Chapter 1a | Sand Planet (砂の惑星)

40 6 0
                                    

--**--**--

Melihatmu,

Aku seperti berada di tengah deru pasir yang terbang karena angin

Perasaan itu semakin membuatku gerah

Mengapa,

Aku tak pernah bisa mengalahkanmu?

--**--**--

Mei 2017

Siang itu adalah persiapan sebelum pertandingan final Kejuaraan Bulu Tangkis dunia diselenggarakan. Tahun ini, kejuaraan itu diselenggarakan di negara asalku, Jepang. Orang-orang seharusnya percaya bahwa aku, seorang Kenshi Takuya yang berusia 22 tahun inilah yang menang. Macan spesies apapun pasti akan selalu menang di dalam kandangnya sendiri. Namun, karena musuh yang akan kuhadapi –musuh yang sama setiap tahunnya saat aku menghadapi pertandingan final, orang-orang dari negaraku sendiri justru juga malah meragukanku.

Tetapi, toh aku membawa nama baik satu negara. Walaupun ragu, mereka pasti akan menyemangatiku.

Saat aku melangkah menuju tempat latihan, aku melihat seorang anak laki-laki bermata sipit yang sedang duduk bersila di pinggir lapangan khusus latihan. Dia terlihat sedang merenung sambil memainkan raketnya. Aku menghampirinya, lalu menyapanya ala seorang Kenshi yang ambisius.

"Ah, Liu Xiao Chen, rivalku!" Aku membungkukkan badan, lalu berbicara padanya dalam bahasa Inggris. "Kau masih ingat, kan? Aku Kenshi Takuya—"

"Siapa juga yang tidak ingat kau?" Xiao Chen –anak sombong itu, menatapku seakan-akan aku adalah bakteri yang bersemayam di kaca preparat. "Aku mengingatmu karena kau kalah dengan menyedihkan tahun lalu."

Aku menghembuskan napas kesal. "Hei, begini caramu bicara ke orang yang lebih tua? Aku ini lebih tua tiga tahun darimu, tahu! Apa di tempatmu tidak pernah diajarkan soal bagaimana caranya bicara ke orang yang lebih tua?"

"Age doesn't matter," Xiao Chen berdiri dari posisi duduknya, lalu berjalan melewatiku dan berhenti tepat di sampingku untuk membisikkan sesuatu. Aku bisa merasakan napasnya yang menyebalkan di telingaku. "Mau sampai kapanpun, kau tidak akan pernah bisa jadi nomor satu. Berhentilah memegang ambisimu itu, aku kesal melihatmu yang selalu berusaha untuk mengalahkanku," bisiknya. Mendengarnya, aku menaikkan sebelah alis. He? Strategi untuk menjatuhkan mental pemain lawan sebelum bertanding, kah?

Maaf saja, aku kebal dengan hal bodoh seperti ini. Baka.

"Tuan Muda Liu," cibirku sambil menatap tajam anak itu. Wajah kami sangat dekat, tapi aku tidak peduli. "Bagaimanapun caranya kau menjatuhkan mentalku, itu tidak akan mempan, Dude. Ambisiku masih sama. Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini, Baka."

Ya, it doesn't work –itu tidak akan mempan.

Xiao Chen balas menatapku tajam, tetapi aku bisa merasakan sebuah ketakutan di dalam kedua bola matanya. Lalu tak lama waktu berselang, dia berjalan meninggalkanku. Sebelum punggungnya benar-benar menjauh, aku berteriak padanya dalam bahasa Jepang. "Lihat saja kau, Baka!" Aku menunjuk-nunjuknya yang sedang membalikkan tubuhnya. "Aku pasti akan bisa mengalahkanmu, dan membuatmu menangis di pojokan atas segala kesombonganmu dattebayo!"

"Xie-xie, aku tidak mengerti kau ngomong apa tapi sepertinya kau kebanyakan nonton Naruto," Xiao Chen menggerutu dalam bahasa Mandarin, dan aku hanya mengerti kata 'Xie-xie' serta 'Naruto'.

"Yabai," gumamku saat punggung Xiao Chen perlahan menjauh, lalu menghilang dari ruang latihan. Sebentar lagi adalah jadwalku untuk latihan. Aku mengatur napas, mencoba menahan emosi yang disebabkan oleh bocah China itu. Seharusnya, hal seperti ini sudah menjadi hal yang biasa. Namun, dari tahun ke tahun, anak itu semakin menyebalkan. Semakin dewasa, omongannya juga semakin menjatuhkan. Tahun ini, dia berumur 19 tahun. Pastilah semakin superior juga dirinya.

Dalam dunia bulu tangkis, Jepang dan Republik Rakyat China adalah duo negara tak terkalahkan. Hal tersebut memang sudah diakui turun-temurun, walaupun terkadang Indonesia juga mulai mematahkan anggapan itu dengan membawa atlet-atlet keren mereka ke Kejuaraan Bulu Tangkis Internasional. Namun, tahun ini –seperti tahun-tahun sebelumnya juga, negara itu hanya bisa sampai semifinal karena salah satu dari atlet mereka juga adalah langganan lawan main Xiao Chen. Bedanya, Xiao Chen terlihat lebih respect pada mereka –langganan lawan mainnya dari Indonesia memang dua orang, kadang Akmal dan kadang juga Isro.

Padahal, Akmal mirip denganku. Dia sangat ambisius, berbicara dengan bahasa Inggris yang awut-awutan sampai terkesan macam orang mabuk –padahal, dia punya kepercayaan di mana dia tidak boleh minum anggur ataupun sake tapi dia seperti habis minum minuman itu. Tapi, Xiao Chen hanya diam saja. Terkadang, dia menyembunyikan tawanya untuk menghargai Akmal yang terus mengoceh di depannya sebelum pertandingan.

Saat itu aku berpikir, kenapa Xiao Chen tidak bisa menghargaiku seperti halnya dia menghargai Akmal?

Sementara itu, Isro memang pantas untuk dihargai sebab dia kalem dan sopan, dengan raut wajah datar macam aspal yang diratakan. Namun, terkadang aku melihatnya diam-diam mengacungkan jari tengah ke arah Xiao Chen saat Xiao Chen tidak melihatnya.

Yah, sama saja.

--**--**--

[A/N]

Welkam to chapter pertama.

Keep stay at home demi mencegah penyebaran virus Corona, jangan keluar kalau enggak penting-penting amat. Do a social distancing even dengan kucing sekalipun. Karena kita enggak tau, siapa tau aja ada suspect yang ngelus-ngelus plus nyium-nyium kucing random di jalan saking gemesnya kan. Kucing bisa terinfeksi, lho.

 Kucing bisa terinfeksi, lho

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tapi enggak deng.

Don't be afraid, menurut WHO kucing ataupun anjing enggak akan menularkan virus corona ataupun terinfeksi dari manusia karena virus corona pada kucing dan anjing berbeda dengan manusia. Feline coronavirus (corona pada meow) ini paling hanya menyebar dari satu kucing ke kucing lain. So, maybe they need social distancing too each other?

Luv,

Putri Alfiana Ulfa 🧡 (Author of OS Special)

Orange Spirit Special : Win and Lose (勝ち負け/Win or Lose) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang