Vino berjalan santai keluar dari warung belakang sekolah. Memasuki mobil yang sedari tadi sudah terparkir manis menunggu nya masuk.
"Lama lo." Ketus Gevan saat Vino dengan santai duduk di kursi penumpang dengan kaki yang diangkat satu.
"Nyebat dulu, tanggung." Jawab Vino tak perduli dengan ketusan Gevan. Lagian Gevan emang ambekan, tapi ga bakal lama ambek nya.
"Ke toko buku dulu ya."
"Hmm."
Mobil melaju dengan kecepatan sedang. Beberapa menit tidak ada percakapan antar mereka. Vino sibuk dengan Handphone dan Gevan sibuk dengan jalanan.
"Vin?" Panggil Gevan, matanya masih fokus pada jalanan.
"Hmm."
"Pacaran sama Alin lo ya?" Tanya Gevan yang membuat Vino sontak menoleh, mata nya melotot kaget.
"Kata siapa lo?"
"Alin kan anak kelas gue, rame kali dikelas." Jelas Gevan, menoleh sebentar pada Vino sebelum kembali fokus pada jalanan.
"Biasa orang ganteng pasti banyak gosip. Lagian gue ga demen itu cewek."
"Oh berarti bener berita lo gay ya?"
"Bangsat, enak aja lo!" Vino melempar bungkus permen karet tepat ke kepala Gevan membuat Gevan terkekeh.
Di sekolah, Vino dan Gevan terkenal sebagai siswa paling tampan. Tapi banyak yang lebih menyukai Vino karena sifat brandal nya yang dianggap keren oleh sebagian orang. Dan Gevan mengakui, Vino memang terlihat lebih gagah karena sifat nya itu.
Banyak yang telah menyatakan perasaan nya pada Vino. Bahkan ada yang terang terangan mengaku bahwa ia adalah pacar Vino. Namun dengan kasar nya Vino menolak semua wanita dengan alasan tak tertarik untuk berpacaran. Tapi karena alasan nya itu, banyak yang mengira Vino memiliki orientasi yang berbeda. Gay maksudnya.
Ditambah Vino hanya mau berinteraksi dengan laki-laki, tersenyum dan tak enggan untuk merangkul teman teman nya. Dari situ membuat para siswa menebak bahwa Vino memang hanya tertarik pada laki-laki.
"Lagian lo cewe banyak yang deketin, tapi semua di tolak. Bahkan gak pernah tuh keliatan lo deket sama cewe. Makanya mereka bilang lo gay." Gevan membelokan setir ke arah kanan, sedikit melirik Vino dengan ujung matanya.
Vino terdiam. Memikirkan apakah ia harus memberi tau Gevan atau tidak perihal rahasia nya selama ini. Bukan, bukan Vino mau membenarkan bahwa ia Gay. Tapi tentang gadis itu. Gadis yang selalu Vino perhatikan diam diam.
"Gue cuma ngerasa gak pantes aja di sukain cewe. Kasian kalo gue punya cewe, nanti dia malu karena ulah gue. Ribet pokonya lah." Vino memalingkan pandangan, menatap jalanan lewat jendela disamping nya.
Helaan nafas pelan terdengar dari bibir Vino. Biasanya anak usia seperti dia akan sibuk dengan yang namanya cinta. Merasakan bagaimana debaran saat sedang menyatakan perasaan kepada seorang gadis. Merasakan kebahagiaan sederhana saat bisa membuat sang gadis tersenyum merekah.
Ah. Vino tidak sempat memikirkan hal itu. Yang dipikirkan dalam hidup nya sekarang adalah bagaimana mengembalikan hidup nya yang lama. Kembali merasakan hangat nya dekapan orang tua dan semburat tawa saat lelucon tercipta diantara mereka.
Vino yang selalu berfikir bahwa hal itu akan tetap menjadi ilusi yang bertebaran bagai daun musim gugur yang tertiup angin. Tidak akan pernah tersusun sempurna. Semua nya akan berlalu pergi dengan sendirinya.
Vino menoleh pada Gevan yang tidak bereaksi apa apa atas ucapan nya barusan. Gevan semakin terlihat kurus. Berbeda dengan dirinya yang walaupun tidak mendapat kasih sayang, namun tetap terlihat sehat dan bugar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Different ✓
Short Story[Sudah tamat] Bukankah mendapat perlakuan yang berbeda dari kedua orang tua adalah hal yang paling menyakitkan? Gevano dan Gevino, saudara kembar yang tidak pernah saling bertegur sapa. Mereka berbeda. Dan akan selalu berbeda. •Brothership•