13. Deklarasi Sore

423 58 14
                                    

"Kak, Sore tertarik sama kakak."

Ucapan Jisung sukses membuat Minho menghentikan seluruh aktivitas acara menyibukkan diri sendiri, memasang sepatu di depan kamar indekos.

"Kenapa Kakak menjauhi Sore? Apakah karena Kak Jana tahu kalau Sore suka Elang?"

"Apakah Sore menjijikkan?"

"Pasti kak Jana menjauhi Sore karena Sore suka saudara sendiri ya?"

"Kak Jana kenapa juga tidak bilang kalau punya pacar selain jadi tunangan kak Biru?"

"Apa Sore memang dianggap hanya teman kamar sama kak Jana? Memang Sore aja yang anggap kakak orang spesial."

Bukan. Tidak. Tidak. Tidak.

Kenapa ucapan ini tidak keluar dari mulut Minho? Ingin sekali Minho berbalik dan mengucapkan kata itu tapi urung karena melihat Chan berdiri di sana, di depan kamarnya untuk melihat mereka berdua.

Lebih memilih berbalik sejenak untuk mengambil tas di belakangnya lalu di sampirkan ke bahu kanan dan bangkit dari duduknya.

Sekilas dia melihat mata Jisung yang siap menangis.

Maaf, Sore.

Lagi, ungkapan itu tidak sampai pada orang yang seharusnya menerimanya.

***

Di dalam kantor Minho sama sekali tidak fokus dengan pekerjaannya. Beberapa kali membuat kesalahan dan ditegur rekan kerjanya karena sering melamun.

Ekspresi sedih dan sedikit mata sayu yang berair Jisung tadi pagi sangat mengganggu Minho dalam setiap aktivias karena dia selalu mengingatnya.

"Tapi tadi sudah ada Kak Biru, kok," pikiran Minho mulai memberikan pemikiran positif.

Hanya berniat untuk melegakan rasa sesak yang terus menghantui dari pagi.

"Bagaimana bisa Sore tertarik sama aku?" Namun ternyata pikiran-pikiran lain dari otak Minho terus berjalan.

"Sejak kapan, Sore??"

Pertanyaan yang seharusnya dia tujukan pada Jisung malah hanya bersemayam di otak pintar Minho dan tidak didistribusikan pada yang akan bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan itu.

Minho mengacak rambutnya sendiri layaknya manusia frustasi.

"Aku sudah melukai hati orang lagi dan itu menyakitkanku pula," gumam Minho.

"Siapa yang kamu lukai, Kak?"

Tubuh Minho berjengit kaget ketika mendapati wajah Hyunjin begitu dekat dengannya.

"Aku hanya bergumam," sanggah Minho guna mengelak.

Minho mendorong wajah Hyunjin yang begitu dekat dengannya, "Terlalu dekat, Lang."

Hyunjin menyengir dan mengambil kursi di sebelah meja Minho. Dia lirik jam dinding di atas sana. Hmm, sudah waktu makan siang ternyata.

"Tidak berniat untuk makan siang?"

Pertanyaan Hyunjin ternyata hanya angin lalu karena Minho kini sedang kembali ke dunia mayanya, dunia yang dibangun dirinya sejak pagi.

Tahu jika sang rekan kerja sedang tidak ada di sini, Hyunjin berinisiatif untuk, "KAK!!", mengagetkannya.

"Oh, ada apa Re?"

"Re?"

Matilah, Minho salah bicara.

"Kak, ayo makan siang dan cerita masalah Kak Jana ini!"

***

Setelah sekian banyak persuasif yang Hyunjin torehkan pada Minho, akhirnya pemuda yang lebih tua itu mau makan siang bersama di kantin kantor.

Tapi ternyata membawa Minho ke kantin tidak membuahkan hasil karena dia sama saja melakukan aktivitasnya seharian ini, melamun.

Dari sini diketahui jika mendapat sesuatu yang mengganggu pikirannya, maka Minho akan terus memikirkan gangguan itu.

Minho menggelengkan kepalanya dan mulai menyuapkan sesendok nasi uduk yang dipesankan Hyunjin.

"Ada hubungannya dengan sepupuku?"

Minho tidak cukup bodoh untuk menyimpulkan jika sepupu yang dimaksud Hyunjin adalah Jisung.

"Kamu bisa menebaknya karena tadi aku keceplosan."

Hyunjin manggut-manggut, "Apapun itu, turuti kata hati, Kak. Mereka tidak pernah berbohong untuk dapat capai kebahagiaan," saran Hyunjin langsung menembus otak cerdas Minho.

Turuti kata hati ya. Minho sampai lupa kapan kali terakhir dia menuruti kata hati.

"Terima kasih ya Lang untuk sarannya. Sedikit membantu."

Minho mulai sering menyuapi makan siang yang terasa hambar karena dia sedang banyak pikiran.

"Sore pasti bahagia kok kalau sama kakak."

Pernyataan Hyunjin membuat Minho mengernyit bingung.

***

Chan menatap Jisung yang sedari tadi menunduk.

Mereka saat ini sedang berada di ruang BEM untuk rapat rutin mingguan.

Chan tidak menderita penyakit congek jadi dia bisa mendengar dan berusah menyimak betul hal yang diutarakan Jisung pada Minho tadi pagi.

Tentu saja Chan langsung menghampiri si manis saat tahu Minho langsung meninggalkan Jisung tanpa menjawab. Dan dengan masih menunduk Jisung menutup pintu sembari berucap maaf.

Berangkat kuliah pun, Jisung memutuskan untuk berangkat sendiri dengan jalan kaki, menolak penuh tawaran Chan. Pun juga dirapat kali ini, Jisung berada di pojok ruangan yang bersekat oleh berpuluh manusia dari dirinya.

Chan sadar, jika Jisung menghindarinya.

Chan bahkan tidak bisa menggapai Jisung saat ini.

Jisung-nya menjauh.


***






Menurut kalian, bagaimana deskripsi karakter Jana, Sore, Biru di sini? Thankiess

Ambilkan Bulan | minsungchan✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang