Chapter 4b | Lemon (レモン)

28 6 0
                                    

Akhirnya, pagi hari sebelum jam makan pagi di hotel itu kuhabiskan dengan Xiao Chen. Dia masih syok dengan mimpi buruknya, jadi dia kuajak untuk menonton televisi. Kami berdua duduk di atas sofa, dengan kepala Xiao Chen yang disandarkan di atas pundakku. Aku benar-benar tidak menyangka Xiao Chen juga akan memeluk pinggangku –persis seperti kebiasaan aku dan Naomi saat kami menonton televisi atau drama korea berdua. Aku pun mengelus-elus rambut hitamnya. Toh, anak itu memang benar-benar sedang butuh afeksi.

"Aku tidak mengerti satu pun di antara acara-acara ini," keluhku dalam bahasa Inggris sambil menggonta-ganti stasiun televisi. "What the hell am I watching?"

"Itu karena kau tidak mengerti bahasa Mandarin," kata Xiao Chen dingin, tapi anehnya kelakuannya saat ini benar-benar berbanding terbalik dengan ucapan dinginnya. Dia masih saja tidak malu untuk berlaku manja padaku, persis seperti seekor kucing galak yang terkadang punya sisi lembut pada majikannya. Aku tertawa mendengar ucapan menyebalkannya –ya, aku sudah sangat kebal apalagi dia jadi manis begini—dan mengacak-acak rambutnya dengan kekuatan ekstra sampai dia merengut kesal.

"Ya sudah deh, aku nanti akan belajar bahasa Mandarin demi dirimu," sahutku asal yang membuatnya seketika melepaskan pelukannya dari pinggangku. "Kau sudah merasa enakan, hm?" Aku mengelus kepala belakangnya.

Dia beranjak dari sofa dan berdiri, wajahnya terlihat memerah sampai kedua telinganya juga ikut memerah. "Ehem," Dia berdeham sebelum melanjutkan bicaranya. "Aku benar-benar lupa kalau kau adalah rivalku, tadi hampir saja kau kuanggap sebagai kakakku sendiri," Dia terdiam sejenak, lalu kembali menatapku dengan tatapan dingin seperti biasanya. "Ini benar-benar tidak boleh. Aku tidak boleh terikat secara emosional denganmu. Lagipula –kau mengingatkanku pada seseorang yang kubenci."

Aku terkejut mendengar ucapannya. Lagi-lagi, Xiao Chen kembali bertingkah menyebalkan. Namun, ini adalah hal paling menyebalkan yang dia lakukan sepanjang sejarah dia bertingkah menyebalkan di hadapanku. Walaupun dia adalah angsa putih yang cantik, keren, dan membuatku iri setengah mati, tetap saja dia masih punya sisi lemah yang dia tutupi serapat mungkin. Sisi lemah yang bisa menghubungkan kasus yang ditangani Heiji dan Shinichi dengan penemuan Shinichi di rumah keluarga Zhang waktu itu.

Foto Xiao Chen, dan—

Alat cambuk.

Juga, mimpi buruk Xiao Chen tadi.

Jadi intinya, anak di hadapanku ini benar-benar masih saja sok kuat bahkan setelah menangis di pelukanku, mengaku tidur dengan boneka, dan memeluk pinggangku. Setidaknya walaupun aku tidak pernah bisa mengalahkannya, aku bisa melindunginya dan membuatnya nyaman.

Tapi, dia membenciku.

Terlihat benar-benar membenciku.

"Setelah yang aku lakukan padamu tadi, kau masih tetap bilang kalau aku mengingatkanmu pada orang yang kaubenci?" Aku beranjak dari sofa. Aku benar-benar marah sekarang. "Apa kau tidak sadar bahwa ada orang aneh yang perlahan menyayangi rivalnya sendiri dan orang itu adalah aku?" Saking marahnya, aku jadi tidak tahu bagaimana caranya berbicara dalam bahasa Inggris dan terus memarahinya dengan bahasa Jepang. "Jadi, karena aku iri juga padamu, apakah kau tidak bisa untuk tidak bersikap sok kuat? Aku tahu kau punya masalah! Kau cerminan dari ambisiku untuk meraih gelar pemain bulu tangkis nomor satu dunia, kau alasanku untuk berjuang dan bekerja keras. Itu semua karena kau, karena kalau bukan kau rivalku, aku akan kehilangan semangat hidupku!"

Xiao Chen menatapku sinis, dia tidak mengerti sama sekali dengan ucapanku. Namun, dia benar-benar tidak menyukai emosi yang ada di dalam kata-kataku. "Well," katanya. "Keep talking."

"Dulu, aku bermain bulu tangkis dengan perasaan kosong," kataku, kembali berbahasa Inggris. "Dengan mudahnya aku mengalahkan orang-orang, dan itu membuatku enggak punya semangat. Tapi sejak pertama kali bertemu denganmu, aku jadi tahu apa itu kompetisi. Perlahan-lahan, aku punya semangat untuk mengalahkanmu. Aku merasa hidup kembali, Xiao Chen. Kegagalanku justru mengajarkanku caranya untuk berjuang. Karena itu, kau penting bagiku."

