Seorang anak perempuan 13 tahun itu tersentak mendapati ayahnya yang tersungkur di depan rumah sederhananya. Dia menutup hidung "ahh... bau ini lagi" seru batinnya.
Muka anak itu yang sangat imut berbanding terbalik dengan pemikirannya.
Untuk sekian kalinya ia menasihati ayahnya.
"Aish appa bisakah appa tidak seperti ini terus, tidakkah appa kasian sama amma yang terus bekerja dari pagi ke malam untuk menghidupi kita tapi apa balasannya..kalah judi lagi ya? Sampai mabuk begini".Sudah 3 tahun ayah anak perempuan ini berjudi semenjak ia di pecat dari perusahaannya secara tidak terhormat karena masalah penggelapan uang perusahaan dengan temannya.
Tentu saja keluarganya kecewa, seorang yang mereka jadikan tempat bertumpu, tulang punggung keluarga telah menipu orang lain, hal yang paling tidak dapat di toleransi. Walaupun begitu mereka masih memberi kesempatan kedua kepada pria ini. Kepada pria yang sedang tersungkur ketika anaknya akan berangkat ke sekolah.
"Yaaa.. Jennie dimana kesopanan mu kepada orang tua, kau itu belum tau rasanya bagaimana hidup akan menikammu dari belakang. Simpan semua nasihat mu itu appa tak perlu, yang appa perlu hanya uang jennie uangg!! Kalau kau kasihan sama amma mu itu carilah kerja kalau bisa jual dirimu kepada orang di luar sana"
Pria itu berteriak sangat keras membuat Jennie gemetar, ia tau bila sudah seperti ini ayahnya pasti akan menjadi 'gila'. Jennie bisa memar dipukul oleh balok kayu. Dia tidak pernah memberi tahu ammanya karena takut menambah beban pikiran orang tersayangnya itu, kalau Jennie ditanya alasan bagaimana tubuhnya bisa memar-memar yang selalu ia andalkan adalah karena "tadi aku berolahraga dengan keras di sekolah ma".
Jennie yang tau akan dipukul itu segera menjauhi ayahnya.
"Jennie pergi dulu" suara Jennie pelan sekali mengalahkan suara angin."Sebentar Jennie...." pria itu tidak seperti sebelum-sebelumnya suaranya sangat halus berbanding terbalik dengan beberapa detik yang lalu.
"Appa mau bicara sebentar saja nak"
Jennie menautkan alisnya masih tak bergeming"Kemarilah..." lanjut ayahnyanya sambil menepuk lantai yang ia duduki. Senyum itu yang baru Jennie lihat lagi, senyum dimana keluarganya terasa indah membuat jennie tergugah mendudukan badannya disana.
"Maafkan perkataan appa tadi Jennie appa tidak bermaksud, maaf juga apabila appa sering sekali memukulmu pasti kamu takut sekali. Kamu anak yang pintar dan cantik Jennie, appa hanya merasa tidak berguna dan penuh tekanan. Jennie pasti mengerti bagaimana kondisi appa sekarang.
Pasti Jennie sudah benci sekali sama appa kan"
Pria itu memberi jeda sebelum melanjutkan perkataannya.Air mata Jennie sudah tertahan di pelupuk matanya.
"Apakah Jennie rindu bermain kejar-kejaran dengan appa di taman bunga dekat rumah kita sebelum kita pindah kesini? Dulu kamu masih 5 tahun appa yakin kamu sudah lupa".
Jennie mengusap air mata yang sudah mengalir hangat di pipinya.
"Tidak bisakah kita seperti dulu lagi appa?" jawab Jennie pelan."Bisa asal Jennie maafkan appa"
Jennie mengangguk sembari tersenyum. Pertanda ia sudah memaafkan kesalahan ayahnya.
"Bagaimana kalau kita sekarang ke rumah kita dulu ?" Tawar lelaki itu.
"Tapi appa Jennie sekolah sekarang"
**
Setelah 45 menit perjalanan menggunakan kereta cepat dilanjut dengan jalan kaki , sampailah mereka di suatu desa kecil yang berada di pinggiran kota, hanya ada 20 keluarga yang hidup disana.
KAMU SEDANG MEMBACA
a cruel dream [•°•minnie•°•jenbin•°•]
أدب الهواةSemenjak kejadian di masa kecilnya, Jennie selalu dihantui oleh mimpi buruk yang tak pernah berakhir.Trauma yang sudah ia biarkan menahun semakin membuatnya hancur karena ketakutannya bukan lagi sekedar mimpi melainkan berubah menjadi nyata. Bagi Je...