"Asyifa mana bun?"
Kalimat itu yang selalu Raihan tanyakan setiap pagi dan pertama kali ia tanyakan saat sadar, tanpa Raihan sadari sedikit demi sedikit ia mulai bergantung pada Asyifa, rasanya hambar bila bangun tanpa alarm suci istrinya.
"Asyifa jaga rumah nak, kemarin juga kesehatannya menurun, tapi tadi bilang mau ke sini." Ucap bunda yang selalu menemani Raihan.
Raihan sadar 2 hari setelah operasi yaitu 4 hari yang lalu, selama 6 hari Raihan sudah melakukan cuci darah sekali dan besok adalah yang kedua kalinya.
Di sisi lain keadaan Asyifa sudah benar benar pulih buktinya hari ini sudah diperbolehkan pulang, sekarang Asyifa dan umi sedang beres beres, sejak awal umi selalu di sisi putrinya sedangkan abi harus mengurus kantor tapi malam harinya tidur di RS. Rencananya Asyifa mau menjenguk suaminya yang dirawat di sebelah kamarnya, ya kamar inap Asyifa dan Raihan bersebelahan.
"Humaira nggak mau pulang dulu? Besok pagi ke rumah sakit lagi, ini udah mau magrib istirahat di rumah dulu ya..." Tanya umi kepada putri bungsunya.
"Nggak umi langsung ke mas Raihan aja."
"Ya udah umi paham kok yang rindu suami."
"Umi... jangan goda Humaira..." rengek Asyifa, ia khawatir kepada suaminya walaupun bunda sering ke kamarnya dan memberi tahu keadaan Raihan tapi Asyifa belum puas kalau tidak melihatnya langsung.
"Hhhhhh pipinya merah." Ucap umi melihat pipi Asyifa yang tidak tertutup cadar.
"Udah umi... oh iya umi jadi ikut abi ke solo?" Mengalihkan pembicaraan.
"Jadi, kan kamu tau abi nggak mau pergi kalo nggak sama umi." Asyifa tersenyum, usia tidak memudarkan keromantisan orang tuanya, dari dulu hingga sekarang abi dan uminya sangat romantis, serbuk serbuk cinta seakan menebar sempurna di hati beliau, dari abi yang tidak akan pergi kalau tidak bersama umi membuat umi jadi bergantung kepada abi, umi jadi tidak bisa tidur kalau tidak bersama abi, umi rela menunggu abi lembur sampai tengah malam, kalau sudah bertemu ya tidur tidak ada maksud lain.
"Ya udah umi, ini barang sudah rapi kita ke mas Raihan sekarang ya umi."
"Iya ayo abi juga udah di jalan." Asyifa dan umi segera memakai kembali cadar mereka.
Satu wanita dan satu gadis itu keluar menuju kamar Raihan, Gadis? Ya kalian masih ingatkah kalau Asyifa masih gadis.
"Assalamualaikum..."
"Waalaikumsalam... eh Asyifa sama bu Aini, silahkan masuk."
"Gimana keadaan nak Raihan?."
"Alhamdulillah baik umi."
"Alhamdulillah... tuh istrimu dari tadi pengen cepet cepet kesini rindu kayaknya." Umi kembali menggoda Asyifa, yang di goda hanya menundukkan kepalanya sedangkan Raihan menatap ke Asyifa dengan tatapan yang sulit di artikan.
"Benar bu? Raihan juga baru aja nanya di mana Asyifa, wah wah mereka sama sama rindu berat kayaknya." Sambung bunda ikut menggoda anak dan menantunya.
"Humaira malah nunduk di situ katanya mau ketemu nak Raihan ini udah di depan mata malah diem deketin situ, umi sama bunda mau ke kantin dulu ya." Pergi di ikuti bunda, umi dan bunda sengaja memberi ruang kepada pasangan itu.
"I_iya umi." Asyifa berjalan nunduk menghampiri Raihan.
"Gi_gimana mas keadaannya?""Udah mendingan, dari mana aja kamu? Job banyak?" Tanya Raihan, dengan tatapan sinis.
"Syifa kurang enak badan mas."
"Pegal pagal ya? Nggak bisa jalan? Kelamaan sih pasti uangnya banyak tuh." Kalian pasti tau maksud dari omongan Raihan menuju ke arah mana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Asyifa (Terbit)
Romance"Kenapa lu ngerjain pekerjaan lu yang hina itu dirumah gue?" Badai besar menghantam Asyifa, seorang gadis sholiha yang amat menjaga kehormatannya, Syifa sebelumnya tak pernah mendapatkan badai sebesar ini yang ada hanyalah gerimis hujan, badai itu...