Prolog

487 59 13
                                    

Tekan bintangsebelum membaca

Happy reading

。^‿^。


Derit pintu kafe sama sekali tak mengalihkan perhatian cewek dengan rambut ombre cokelat itu dari ponselnya.

Cukup lama ia duduk sendirian disana, menunggu seseorang yang tak kunjung datang. Sebelah tangannya mengaduk-aduk cappucino ice yang tinggal setengah gelas, pandangannya berkeliling menatap tajam setiap orang yang melihat ke arahnya dengan sorot mata genit. Penampilannya yang cukup mencolok—dengan seragam OSIS yang pas dibadan serta rok dengan tinggi 8 cm diatas lutut, tentu saja menarik perhatian beberapa orang. Terutama cowok-cowok yang nongkrong disana.

"Hai, maaf ya nunggu lama. Tadi ada urusan sebentar,"

Ara—nama cewek itu, menatap tajam seorang cowok yang tengah berbicara padanya. Ia menutup mata sebentar, lalu menghembuskan napas pelan.

"Oke nggak masalah, duduk aja dulu," sahutnya dengan ramah. Walau dalam hati mengucapkan sumpah serapahnya pada cowok yang sudah membuatnya menunggu sendirian selama setengah jam.

Setelah memesan makanan dan minuman, Brian—cowok itu memperhatikan Ara yang masih asyik dengan ponselnya, membuat Brian menarik ponsel Ara dan meletakkannya di meja. Tentu saja Ara kesal, namun ia sedang tidak ingin keributan untuk sekarang.

"Lucu ya ... lo yang ngajak ketemuan, lo sendiri yang telat. Ckckck ...," sindir Ara berdecak pelan serta menggelengkan kepala dengan maksud tak habis pikir.

"Kan udah dibilangin tadi ada urusan sebentar," jawab Brian dengan sedikit mencolek dagu Ara.

Secara spontan Ara menepis tangan Brian, lalu mengusap-usap dagunya seolah menghilangkan setiap kotoran yang menempel. "Nggak usah pegang-pegang, deh!"

"Cepetan mau ngomong apa, gue buru-buru pulang." ketus Ara seraya melirik jam tangan dipergelangannya.

"Santai aja, ntar gue antar pulang kok,"

"Oke kalau gitu gue pulang sekarang aja," cetus Ara bangkit membawa tasnya dan melangkah keluar dari tempatnya duduk. Dengan segera Brian menahan tangan Ara, supaya cewek itu tidak melanjutkan langkahnya.

"Gue mau kita putus."

Ara membeku sebentar, lalu mengubah ekspresinya seolah tidak ada apa-apa. Ia melepaskan cekalan Brian seraya melebarkan senyumnya sekilas.

"Kenapa?" tanya Ara. Tak terlalu penasaran sebenarnya, namun itu sebagai basa-basi saja. Biar seperti pasangan lainnya.

"Gue rasa kita udah nggak cocok lagi," ungkap Brian.

Ara mengangguk paham. "Oke. Kalau gitu gue pulang sekarang, ya," ujarnya.

"Nggak mau gue anterin?"

"Nggak perlu."

Bagaimana perasaan kalian jika berada diposisi Ara?

Menunggu setengah jam sendirian, lalu tiba-tiba putus dengan alasan klise seperti itu? Sakit? Marah? Kecewa? Pastinya, ya!

Namun lain dengan Ara, baginya itu bukan apa-apa. Beneran! Ara tidak sedang berpura-pura kuat sekarang.

Sampai halte depan kafe, Ara mengirimkan pesan pada sahabatnya—ralat lebih tepat lagi pada satu-satunya sahabat yang ia miliki.

Ara
Gue putus sama Brian.

Baru terhitung tiga detik diterima, langsung dilihat oleh Kelly—sahabat Ara.

MY BAD GIRLFRIENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang