Sapaan hangat di pagi hari menyambut seorang lelaki yang turun dari tangga dengan tas disandang setengah dan sepatu yang dijinjing dengan kedua tangannya.
"Selamat pagi den Defa." Kata bi Asih- asisten rumah tangga Defa yang sudah dianggap seperti ibunya sendiri.
"Pagi bibi ku yang cantik." Ia membalas sapaan itu sambil tersenyum.
"Ini bekal siapa bi?" Tanya Defa ketika melihat sekotak roti tawar dengan selai coklat.
"Oh itu, tadi tuan mau sarapan, eh ternyata dia dapet telfon trus pergi gitu aja katanya buru buru, ada rapat penting, trus ga sempet makan dirumah deh." bi asih menjelaskan.
"Bukan ga sempet bi, emang ga pernah mau makan dirumah." Balasnya datar.
"Yaudah biar Defa aja yang bawa ke sekolah, mubazir kalau dibuang."
"Hah? Serius den? Biasanya den Defaa ga.." ucapan bi asih dipotong oleh Defa.
"Kan biasanya, sekarang udah beda bi. Kata seseorang, kalau kita bawa bekal berarti kita adalah anak yang dapet kasih sayang dari orang tuanya. Yahh walaupun aku enggak, tapi ya gapapa lah bi. Udah biasa." Defa membuang tatapannya.
"Den defa gak boleh ngomong kayak gitu. Banyak kok yang sayang sama den Defa. Bibi sayang ke den Defa, mama papa den Defa juga, oh iya bang Arif juga sayang sama den Defa." Bi Asih mencoba menenangkan.
"Haha" Defa tertawa miris. Apa? Orangtuanya sayang kepada Defa? Mustahil. Ia hanya sayang ke Arif. Bukan Defa. Catatan yang harus Defa ingat selamanya.
"Okelah bi, Defa berangkat sekolah dulu. Assalamualaikum"
Inilah Defa yang sebenarnya. Defa yang hangat kepada siapapun. Orang yang lebih mementingkan orang lain dari pada dirinya sendiri. Orang yang akan maju paling depan ketika ada orang lain yang mengganggu kebahagiaan orang yang dicintainya. Tetapi sekarang sirna. Ia berubah menjadi orang yang sangat cuek bahkan tidak peduli lagi dengan lingkungannya. Itu semua disebabkan oleh ibunya yang merusak kepercayaan Defa kepada siapapun. Ia berfikir tidak ada orang yang bisa dipercaya selain diri sendiri.************
"Woooww babang Defa ceritanya udah bawa bekal ke sekolah. Sejak kapan?" Teriak histeris Revan sambil mengangkat kotak makan milik Defa.
"Balikin" katanya dengan tatapan tajamnya.
"Lo juga bawa bekal def? Sejak kapan? " Artha bertanya sambil mengeluarkan kotak makan miliknya.
"Aelah lo berdua pada bawa bekal, kenapa ga kasih tau gue sih, kalau gitu kan gue juga ngikut bawa bekal. "
"Hmmm, kalau begitu kalian harus berbagi rezeki sama babang Revan" sambungnya.
"Sejak seseorang pernah bilang kalau orang yang bawa bekal ke sekolah berarti dia adalah anak yang dapet perhatian dari orangtuanya." Ucapnya dengan suara yang besar, sehingga sampai ke telinga Fara. Seketika Fara reflex menoleh kearah Defa.
"Untuk itu gue mau bantah omongan dia karna, orang yang bawa bekal bukan berarti orang yang disayang sama orangtuanya. Buktinya gue bisa bawa bekal tanpa kasih sayang orang tua gue." Ucap Defa, setelah itu ia meninggalkan kelas dan berjalab entah kemana.
Hal itu membuat Fara bingung, siapa "dia" yang dimaksud Defa? Apakah dirinya? Karna tidak mau ambil pusing, Fara kembali melanjutkan kegiatannya.
***********
Bel pulang sekolah mengalun merdu lebih cepat dua jam dari biasanya. Hal ini disebabkan karena seluruh guru akan mengadakan rapat bersama komite sekolah. Hal ini membuat seluruh siswa senang tanpa terkecuali.
Di lorong deretan kelas 12, 5 orang siswi tengah berjalan sambil melontarkan candaan candaan mereka.
"Kok kita jadi cepet pulang sih?" Bila menghentikan candaan temannya sejenak.
"Aelah curutt curut, udah untung pulang cepet masih aja komplen" moza menjawab.
