Tekan bintang ⭐ sebelum membaca
Happy reading
。^‿^。
Karena seringnya masa depan tak selalu sama dengan apa yang direncanakan.
Udah perhatian, udah sayang, berharap jadian. Eh ternyata benar, jadian. Dia jadian sama yang lain maksudnya.
···...
Berjalan tertatih akhirnya Ara menemukan apotek terdekat dari sekolah. Entah kemana perginya Raka, biasanya cowok itu yang mengantar pulang Ara. Tapi batang hidung Raka sama sekali tidak terlihat disekolah tadi. Apakah hari ini Raka tidak sekolah? Entahlah.
Setelah mendapatkan obat untuk lututnya, Ara keluar dari apotek tersebut. Ia duduk di kursi yang disediakan diteras apotek dan segera mengobati lututnya yang masih terlihat kotor dengan darah yang sudah mengering.
"Ah sial, sakit banget sih," umpat Ara saat kapas beralkohol itu menyentuh permukaan kulitnya yang luka. Baru menyentuh, belum diusapkan.
"Sini gue obatin, gini aja nggak bisa," ucap seseorang yang sedari tadi memunggungi Ara duduk.
Mata Ara terbelalak mengetahui siapa orangnya, lehernya terasa kaku bahkan untuk mengangguk. Tanpa persetujuan Ara cowok itu mengambil kapas dari tangan Ara, lalu berjongkok dan mengusapkan perlahan kapas itu di luka Ara.
"Ah pelan-pelan, dong! Sakit tau!" kesadaran Ara kembali saat merasakan perih menjalar yang berasal dari lututnya.
"Nggak usah lebay, deh!" desis cowok yang sedang mengobati lutut Ara.
Setelah menutup luka dengan obat merah, kapas, dan plester, karena luka Ara tidaklah kecil. Cowok itu bangkit dan kembali duduk ditempatnya semula, tanpa menghiraukan keberadaan Ara.
"Makasih udah obatin gue," ucap Ara tulus.
"Nggak masalah, gue cuma pengin ketenangan. Dan suara lo tadi ganggu banget," sahut cowok itu tanpa menoleh sedikit pun ke arah lawan bicaranya.
Ara mendengus sebal, lalu ia melenggang pergi dari sana sebelum emosinya kembali tersulut. "Oke gue pulang, selamat menikmati ketenangan."
"Ara, tunggu!"
Teriakan cowok itu serta merta membuat langkah kaki Ara terhenti. Saat menoleh ke belakang, ia melihat cowok itu berlari mengejarnya. Dan dengan santainya dia menggandeng tangan Ara, lebih tepatnya menyeret membawa Ara ke motornya yang terparkir di pelataran apotek.
"Apaan sih pegang-pegang!" sentak Ara menarik tangannya kasar.
Bukannya berhenti, cowok itu justru semakin berani. Kini satu tangannya digunakan untuk merangkul kedua bahu Ara, seolah melindungi cewek itu dari bahaya yang datang. Dan benar. Sepertinya memang akan ada bahaya yang datang.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY BAD GIRLFRIEND
Teen Fiction"Setiap cowok akan berengsek pada waktunya." Setidaknya begitulah isi pikiran seorang Azellia Kaisara Arashi yang membuatnya bermain-main atas perasaan setiap cowok yang dekat dengannya. Kelly sudah capek dengan sikap sahabatnya yang hobi sekali go...