Jangan terlalu membenci. Kamu hanya perlu waktu untuk mencintai.
At parkiran SMA Nusa Harapan.
"Tha, gue nebeng lagi ya pleease." Revan memelas layaknya anak yang minta uang jajan kepada ibunya.
"Yaudah barengan aja, gue juga nebeng ama Defa. Soalnya motor gue tadi pagi sarafnya putus." Jawab Artha santai.
"Hah putus? Kenapa?? Berantem gak? Atau gara gara chat ga dibales?"
"Apaansih lo gajelas"
Klakson mobil berbunyi, mengisyaratkan agar dua makhluk yang sedang berbincang itu segera naik ke mobil putih milik Defa.
"Santai dong anjirr, jantung gue hampir copot nih" Revan melebih lebihkan ekspresi wajahnya. Tidak ada jawaban dari Defa. Raut wajahnya tetap sama. Datar. Bahkan, terhitung dari tadi pagi, ia tidak mengeluarkan banyak kata selain ya dan tidak. Namun, hal itu sudah dimaklumi oleh dua sahabatnya itu. Defa memang moodyan. Terkadang ia bisa seperti singa yang sedang kelaparan, atau baik layaknya seorang malaikat atau menjadi penolong seperti pahlawan kepagian.
Mereka keluar dari pekarangan sekolah untuk menuju rumah mereka masing masing. Tidak ada obrolan atau candaan yang menghiasi perjalanan mereka. Defa diam dengan segala masalah nya dan Artha sibuk dengan segala urusan di ponsel miliknya.
"Woii diem diem baee, makan apa makan" Usaha Revan sepertinya sia sia, Defa tetap dengan raut wajah datar dan Artha tetap dengan kesibukannya sendiri.
"Kalian pada kenapa sih? Punya masalah? Sini aa bantuin atuh. Jangan diem diem kayak patung pancoran lo pada. Soalnya...aduh kening gue kejedot" seketika mobil Defa mendadak berhenti.
"Ya allah Defaa, kalau kening gue benjol awas aja ya lo" perkataan Revan tidak dipedulikan oleh Defa. Seketika ia membuka kaca mobilnya dan mengamati seseorang yang berada di pinggir jalan itu.
********
"Si Fahri kemanasih. Katanya mau jemput. Awas aja kalau ketemu gue botakin rambutnya. Mana hari udah gelap gini,mau hujan yah kayaknya. Ya allah jangan hujan dulu ya allah, ntar kalau hujan aku berubah jadi mermaid. " gerutu nya dalam hati. Ia masih setia menunggu adiknya yang berjanji akan menjemputnya ke supermarket.
Rintik hujan turun tanpa permisi, segera ia mencari tempat untuk berteduh. Di halte itu mungkin tempat yang tepat untuk berteduh.
"Aduhh hujan lagi. Mana gue baru sehat. Kena hujan. Siap siap dah gue bakal bersin bersin lagi" gerutunya sedari tadi.
*********
"Van, tolong ambilin jaket gue di kursi belakang."
"Jaket? Lo mau kemana emang pakai jaket? "
"Ambilin aja apa susahnya sih"
"Yaudah sih, babang Defa gak perlu ngegas. Ntar lupa ngerem loh" tanpa menghiraukan perkataan Revan, Defa keluar dari mobilnya. Hal itu membuat dua sahabatnya bingung.
"Kenapa tuh orang?." Artha mengalihkan tatapan nya keluar.
"Kagak tau, temen lo tuh emang gitu. "
********
Fara menundukkan kepalanya. Ia sangat kedinginan. Berharap adiknya segera tiba untuk menjemputnya.
"Katanya lo sakit." Suara dingin itu,seperti suara yang Fara kenal. Dengan gerakan yang cepat Fara mendongakan kepalanya keatas dan mendapati seseorang tengah memberikan jaket kepadanya.
"Ambil cepet. Malah bengong. Tangan gue pegel megang ginian." Fara masih terdiam. Ini seperti mimpi, atau benar benar ia sedang bermimpi?
Karena tidak mendapat respon dari lawan bicaranya, dengan gerakan cepat Defa memasangkan jaket ke tubuh Fara. Fara yang masih terdiam seolah tidak percaya. Tubuhnya mendadak kaku dan lidahnya mendadak kelu untuk berbicara.
"Wei lo masih aman kan?." Ucap Defa membuyarkan lamunan Fara.
"Lo?"
Belum sempat Fara melanjutkan omongannya, Defa telah memotongnya terlebih dahulu.
"Katanya lo sakit. Tapi hujan hujanan. Gimana sih lo"
"Gue gak hujan hujanan. Tapi gue lagi nunggu adik gue jemput. "
"Yaudah bareng gue aja."
"Nggak usah, gue udah janji bakal nunggu disini. Ntar adik gue susah nyariin gue. " setelah ia mengucapkan perkataan itu, mobil hitam tiba tiba menghampiri mereka. Ternyata di dalam mobil hitam itu adalah adik Fara.
"Nah itu adik gue, yaudah nih jaket lo. Makasih. "
"Pake aja. Bisa ngelindungi badan lo supaya gak basah. "
"Tapi gapapa kok, deket juga"
"Kepala batu banget sih lo. Pakai aja ntar kalau lo sakit lagi gimana? Lo mau caper karna sakit lo?" Defa pergi menuju mobilnya dan meninggalkan Fara.
Caper apaan sih. Orang gue ga mau ngerepotin lo. Eh malah dibilang caper.
********
"Uihhh babang Defa kok perhatian banget sama Fara? Dulu katanya benci sama cewek yang sok asik, sok ceria,receh. Eh sekarang perhatian." Revan menggoda Defa.
"Kenapasih lo. Gue ga perhatian. Gue benci, tapi gue masih punya rasa manusiawi." Jawab Defa santai.
"Awas, benci lo bisa jadi cinta di masa depan." Artha berkata sambil melirik Defa.
"Nggak lah. Dia bukan tipe gue."
"Awas aja kalau lo sampai jatuh cinta sama Fara. Kalau lo jatuh cinta tunggu aja hukuman dari gue." Artha menantang Defa.
"Bener tuh tha, awas aja kalau lo sampai kemakan omongan sendiri. Gue yang pertama bakal ngetawain lo." Ucap Revan penuh kemenangan.
"Ga bakal terjadi."
Setelah mengucapkan perkataan itu, pikiran Defa bercabang. Benar kata Revan. Kenapa ia harus memberikan jaket itu kepada Fara? Fara bukan seseorang yang penting. Tapi di sisi lain ia berfikir bahwa hal yang ia lakukan adalah sebuah hal yang manusiawi. Persetan dengan segala pikirannya itu, Defa melajukan mobilnya untuk menuju rumah mereka masing masing.
Happy reading teman teman. Jangan lupa vote dan coment yah ^_^
KAMU SEDANG MEMBACA
DEFARA
Teen FictionTentang seorang perempuan yang lebih memilih mencintai dalam diam, menyukai lelaki yang tidak lagi percaya akan cinta karna trauma di masa lalu. -------------- Sama seperti lo jatuh dari sepeda. Lo ga pernah kan ngerencanain buat jatuh dari sepeda...