"Ya ga gitu sih, gue denger pas di deket ruang guru, kabarnya sekolah bakal ngadain pertemuan orang tua gitu,untuk membahas minat dan bakat kita supaya sekolah bisa membantu kita untuk ke perguruan tinggi." Bila menjelaskan apa yang ia dengar di dekat ruang guru tadi.
"Kalau gitu bagus dong, jadi kita lebih terarah dan ngebantu orang tua banget supaya ga bingung mau masukin kita ke universitas mana." Jawab Fara santai.
"Bagus pala lu petak. Ya kaga baguslah. Lo semua pada tau dah orang tua gue maunya gue masuk universitas dan ngambil jurusan bisnis. Sedangkan gue maunya ngambil jurusan seni. Beda banget anjir pedapat kita" Bila terlihat tidak gembira.
"Menurut gue sih laa, lo harus ikutin apa kata hati lo karna yang jalanin kan lo, ntar kalau lo sekolah tapi ga niat ya percuma." Geni memberi saran.
"Tapi menurut gue, apapun yang orang tua lo katakan, semuanya pasti yang terbaik buat lo. Karna orang tua mana yang mau anaknya ga sukses. Iyakan?" Moza juga memberi saran.
"Aelah manusia pada ngomongin apaan dah. Masih lama euii setaon lagi. Lupain lah. Lo mau jadi apa aja yang penting lo bisa banggain keluarga dan diri lo sendiri. " Kemudian Adnas merangkul keduanya.
"Daripada pusing mikirin kuliah mending nonton drama di rumah gue. Haduhh kemaren gue nonton ngegantung banget." Sambung Adnas.
"Drama apaan? Korea?" Fara bertanya.
"Ya engga lah Fara cantikku, drama thailand." Jawab Adnas enteng.
"ENGGAKKKK MAUUU" semuanya menjawab serentak.
"Nas, jangan bilang kemaren lo meluk guee..." ucap bila menjauh.
"Haah apa? Nas ga habis pikir gue sama lo nas" sambung Fara.
"Ya allah gue punya temen gini bet dah gobloknya. Kalian pikir drama thailand isinya yang kayak gitu kayak gitu semua? Ya kaga lah. Kebanyakan denger rumor wik wik sih lo" jawab Adnas dengan ngegas.
"Ini tuh drama nya bagus banget. Mistery gitu. Apalagi ada pacar gue yang main. Huhuuu babang Nanon kuuu, aku merindukanmu." Ucap Adnas hiperbola.
"Palingan juga tampang modelan tukang pisang molen" jawab bila santai.
"Wahaiii mulut mu yang sadis itu,jangan sembarangan kalau ngomong. Awas aja pas liat lo langsung suka. Gue tabok lo. Karna babang Nanon hanya milikku seorang." Fix Adnas sudah tidak waras.
"Haluuu terosshh" Fara berteriak.
"Coba mana fotonya,gue mau liat." Potong geni.
"Gue liatin tapi jangan sampai suka."
"Aelah kaga dah"
Setelah itu Adnas mengeluarkan ponsel pipih miliknya dan menunjukkan wajah artis yang ia sebut sebut itu.
"Waanjayy gantengg parah nas. Anjirr ya allah kok ganteng bangett dah herann"
"Happ, nah kan ganteng. Pacar gue gituloh" Adnas menutup layar ponselnya.
"Sekarang jadi pacar gue nas" ucap geni menggoda.
"Apaan kaga kaga. Awas aja lu. Waaaaaa mamaaa aku ga mau ditikung Geni." Ucap Adnas berlari ke parkiran. Setelah itu Geni mengejar Adnas ke parkiran.
"Nass tunggu, pacar gue jangan dibawa kaburr"
Kejadian itu mebuat Moza,Bila dan Fara tertawa. Kemudian mereka ikut berlari mengejar Adnas dan Geni ke parkiran. Setelah sampai di parkiran mereka bergegas pulang ke rumah Adnas dengan mobil milik Bila. Tidak lupa juga mereka mampir ke mall untuk membeli camilan. Unsur yang harus ada ketika perempuan sedang menonton film.
Holla update gaess. Maaf ya update ya malam terus. Soalnya otak authornya muncul ketika malam hari hehe. Jangan lupa tinggalin vote dan coment nya yah. Happy reading ^_^
KAMU SEDANG MEMBACA
DEFARA
Teen FictionTentang seorang perempuan yang lebih memilih mencintai dalam diam, menyukai lelaki yang tidak lagi percaya akan cinta karna trauma di masa lalu. -------------- Sama seperti lo jatuh dari sepeda. Lo ga pernah kan ngerencanain buat jatuh dari sepeda...