Ditengah perjalanan,
Kulihat Ummi Siti dan Ghifar dari kejauhan,
Entah kenapa, selalu ada rasa canggung saat hendak menemui mereka.
Tiba lah kami di Masjid Al - Insan
"Assalamu'alaikum de fisya, apa kabar nak?"
"Wa'alaykumussalam, Alhamdulillah baik Ummi"
"Alhamdulillah, syukur kalau begitu. Ayo masuk"
Seperti biasa, aku mengajar anak – anak dengan penuh kesabaran, satu per satu aku benarkan makhraj mereka.
Satu jam telah berlalu,
Tiba – tiba Hulya datang ke madrasah dan menghampiriku.
"Assalamu'alaikum kak"
"Wa'alaykumussalam, eh Hulya?"
"Hehe, apa kabar kak?"
"Alhamdulillah baik, kamu sendiri?"
"Alhamdulillah baik juga, emm... boleh bicara sebentar ngga kak? Tadi Hulya udah izin kok sama Ummi."
"Boleh kok, bentar. Anak – anak, lanjutkan latihan melafalkan hurufnya dengan benar ya. Kakak ada urusan sebentar, boleh berkelompok dengan teman – teman yang lain ya"
"Oke kak" Jawab mereka secara bersamaan
"Yuk"
Kami berdiam di belakang madrasah,
Disinilah taman yang paling indah.
Tempatnya sejuk, banyak tanaman yang tumbuh subur.
Aku seperti baru pertama kali melihatnya, padahal sih tidak.
Hanya saja taman ini selalu membuatku takjub dengan keindahannya.
"Kakak... kerja atau kuliah?"
Pertanyaan itu berhasil membuat lamunanku terpecah.
"Sedang diusahakan, in syaa Allah nanti"
"Maksudnya kak?"
"Not both, hehe"
"Hmm gitu yaa, kakak udah ada rencana menikah di usia berapa?"
"Eh ko kamu tiba – tiba nanya nikah sih hahaha"
"Ngga, Hulya penasaran aja sama kakak. Kakak ini keliatannya pendiem, cool, tapi asik juga ternyata diajak berdiskusi hahaha. Hulya ingin sharing sama kakak aja sih, dan yang Hulya liat kakak itu dewasa dan berpendidikan"
Aku terdiam sejenak, mendengar penjelasan Hulya.
"Sebenernya kakak punya dua pilihan, cinta lalu cita – cita atau cita - cita lalu cinta. Tapi kalau sekarang sih sedang memperjuangkan cita – cita dulu, pengen liat Ummi bahagia. Kalau rencana menikah ya pasti ada, kira – kira di usia 20 atau 22 sih"
"Memangnya usia kakak sekarang berapa?"
"18 menjelang 19. Kakak sempet bahagia karna dulu punya kerjaan sebelum lulus, tapi harapan itu musnah semenjak cafe bangkrut. Udah kaka coba buat cari pekerjaan lain, dan qadarullahnya belum nemu sih. Mau kuliah belum ada biaya, kasian Ummi kalau kerja. Makanya, kaka mengajar di madrasah ini. Bukan karna gaji juga sih sebenernya, karena Allah aja. Kaka pengen anak – anak sekarang pandai baca Al – Qur'an, bahkan yang lebih bagus sih hafal dan paham ya. Bukan sekedar pandai baca status di sosmed. Harapannya sih gitu"
Hulya terdiam sejenak. Memperhatikan dengan baik setiap bait kalimat yang aku sampaikan.
"Heemm, gimana sih rasanya kak? Atas apa yang kakak alami selama ini gitu? Karena Hulya juga sekarang lagi bingung buat pilih sekolah kak. Hulya pengen sekolah di SMK negeri. Tapi masih ragu"
KAMU SEDANG MEMBACA
If You Believe That You Can
Teen FictionNafisya Angelitta. Panggil saja fisya, Seorang wanita tangguh yang berjuang sendirian. Berbeda dengan remaja lainnya, ia tidak bisa menikmati masa muda dengan bersantai begitu saja. Ada Ummi yang harus dia jaga, ada tanggung jawab di pundaknya un...