"Masih jauh ya ran?" Tanya gadis itu sembari mengibaskan kedua tangan kearah wajahnya. Pasalnya sudah hampir setengah jam mereka berjalan.
"Nggak kok,lima menit lagi sampai." Balas Rani seadanya.
"Perasaan dari tadi bilangnya lima menit mulu."
"Hehehe" Rani hanya bisa terkekeh pelan. Setelah itu mereka melanjutkan perjalanan menuju rumah Defa.
Sesaat kemudian benda pipih milik rani berbunyi mengisyaratkan bahwa ada sambungan telpon yang masuk. Segera rani mengangkatnya.
"Harus sekarang yah bun? Tapi rani mau nganterin surat kerumah temen rani." Setelah itu Rani mematikan sambungan telpon nya.
"Dari siapa?" Tanya fara penasaran.
"Bunda gue, nyuruh gue pulang soalnya hari ini gue ada acara keluarga gitu."
"Oh yaudah pergi aja. Gue bisa kok kerumah Defa sendiri."
"Lo yakin? Emangnya lo tau rumah defa dimana?"
"Rumah nomor 15c kan?"
"Iya, gapapa kan gue tinggal?"
"Iya santai aja kalii."
"Yaudah gue balik duluan." Setelah itu mereka berpisah. Rani pulang ke rumahnya dan fara melanjutkan jalannya menuju rumah defa.
Rumah bernomor 15c. Fara sudah berada di depan gerbang rumah Defa. Ia takjub dengan rumah Defa yang besar dengan pagar indah mengelilingi rumah tersebut. Tanpa berfikir panjang Fara segera masuk ke rumah Defa. Tapi ia tidak melihat ada satpam atau penjaga rumah. Dengan tenaga dan otak yang berfikir keras, fara mencoba membuka pagar besar rumah mewah tersebut.
"Ini gue lagi coba buka pintu pagar apa pintu taubat sih, susah banget." Gerutunya sedari tadi.
"Ehh ada tulisannya anying. Ohh ditarik, aelah ngapain gue dorong. Aneh bet dah ini pagar. Dimana mana pagar itu didorong bukan di tarik." Ocehnya ketika melihat tulisan di depan pagar tersebut.
Setelah itu ia mencoba untuk menarik pintu pagar tersebut. Awalnya terasa sangat keras, sesaat kemudian,pintu tersebut serasa mendorongnya keras kebelakang. Saking kerasnya ia terjatuh, tetapi tunggu ia tidak terjatuh sendirian. Tubuh besar cowok itu ikut menimpa badan mungilnya.
Posisi mereka sekarang sudah mutlak dikatakan dekat. Jika Defa tidak menahan tubuhnya dengan topangan tangan, mungkin mereka benar benar akan berhimpitan. Saking dekatnya Fara bisa mencium aroma mint dan hembusan nafas yang keluar dari tubuh Defa. Pandangan mereka bertemu, pada detik berikutnya Fara mendorong tubuh Defa dengan keras.
"Lo ngapain tiduran disitu?" What?? Defa sedang melontarkan pertanyaan atau ingin membuat Fara semakin salah tingkah?
"Lo yang bikin gue jatuh." Jatuh cinta maksudnya. Lanjutnya dalam hati.
"Ya salah lo sih, ngapain narik narik pagar rumah gue."
"Gue kan mau masuk."
"Trus? Lo ngapain disini? "
"Gue mau anterin surat titipan bu iren sama ngembaliin jaket yang lo pinjemin ke gue waktu itu. Maaf gue telat balikinnya." Jawab Fara sambil memberikan surat dan jaket tersebut kepada Defa.
"Oh dibalikin. Kirain bakal dijadiin pajangan."
"Yaudah gue balik."
"Hati hati."
"Hah?"
"Gak maksud guee, hati hati kaki lo kan masih sakit ntar kalau lo jatuh gak ada yang nolongin."
"Oh oke makasih."
Setelah itu Fara langsung berjalan cepat meninggalkan kediaman Defa dengan salah tingkah yang tidak bisa ditutupi.
