Aku Siapa?

77 9 0
                                    

Hari itu pikiranku melayang setinggi - tingginya, ingatan akan kejadian dirumah terus terulang dalam pikiranku. Hingga tanpa kusadari, setetes embun bening jatuh membasahi pipi.

Namun tidak lama kemudian Shifa menghampiriku.

"Eh hai, aku cariin nih daritadi. Loh? Kok nangiss sya?"

kedatangan shifa membuat lamunanku pecah seketika.

"Eh shifaa, ngga nangis kok. Kelilipan hehe".

Meskipun kukatakan demikian, sepertinya Shifa tetap tidak percaya apa yang kuucapkan tadi, namun ia berusaha menenangkanku.

"Sya, cuci muka gih" .

Shifa, dia teman sekelasku. Bukan hanya teman sekelas, dia juga teman SMP, teman bermain, juga teman bercerita. Hal apapun akan kuceritakan kepadanya, terkecuali latar belakang keluargaku. Aku takut jika aku menceritakannya, dia akan terbebani dengan ceritaku. Dan aku ingin jaga perasaanya, sehingga aku belum mampu untuk menceritakan hal tersebut. Dia ini wanita shaliha, dia lah yang menuntunku untuk hijrah kembali ke jalan Allah. Dia selalu mengingatkanku apabila aku salah, dan selalu mendukungku dalam kebaikan. Semenjak mengenalnya, hidupku perlahan mulai berubah. Ada suatu cahaya yang membuat hati ini tenang diatas tekanan.

Salah satu cahaya yang dia kenalkan adalah cahaya Al - Qur'an. Aku bersyukur, Allah telah kirimkan salah satu hambanya untuk membuat diriku lebih dekat pada-Nya. Alhamdulillah for everything, setelah sekian lama aku tidak membacanya. Kini aku lebih mendekatkan diri kembali dengan Al- Qur'an.

Setelah aku bersihkan wajahku dengan air, hatiku sedikit tenang. Dan pembelajaran pun kembali dimulai. Ditengah jam pelajaran, handphone ku berdering. Nada tersebut tidak asing, karena aku membedakan nada dering telepon Ummi dengan teman - teman. 

Satu kali berdering, aku menghiraukannya. 

Dua kali? Masih ku hiraukan juga. 

Kenapa? Karena pembelajaran ini merupakan pelajaran produktif dengan guru yang bisa dibilang "agak sentimen".

 Tiga kali berdering, aku belum mau mengangkatnya. 

Hingga yang keempat, aku baru sadar bahwa Ummi tidak akan menelfonku sebanyak ini jika bukan keadaan yang mendesak.

"Astaghfirullah, ada apa ya? Apakah ada yang penting?" gumamku.

Tanganku terangkat secara spontan, memberanikan diri untuk izin kepada guru tersebut untuk mengangkat telepon sebentar.

"Bu, permisi. Ummi saya nelpon".

Guru tersebut mengizinkan saya untuk keluar kelas sebentar. 

Namanya Bu Tini, guru ekonomi bisnis.

Tanganku bergetar ketika memegang ponsel, perasaanku tiba - tiba tak karuan.

Entah kenapa, 

Hingga aku menghela nafas terlebih dahulu sebelum berbicara dengan Ummi.

"Halo assalamu'alaikum Ummi?" ucapku pertama kali.

Namun setelah mengucapkan kalimat tersebut, 

Kurasa seketika bumi berhenti berputar. 

Waktu tiba - tiba terhenti,

Dan aku merasa sulit untuk bernafas. 

Hingga tanpa disadari handphone ku terjatuh, setelah aku mendengar perkataan dari Ummi. 

Rasanya aku ingin jatuh pingsan, dan tak ingin bangun kembali.

Aku terdiam sejenak, menatap lapangan yang kosong dan menyandarkan tubuh ke dinding. 

If You Believe That You CanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang