Dua tahun sudah aku lalui di sekolah ini.
Rasanya, baru kemarin aku memasuki sekolah,
Tiba – tiba sudah mau lulus saja.
Kini aku sudah harus mempersiapkan diri untuk mengikuti ujian nasional.
Pukul 07.00 tepat aku sudah tiba di sekolah.
"Sya!" seseorang berlari kearahku
Aku kaget.
Kukira Shifa, namun ternyata..
"Aku ingin bicara denganmu, emm.. kira - kira bisa ngga kalau pulang sekolah kita mampir dulu kemana gitu? Banyakan kok, ajak Shifa juga ya"
"Bicara soal apa?"
"Ohh, emm.. nanti kuberitahu deh"
"Maaf Dhan, aku ada janji sama Shifa belajar bareng dirumahnya"
"Oh gitu ya, yaudah gapapa aku sama Ghifar aja. Makasih sya"
"Hmm iya."
Seperti biasa, Dhani. Orang aneh yang selalu saja begitu. Ingin bicara, tapi tidak pernah dilanjutkan.
Aku tidak memperdulikannya, aku masuk ke dalam kelas dan membaca buku terlebih dahulu sebelum pembelajaran dimulai.
Seperti biasa, setelah pembelajaran dan tepat di waktu istirahat aku selalu mengajak Shifa untuk pergi ke masjid melaksanakan shalat dhuha dan mengaji bersama.
Setelah shalat dhuha,
"Sya, sorry"
"Eh, kenapa?"
"Papa bangkrut, café terpaksa ditutup. Dan.."
Aku terus menatap Shifa diiringi rasa penasaran, menunggu kata selanjutnya
"Pegawai pun terpaksa di PHK, tapi untuk gaji terakhir di bulan ini pasti diberikan."
Deep.
"Loh kok bisa Shif?"
"Kami pinjam uang ke bank untuk biaya sewa sementara. Namun sepertinya, papa lupa kapan harus membayar. Bunganya semakin naik, papa gabisa bayar kalau sekarang. Terpaksa café itu akan dijual. Namun untungnya, rumahku ngga ikutan di sita Sya."
Astaghfirullah.
"Terus, kamu gapapa?"
"Maksudnya?"
"Untuk biaya hidup, gimana?"
"In syaa Allah masih sanggup Sya, soalnya mama di dekat rumah juga kan buka toko hehe. Ngga usah khawatir, kalau ada apa – apa juga aku pasti cerita."
"Oke, janji ya"
Percakapan terpaksa berhenti karena bel untuk pelajaran selanjutnya sudah berdering.
Kami kembali ke kelas.
Sebenarnya aku masih terkejut dengan pernyataan Shifa tadi,
Aku harus bagaimana? Harus bagaimana berbicara pada Ummi?
Pertanyaan itu terus menghantui, aku tidak tahu lagi harus bekerja dimana.
Tapi, lagi – lagi kuserahkan pada Allah saja. Aku yakin rencana-Nya lebih indah dari rencanaku.
Sudah setengah jam kami menunggu guru untuk memulai pembelajaran, namun guru tak kunjung datang.
Teman – temanku sibuk dengan kegiatannya. Ada yang membawa gitar sambil bernyanyi, ada yang membuat gambar di buku paling belakang, ada yang foto – foto diluar, main air di wastafel, bahkan ada yang kerjaannya silaturahmi sama ibu kantin hahaha. Padahal jarak kelas kami dengan kantin lumayan jauh, namun tetap saja tak bisa dipungkiri bahwa kantin merupakan salah satu tempat favorit anak sekolah selain wc yang ada kacanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
If You Believe That You Can
Teen FictionNafisya Angelitta. Panggil saja fisya, Seorang wanita tangguh yang berjuang sendirian. Berbeda dengan remaja lainnya, ia tidak bisa menikmati masa muda dengan bersantai begitu saja. Ada Ummi yang harus dia jaga, ada tanggung jawab di pundaknya un...