Xiao Chen menggigit bibir bawahnya.

"Sebenci apapun sekarang atau bahkan dulu kau padaku, aku enggak akan punya alasan untuk membencimu balik," kataku. Lalu, aku memejamkan mataku dan menarik napasku dalam-dalam sebelum melanjutkan bicaraku yang emosional ini. "Sepertinya aku tahu siapa orang yang kaubenci itu."

"Walaupun kautahu pun, jangan pernah ikut campur," kata Xiao Chen dingin. Setelah itu, dia pergi meninggalkan kamar hotelku tanpa lupa menutup pintunya kembali.

Jovi yang sedari tadi hanya menonton pertengkaran kami –aku dan Xiao Chen memang sering bertengkar, tetapi bukan pertengkaran yang seperti ini—pun menghampiriku dan meraih pundak kananku sembari menatap ke arah sesuatu yang kutatap sedari tadi. Pintu kamar hotel. "Takuya-san," Dia memanggil namaku seperti Heiji. "Aku juga tahu siapa yang dia benci."

Aku hanya diam.

Tak lama kemudian, tiba waktunya untuk makan pagi sebelum aku pergi latihan. Hotel ini memiliki banyak ruang latihan, selain ruang latihan yang ada di tempat diselenggarakan pertandingan. Jarak antara hotel dan arena pertandingan tidak begitu jauh dan bisa dijangkau dengan berjalan kaki. Toh, hotel ini memang hotel khusus atlet yang akan bertarung dalam Kejuaraan Bulu Tangkis Internasional.

Saat aku bertemu dengan Xiao Chen di tempat cuci tangan yang ada di ruang makan, aku melihat wajahnya yang jauh lebih sembap dibanding wajahnya saat bangun tidur tadi. Dia menangis lagi, kah? batinku. Bahkan tatkala matanya bertemu dengan mataku, aku bisa melihat raut wajahnya yang seperti sedang ingin menangis. Namun, aku membalasnya dengan tatapan marah. Aku benar-benar tidak tega padanya, tetapi saat ini kemarahanku lebih berkuasa.

"Kenshi," Dia memanggil namaku saat aku berbalik memunggunginya, hendak mengambil makanan duluan. Aku memutar bola mataku kesal, kemudian membalikkan badan agar bisa berhadapan dengannya. "Yes, why?" tanyaku dengan nada kesal.

"Nih," Xiao Chen menyodorkan satu keranjang berisi jeruk padaku. "Anggap saja ini permintaan maafku karena sudah membuatmu marah tadi."

"Kau serius?" Aku menatapnya tidak percaya. "Seorang Tuan Muda Liu Xiao Chen meminta maaf duluan?"

"Iya, aku minta maaf sudah membuatmu benar-benar marah," Kurasa, Xiao Chen sudah kembali ke mode menggemaskan. Aku menerima keranjang berisi jeruknya dengan mata berbinar-binar walaupun aku tidak suka jeruk karena rasanya yang asam, seasam kekalahanku setiap tahunnya dari anak ini. Seasam tingkat stressku acapkali harus bertanding dengannya setiap tahun. Memang asam, tetapi di balik keasaman itu ada ambisi yang rasanya sangat nendang di dalam jiwa. Akhirnya, agar rival kesayanganku ini merasa dihargai, aku pun mengambil salah satu jeruk dan mulai membuka kulitnya untuk memakan isinya.

"Bodoh, itu bisa dimakan nanti saja—" kata Xiao Chen.

Asam, batinku sambil menyembunyikan kernyitan di dahiku dengan menundukkan kepala. Setelah menelan salah satu daging buahnya –jeruk ini tidak ada bijinya, aku pun mendongak. "Manis, thank you, Bruh," Aku memberikan finger heart padanya ala-ala drama korea. Kulihat, Xiao Chen menahan tawanya. Kenapa kau tahan-tahan sih tawamu, Baka? batinku gemas.

"Kau sudah tidak marah padaku lagi, kan?" tanya Xiao Chen.

"Aku tidak bisa berlama-lama marah padamu," kataku, kali ini aku jujur.

Xiao Chen terlihat lega. Sepertinya, tadi dia menangis lagi karena merasa bersalah padaku. Yash, pemikiranku yang seperti ini pun membuatku harus menahan diri untuk tidak mengacak-acak rambutnya lagi karena dia masih belum mau terbuka denganku. Yah, selain karena dia introvert, itu karena aku juga orang asing di matanya. Maksudku, orang asing yang benar-benar orang asing. Foreigner.

Sepertinya, sekarang di matanya aku hanya orang Jepang yang numpang main bulu tangkis di Beijing.

--**--**--

[A/N]

Heyo heyo jangan lupa hari ini kth mau nge-rant di MSN tepat pada pukul 09.00 WIB! *Ana bantuin promo lapak sebelah.

Bukan soal kuliah daring tapi.

🧡🧡

Orange Spirit Special : Win and Lose (勝ち負け/Win or Lose) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang