Gevan membuka pintu, memasuki rumah dengan langkah hati-hati. Ia menoleh ke kanan ke kiri, takut jika tiba tiba ayah nya muncul dan memarahi Gevan karena Gevan pulang malam.
"Ge?" Gevan terperanjat. Mengusap dada nya tanda lega saat menyadari bahwa yang memanggil ia adalah mama nya.
"Kok baru pulang? Mama telfon kamu daritadi, handphone nya malah mati." Delima menghampiri Vino. Mengelus pipi anak nya, ia khawatir Gevan kenapa napa.
"Handphone Ge mati, Ma." Gevan berbohong, padahal tadi dia sengaja mematikan Handphone agar tidak ada gangguan dari siapapun.
"Tadi Gevan abis kerkom dirumah temen." Kebohongan selanjutnya.
"Selarut ini?"
Gevan mengangguk ragu. Menggaruk tengkuk nya yang tidak gatal. Delima tersenyum, mengusak pelan rambut anak nya.
"Kamu gak sepinter Vino kalo boong, coba jujur sama Mama kamu habis darimana? Hmm?" Delima bertanya dengan sangat lembut.
Gevan mengigit bibir bawah nya, ragu untuk mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi. Apa Jika Gevan memberi tau hal perihal kepergian nya dengan Vino, Mama nya tidak akan marah?
"Ge pergi ke festival musik." Jawab Gevan pada akhirnya.
"Tumben? Sama siapa?"
"Vino.." suara Gevan sangat pelan namun masih terdengar oleh Delima. Delima sedikit kaget namun kembali mengatur mimik wajah nya.
"Kok bisa? Baikan?"
"Iya, panjang cerita nya."
"Mau cerita?"
"Ge mandi dulu ya?"
"Oke!" Delima tersenyum lembut, mengusak rambut putra sulung nya itu.
***
Vino berjalan santai dengan mulut mengunyah permen karet ke arah perpustakaan. Saat ini bel istirahat, sebelum masuk kelas tadi Gevan meminta Vino untuk datang ke perpustakaan dan pergi ke kantin bersama.
Katanya rindu makan berdua dengan adik, alah.
Vino lebih memilih berdiri bersandar pada tembok dekat pintu perpustakaan daripada masuk ke dalam. Tidak seru. Banyak buku. Vino malas melihatnya.
Vino melipat tangan di depan dada, menghentakan kaki seirama dengan musik yang ia dengar lewat earphone yang terpasang sebelah pada telinga nya. Ikut berirama dengan suara yang pelan dan mulut sibuk mengunyah permen karet.
"Gevan?" Vino menoleh kala mendengar seseorang menyebut nama Gevan.
"Manggil saya pak?" Tanya Vino, membenarkan posisi nya, mencabut earphone dan menatap guru yang juga sedang menatapnya.
"Sedang apa kamu disini Gevan?" Tanya guru yang Vino ketahui bernama Pak Wahyu. Guru Matematika kelas 12. Dan Vino tebak ini pasti guru nya Gevan.
"Saya Vino bukan Gevan." Koreksi Vino, masih dengan suara dibuat sesopan mungkin.
"Ah masa?" Pak Wahyu tak percaya, ia menurunkan kacamata nya sampai hidung. Memicingkan mata menatap Vino dari ujung rambut hingga ujung kaki.
"Ini Vino Pak, Gevino anak kelas 11 Ips E." Vino kembali meyakinkan guru didepan nya ini.
"Gak mungkin Vino serapih ini, jangan bercanda ah Ge." Pak Wahyu terkekeh sambil menepuk pelan pundak Vino.
Vino melotot saat Pak Wahyu secara tak langsung merendahkan nya. Memutar bola mata malas, giliran dia mau jadi anak baik malah tidak dipercaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Different ✓
Short Story[Sudah tamat] Bukankah mendapat perlakuan yang berbeda dari kedua orang tua adalah hal yang paling menyakitkan? Gevano dan Gevino, saudara kembar yang tidak pernah saling bertegur sapa. Mereka berbeda. Dan akan selalu berbeda. •Brothership•