"Woi!!!" Belum jauh Fara melangka, suara berat itu kembali memenuhi gendang telinga Fara.
"Hah? Kenapa lagi?"
"Lo ngapain ke situ?"
"Ya mau pulang lah." Ucapnya kebingungan.
"Bukannya rumah lo ke arah sana yah?" Ucap defa sambil menunjuk ke arah kiri.
Mampus. Plis rasanya Fara ingin mengutuk dirinya sendiri. Kenapa bisa ia sesalting ini sampai sampai ia tidak tahu lagi arah jalan pulang.
"Oh iya ya, sejak kapan pindah?, hehe" sudahlah, jika ia punya jurus menghilang seperti upin ipin, ia akan menghilang pada saat itu juga.
"Saraf."
"Eh iya gue ga bisa anterin lo pulang. Soalnya gue buru buru." Ucapnya sebelum meninggalkan fara.
"Ya nggak ada yang mintak dianterin juga sih."
"Baguslah." Setelah itu Defa pergi melajukan kendaraannya.
Kejadian itu membuat Fara kehilangan setengah kewarasannya. Disepanjang jalan ia melompat dan bernyanyi layaknya orang gila yang baru saja keluar dari rumah sakit jiwa. Persetan dengan orang orang yang melihatnya, bodoamat. Ia tidak peduli. Toh ini kebahagiaannya dan tidak ada satupun orang yang bisa mengganggu kebahagiaannya.
------------------------
Disisi lain, cowok itu menandangi fara dengan tatapan ngeri. Ada apa dengan perempuan itu? Apakah ia kehilangan setengah kewarasannya atau mungkin sudah kehilangan semua kewarasannya? Karna penasaran, cowok itu melajukan pelan motornya mendekati fara.
"Woii!!." Ucapnya mengageti Fara.
"Serius gue ga salting kok def." Balas Fara polos.
"Hah? Def? Der maksud lo?" Ulangnya ketika mendengar kata def.
"Lo? Ngapain lo disini?"
"Gue yang harusnya nanya ke lo, ngapain lo disini?"
"Yaa, ya bukan urusan lo lah, gue mau ngapain disini. Pakai acara ngagetin lagi. Aneh banget dih"
"Lo sehat kan? Yang aneh itu lo, bukan gue. Pakai acara ubah ubah nama gue lagi. Nama gue itu D E R Y bukan D E F Y, main ganti nama orang aja lo. Emak gue motong kambing nih pas ngasih nama gue." Ucapnya beruntun.
"Ya gue kirain defa." Balas Fara pelan ketika menyebutkan nama Defa.
"Btw lo salting sama siapa? Gue?"
"Idih ogah."
"Tapi pipi lo merah kayak baju cabe cabean."
"Ya yaa kan hari panas."
"Buta lo ya?!. Lo nggak liat langit mendung ?"
"Lo kenapasih? Mending lo pulang jangan rusak mood gue."
"Idih aneh lo."
"Pulang gak?!" Ucap Fara bersiap siap membuka sepatunya jika cowok dihadapannya ini tidak mau pergi.
"Idih cewek gila." Ucapnya sambil melajukan motornya. Tidak lupa pula ia meneriaki nama fara dengan sebutan cewek gila hingga semua orang melihat kearah Fara.
"Cowok aneh." Ucapnya kikuk melihati semua orang yang tengah menghadap kearahnya.
Dery sialan. Kenapa rasanya tuhan mengirim dery untuk membuatnya naik darah setiap hari. Melihat wajah ngeselin dery membuatnya serasa ingin mencakar wajah itu.
Happy reading teman teman. Don't forget to vote okee.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEFARA
Teen FictionTentang seorang perempuan yang lebih memilih mencintai dalam diam, menyukai lelaki yang tidak lagi percaya akan cinta karna trauma di masa lalu. -------------- Sama seperti lo jatuh dari sepeda. Lo ga pernah kan ngerencanain buat jatuh dari sepeda...