dalam rumah keluarga besar Zhang membutuhkannya, sebagai saksi terakhir. Sekarang, aku dan para polisi Beijing sedang menuju ke tempat diselenggarakannya kejuaraan untuk menjemputnya," jelas Heiji.

Aku melirik Xiao Chen yang sekarang berdiri membelakangiku. Sepertinya, dia memang sedang menunggu mobil polisi datang. Tapi—

Tunggu.

Kalau dia pergi ke rumah itu, apakah itu berarti dia akan bertemu dengan Tuan Liu yang jahat itu? Tidak, aku tidak bisa membiarkan Xiao Chen menangis lagi. Dia sudah cukup banyak menangis di hadapanku, dan melihatnya saja sudah membuatku merasa sesak. Aku hanya ingin melihatnya menangis karena kukalahkan di pertandingan final, itu saja. Selebihnya, aku tidak akan membiarkan siapapun menyakiti Xiao Chen, termasuk dirinya sendiri.

"Aku ikut!" seruku. "Aku akan ikut ke rumah itu!"

"Kau serius? Nanti pelatih atau manajermu nyariin—"

"Nanti aku akan bilang ke mereka, 'ada urusan sebentar'. Heiji, kumohon. Aku sangat menyukainya jadi aku tidak bisa tenang kalau dia kenapa-napa di sana," Aku mulai memohon-mohon pada Heiji. Akhirnya, Heiji hanya bisa mengiyakan permohonanku. Senyum pun tersungging di wajahku.

Begitu mobil datang, Xiao Chen langsung masuk ke jok bagian belakang pengemudi, diikuti oleh aku. Xiao Chen pun mengerutkan dahinya saat melihatku yang sedang menutup pintu mobil dari dalam. "Kenshi, kenapa kau ikutan?" tanyanya, dia terdengar tidak senang.

"Karena pangeran dari Osaka ini akan melindungi putri dari dataran China yang sangat dicintainya ini," jawabku asal sembari mengedipkan sebelah mataku. Mendengar jawaban absurd-ku, lagi-lagi Xiao Chen terlihat merinding. Tapi, tak lama setelah itu, dia merengut kesal. "Aku tegaskan lagi padamu, aku ini pangeran dari daratan China. Bukan putri yang amat kaucintai itu," katanya sambil mengalihkan pandangan ke kaca jendela mobil.

Aku tahu, Heiji yang sedang duduk di samping jok pengemudi pasti sedang menahan mual karena pembicaraan yang sungguh sangat absurd ini. Selama perjalanan, pandangan Xiao Chen memang tak lepas dari kaca jendela, tetapi tangan kanannya menggenggam erat tangan kiriku. Sampai akhirnya, kami sampai di rumah keluarga besar Zhang. Hal pertama yang kutemukan adalah ibunya Xiao Chen alias Nyonya Liu yang sedang berbicara dengan lantang di hadapan semua orang yang ada di dalam ruangan dengan menggunakan bahasa Inggris.

"Aku tahu, aku bukan ibu yang baik untuk Xiao Chen," katanya. Lalu, dia menatap tajam ke arah suaminya, Tuan Liu yang sedang dikelilingi polisi. "Xiao Chen memang anakmu," katanya dalam bahasa Mandarin. "Tapi, dia anakku juga. Apa kau tidak pernah memikirkan perasaanku dan perasaannya? Kau menggunakannya untuk ambisimu sendiri. Padahal, aku tahu, aku tahu jelas bahwa menari adalah dunianya! Tapi, kau terus menyiksanya. Kau terus mencambuknya dan membungkam mulutku. Aku tidak bisa terus-terusan diam!"

Orange Spirit Special : Win and Lose (勝ち負け/Win or Lose) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang